Mantan Bupati Lampung Utara Divonis 7 Tahun dan Hak Politiknya Dicabut
loading...
A
A
A
Jika dalam jangka waktu tersebut Agung tidak membayarkan, tutur hakim Efiyanto, maka harta bendanya disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi kekurangan uang pengganti. "Dalam hal harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 2 tahun," ujarnya. (Baca juga: KPK Beberkan 4 Faktor Penyebab Kepala Daerah Korupsi)
Kedua, majelis hakim menjatuhkan pidana pencabutan hak politik terhadap Agung. Vonis ini dijatuhkan karena Agung menerima suap dan gratifikasi dalam kapasitasnya selaku Bupati Lampura periode 2014-2019 dan jabatan Agung sebagai Bupati merupakan kepercayaan yang diberikan masyarakat melalui pilkada langsung.
Pertimbangan berikutnya yakni masyarakat juga tentu menaruh harapan yang besar kepada Agung selaku kepala daerah agar dapat berperan aktif melaksanakan tugas kewajibannya dalam memajukan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lampura serta Agung mestinya memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tapi sebaliknya Agung justru mencederai amanat yang diembannya dan tidak memberikan teladan yang baik dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Pertimbangan selanjutnya, guna melindungi warga masyarakat untuk sementara waktu agar 'tidak memilih kembali' pejabat publik yang pernah berperilaku koruptif maupun agar memberikan kesempatan kepada Agung untuk memperbaiki dan merehabilitasi diri.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara berupa pencabutah hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok," ungkap hakim Efiyanto.
Majelis hakim selanjutnya memutuskan menjatuhkan pidana terhadap Wan Hendri berupa pidana 4 tahun penjara dikurangi selama Wan berada dalam tahanan, pidana denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp60 juta subsider pidana penjara 2 bulan. Untuk Syahbudin, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama Syahbudin berada dalam tahanan, denda Rp200 juta subsider 3 bulan dan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp2.382.403.500.
"Dengan ketentuan jika terdakwa Syahbudin tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, jika tidak mencukupi maka terdakwa dipidana penjara selama 8 bulan," ucapnya.
Selain itu, majelis juta memutuskan merampas untuk negara sejumlah barang bukti yang telah disita termasuk uang-uang yang telah dikembalikan empat terdakwa dan saksi saat proses penyidikan di KPK masih berlangsung. Hakim Efiyanto membeberkan, perbuatan Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin menerima suap terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan penerimaan gratifikasi oleh Agung, Ami, dan Syahbudin terbukti melanggar Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 KUHPidana. "Sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua," ucapnya.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan bagi Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin yakni telah mengakui kesalahannya, berlaku sopan selama di persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga. Hal memberatkan untuk keempatnya adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Kedua, majelis hakim menjatuhkan pidana pencabutan hak politik terhadap Agung. Vonis ini dijatuhkan karena Agung menerima suap dan gratifikasi dalam kapasitasnya selaku Bupati Lampura periode 2014-2019 dan jabatan Agung sebagai Bupati merupakan kepercayaan yang diberikan masyarakat melalui pilkada langsung.
Pertimbangan berikutnya yakni masyarakat juga tentu menaruh harapan yang besar kepada Agung selaku kepala daerah agar dapat berperan aktif melaksanakan tugas kewajibannya dalam memajukan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lampura serta Agung mestinya memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tapi sebaliknya Agung justru mencederai amanat yang diembannya dan tidak memberikan teladan yang baik dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Pertimbangan selanjutnya, guna melindungi warga masyarakat untuk sementara waktu agar 'tidak memilih kembali' pejabat publik yang pernah berperilaku koruptif maupun agar memberikan kesempatan kepada Agung untuk memperbaiki dan merehabilitasi diri.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara berupa pencabutah hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok," ungkap hakim Efiyanto.
Majelis hakim selanjutnya memutuskan menjatuhkan pidana terhadap Wan Hendri berupa pidana 4 tahun penjara dikurangi selama Wan berada dalam tahanan, pidana denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp60 juta subsider pidana penjara 2 bulan. Untuk Syahbudin, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama Syahbudin berada dalam tahanan, denda Rp200 juta subsider 3 bulan dan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp2.382.403.500.
"Dengan ketentuan jika terdakwa Syahbudin tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, jika tidak mencukupi maka terdakwa dipidana penjara selama 8 bulan," ucapnya.
Selain itu, majelis juta memutuskan merampas untuk negara sejumlah barang bukti yang telah disita termasuk uang-uang yang telah dikembalikan empat terdakwa dan saksi saat proses penyidikan di KPK masih berlangsung. Hakim Efiyanto membeberkan, perbuatan Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin menerima suap terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan penerimaan gratifikasi oleh Agung, Ami, dan Syahbudin terbukti melanggar Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 KUHPidana. "Sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua," ucapnya.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan bagi Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin yakni telah mengakui kesalahannya, berlaku sopan selama di persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga. Hal memberatkan untuk keempatnya adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.