RRC-Rusia dan Geopolitik Energi

Senin, 19 September 2022 - 08:01 WIB
loading...
RRC-Rusia dan Geopolitik Energi
Sampe L Purba. FOTO/DOK. KORAN SINDO
A A A
Sampe L Purba
Penulis, Alumni Universitas Pertahanan - major in Geostrategi Energi

Presiden China Xi Jin Ping , melakukan lawatan ke Asia Tengah, pascapandemi dalam rangkaian pertemuanShanghai Cooperation Organization(SCO) yang digelar di Samarkand, Uzbekistan pada 15–16 September 2022. Pilihan Xi Jin Ping melakukan lawatan pertama ke SCO menunjukkan pentingnya perhelatan itu. SCO adalah organisasi – yang awalnya beranggotakan Republik Rakyat China (RRC), Rusia , Kazakstan, Kyrgiztan dan Tajikistan.

SCO dibentuk di Shanghai 2001 atas prakarsa RRC pasca bubarnya Uni Soviet menunjukkan kejelian dalam mempersatukan Rusia dan Negara-negara ex Uni Soviet di kawasan Asia. Tujuannya untuk bekerja sama secara politik, ekonomi dan keamanan, sebagai alternatif poros baru di luar kekuatan Uni Eropa dan NATO.

Di sela-sela forum SCO, Xi Jin Ping dan Putin bertemu termasuk mendiskusikan situasi di medan perang Ukraina, serta provokasi Amerika Serikat (AS) di Taiwan pasca kunjungan Ketua DPR Nancy Pelossi.

SCO saat ini telah berkembang menjadi sembilan negara dengan masuknya India, Iran, Pakistan dan Uzbekistan. Selain itu terdapat beberapa Negara yang berstatus sebagai pengamat (observer) dan mitra dialog. Tamu tetap pertemuan tahunan ini termasuk ASEAN, CIS, Turkmenistan dan PBB.

Dalam ukuran geografis dan populasi, SCO saat ini merupakan organisasi regional terbesar di dunia. Meliputi 60% kawasan Eurasia, 40% populasi dunia dan 30% produk domestik bruto (PDB) global.

Iran dan Turki adalah dua negara yang mengajukan minat untuk menjadi anggota tetap. Turki bahkan bersedia melepas permohonannya sebagai anggota Uni Eropa (yang telah diajukan sejak 1987, tetapi ditangguhkan pembahasannya sejak 2016).

Dua hari setelah penangguhan tersebut, SCO secara cerdas menunjuk Turki memegang keketuaan SCO Energy Club. Patut dicatat, Turki adalah negara yang ketergantungannya kepada minyak, gas dan batu bara impor di atas 90%. Tetapi posisi geopolitiknya sebagai koridor geografis untuk menyalurkan gas Rusia dan Iran menembus pasar migas di Eropa bagian Selatan digunakannya sebagai posisi tawar yang saling menguntungkan. Salah satu keberanian SCO lainnya adalah menolak AS, walau hanya sebagai pengamat sekalipun.

Iran adalah negara kaya sumber daya alam. Sejak revolusi Islam Ayatollah Khomeini menumbangkan rezim Shah Reza Pahlevi yang didukung AS mendapatkan hukuman Barat. Berbagai pembatasan produksi dan ekspor minyak dilakukan yang dikaitkan dengan ketaatan Iran untuk mematuhi protokol proliferasi nuklir.

Iran sebagai negara yang pernah menjadi pusat peradaban kuno, apabila berhasil mengembangkan nuklir (sekalipun untuk tujuan damai misalnya) akan dicurigai dengan mudah dapat memperkaya uranium dari energi listrik menjadi senjata nuklir.

Negara-negara sekutu energi Barat seperti Arab Saudi dan sekutu Timur Tengah seperti Israel sangat berkepentingan dengan penyeimbangan kekuatan (balance of power) tersebut. Iran perlu cermat dalam politiknya. Pengalaman Irak yang secara keliru dituduh memiliki senjata pemusnah massal (mass destruction weapons) tentu tidak ingin menimpa Iran. AS, Badan Tenaga Atom Internasional beserta mitra internasional lainnya dalam JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) memonitor secara ketat.

Iran adalah pemiliki cadangan gas nomor dua terbesar di dunia yakni 33.721 miliar kubik meter di bawah Rusia, dan nomor empat terbesar dalam cadangan minyak (158 miliar barel). Pada 2021 Iran memproduksi gas 256,7 miliar kubik meter, Rusia 701,7 miliar kubik meter. Sementara AS, yang peringkat cadangannya di bawah Iran, memproduksi 934,2 miliar kubik meter (data BP Statistical Review, 2022).

Data per Agustus 2022 menunjukkan bahwa dari 100 juta barel produksi minyak dunia per hari, AS memasok 18 juta barel, sementara Iran hanya 3,5 juta barel. Jauh di bawah Arab Saudi yang memasok 12,6 juta barel (IEA Oil Market Report per September 2022).

Dalam perang di Ukraina, AS menekan sekutu Uni Eropa untuk mengurangi ketergantungan kepada energi Rusia. AS juga meminta negara mitra dan sekutu globalnya untuk membantu Uni Eropa dengan memasok minyak, gas dan batubara, untuk mengisi gap menggantikan Rusia.

Mengantisipasi dampak jangka panjang volatilitas energi yang sedang dimainkan Uni Eropa dan AS, menjelang akhir bulan Juli 2022 Rusia, Iran dan Turki mengadakan pertemua di Teheran. Ketiga negara tersebut memiliki kepentingan yang saling membutuhkan, baik secara geopolitik maupun dalam geostrategi energi.

Dalam pertemuan trilateral tersebut, Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, bersama Presiden Turki Erdogan sependapat bahwa Barat menentang Rusia yang independen dan kuat. Presiden Putin, yang memilih perjalanan luar negeri pertama ke Iran sejak meletusnya perang Ukraina tersenyum tipis. Dia mendapatkan endorsemen/restu pemimpin Iran dalam perangnya di Ukraina.

Bagaimana dengan RRC? Sejak awal, RRC tidak pernah secara keras menentang perang di Ukraina. Sebagaimana diserukan dalam komunike bersama BRICS (Rusia, RRC, India, Brazil dan Afrika Selatan) pada bulan Juli yang lalu, mereka lebih menekankan solusi bermartabat dan terhormat, yang secara ekonomis dapat diterima dunia.

IMF mengoreksi pertumbuhan ekonomi RRC menurun 0,3% dari 3,7% pada 2022. Hal tersebut terutama adalah karena perkembangan terbaru pada beberapa kota yang ditutup (lockdown) untuk mengendalikan covid 19 seperti Shanghai yang mempengaruhi disrupsi konsumsi dan rantai pasok.

Ada anomali dalam hal ini. Data CREA yang berbasis di Kanada menunjukkan bahwa dalam 100 hari pertama perang Rusia di Ukraina, importir terbesar energi fosil dari Rusia adalah RRC senilai 12,6 milar euro, disusul Jerman (12,1 miliar euro). Penerimaan penjualan Rusia tercatat 93 miliar euro. Penerimaan penjualan energi fosil Rusia rata-rata adalah 900 juta euro per bulan. Jumlah tersebut sudah relatif sama dengan angka pada saat mulai perang pada Februari 2022.

Laporan CREA menunjukkan bahwa Rusia menderita akibat pengurangan volume dan diskon harga minyak sebesar 200 juta euro per hari. Tetapi dengan tetap tingginya hasil penjualan, serta RRC mencatatkan impor yang tinggi, sekalipun tingkat pertumbuhan ekonomi menurun merupakan anomali. Hal ini dapat saja diinterpretasikan bahwa RRC membeli minyak diskon dari Rusia, dan kemudian menjualnya ke negara lain dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan margin.

RRC memang adalah pedagang tulen. Laporan itu juga menunjukkan bahwa India meningkatkan impornya dari Rusia sebesar 18%.

Bagaimana dengan Indonesia? Beberapa kali, sejumlah media memberitakan kunjungan Pejabat Pemerintahan dan Korporasi ke Rusia untuk mengamankan pasokan. Tetapi laporan resmi menyatakan, bahwa Indonesia belum berhasil mendapatkan minyak diskon dari Rusia. Sebaliknya beberapa pemberitaan menunjukkan kemungkinan negara-negara G7 akan sewot apabila Indonesia membeli minyak murah, yang akan diartikan secara tidak langsung membantu Rusia dalam memerangi Ukraina.

Seorang Menteri Indonesia – yang berlatar belakang wiraswasta – sesungguhnya telah menunjukkan kegemasannya. Secara terbuka dia bilang, Indonesia akan berhasil mendapatkan minyak diskon dari Rusia. Pembayaran pakai rubel. Sebagai mantan pebisnis tentu paham bahwa diperlukan fleksibilitas, keluwesan dan keberanian untuk mendapatkan untung.

Tidak harus serba formal dan resmi. Sejatinya wiraswasta bermakna SWASTA yang harus berani seperti PERWIRA. Agaknya para petinggi kita yang bernegosiasi ke sana belum memiliki ilmu dan kemampuan seperti pak Menteri itu. Atau juga kurang berguru kepada bapak BTP yang pernah menjelaskan makna cuan-cincai-cengli kepada eksekutif migas yang memberi manfaat timbal balik penyedia barang maupun pembelinya.

India, RRC, Turki, Iran dan berbagai negara berhasil berdagang dengan Rusia dan mendapatkan minyak murah. Bisnis adalahwin-win solution. Bisnis adalah wiraswasta. Tidak cukup hanya dengan normatif. Itulah sebetulnya esensi cuan – cincai – cengli. Sebagai anak manis yang penurut, tidak cukup itu.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1057 seconds (0.1#10.140)