Mantan Bupati Lampung Utara Divonis 7 Tahun dan Hak Politiknya Dicabut
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Provinsi Lampung, memvonis Bupati Lampung Utara (Lampura) periode 2014-2019 Agung Ilmu Mangkunegara dengan pidana penjara selama 7 tahun disertai pidana uang pengganti lebih Rp74,634 miliar, dan pencabutah hak politik selama 4 tahun.
Perkara Agung Ilmu Mangkunegara satu berkas dengan terdakwa orang kepercayaan Agung, Raden Syahril alias Ami. Sidang pembacaan putusan berlangsung secara virtual pada Kamis (2/7/2020). Di hari yang sama, majelis hakim juga membacakan pertimbangan dan amar putusan atas nama Wan Hendri selaku Kepala Dinas Perdagangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Syahbudin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Lampura.
Meski berlangsung dalam persidangan berbeda, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara empat terdakwa dengan komposisi yang sama. Majelis hakim dipimpin Efiyanto D dengan anggota Siti Insirah, Ahmad Baharuddin Naim, Medi Syahrial Alamsyah, dan Jaini Basir. (Baca juga: Imam Nahrawi Divonis 7 Tahun dan Hak Politik Dicabut 4 Tahun)
Hakim menilai Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahril alias Ami, Wan Hendri, dan Syahbudin, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dan berlanjut. Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin terbukti telah menerima uang dengan total Rp1,3 miliar dari dua orang. Masing-masing Rp450 juta dari Candra Safari (divonis 1 tahun 10 bulan penjara) selaku Direktur PT Dipasanta Pratama dan Rp850 juta dari pengusaha sekaligus kontraktor Hendra Wijaya Saleh alias Eeng (divonis 2 tahun 6 bulan).
Dalam memuluskan perbuatan, para pihak menggunakan beragam sandi komunikasi korupsi. Di antaranya uang suap bersandi 'titipan', 'yang itu', 'masalah itu', hingga 'urusan itu'. Sedangkan Agung selaku Bupati disandikan dengan 'bos'. Majelis memastikan, uang suap terbukti untuk persetujuan pemberian pekerjaan proyek kepada Candra dan Eeng. (Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Lampung Utara Tersangka Suap)
Untuk Chandra yakni 13 paket pekerjaan konsultan perencanaan dan pengawasan pada Dinas PUPR Pemkab Lampura Tahun Anggaran (TA) 2017 dan TA 2018 dengan total nilai proyek Rp1.100.805.000. Sedangkan Eeng memperoleh paket pekerjaan Pembangunan Pasar Tata Karya Kecamatan Abung Surakarta dengan nilai kontrak Rp3.652.182.000 dan Pembangunan Pasar Tradisional Comok Sinar Jaya Kecamatan Sungkai Barat dengan nilai kontrak Rp1.056.699.428. Dua proyek tersebut berada pada Dinas Perdagangan Pemkab Lampura TA 2019.
Khusus untuk Agung, Ami, dan Syahbudin juga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tipikor dalam delik penerimaan gratifikasi secara bersama-sama dan dilakukan dalam beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri. Agung, Ami, dan Syahbudin terbukti telah menerima gratifikasi dengan total Rp100.236.464.650.
Gratifikasi ini terbukti berasal dari para rekanan di lingkungan Dinas PUPR Pemkab Lampura. Seluruh gratifikasi diterima Agung, Ami, dan Syahbudin kurun 2015 hingga 2019. Majelis memastikan, dari total gratifikasi tersebut terbukti bahwa sejumlah Rp97.954.061.150 dipergunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Agung.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sejumlah Rp750 juta subsider 8 bulan kurungan. Terhadap terdakwa Raden Syahril alias Ami oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurung," kata Ketua Majelis Hakim Efiyanto D saat membacakan amar putusan atas nama Agung dan Ami.
Terhadap Agung maka majelis juga memutuskan menjatuhkan dua pidana tambahan. Pertama, mewajibkan Agung membayar uang pengganti sebesar Rp74.634.866.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Angka ini berkurang dari yang dinikmati Agung karena sebelumnya Agung, Ami, dan saksi-saksi lain telah mengembalikan uang ke KPK.
Jika dalam jangka waktu tersebut Agung tidak membayarkan, tutur hakim Efiyanto, maka harta bendanya disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi kekurangan uang pengganti. "Dalam hal harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 2 tahun," ujarnya. (Baca juga: KPK Beberkan 4 Faktor Penyebab Kepala Daerah Korupsi)
Kedua, majelis hakim menjatuhkan pidana pencabutan hak politik terhadap Agung. Vonis ini dijatuhkan karena Agung menerima suap dan gratifikasi dalam kapasitasnya selaku Bupati Lampura periode 2014-2019 dan jabatan Agung sebagai Bupati merupakan kepercayaan yang diberikan masyarakat melalui pilkada langsung.
Pertimbangan berikutnya yakni masyarakat juga tentu menaruh harapan yang besar kepada Agung selaku kepala daerah agar dapat berperan aktif melaksanakan tugas kewajibannya dalam memajukan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lampura serta Agung mestinya memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tapi sebaliknya Agung justru mencederai amanat yang diembannya dan tidak memberikan teladan yang baik dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Pertimbangan selanjutnya, guna melindungi warga masyarakat untuk sementara waktu agar 'tidak memilih kembali' pejabat publik yang pernah berperilaku koruptif maupun agar memberikan kesempatan kepada Agung untuk memperbaiki dan merehabilitasi diri.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara berupa pencabutah hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok," ungkap hakim Efiyanto.
Majelis hakim selanjutnya memutuskan menjatuhkan pidana terhadap Wan Hendri berupa pidana 4 tahun penjara dikurangi selama Wan berada dalam tahanan, pidana denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp60 juta subsider pidana penjara 2 bulan. Untuk Syahbudin, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama Syahbudin berada dalam tahanan, denda Rp200 juta subsider 3 bulan dan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp2.382.403.500.
"Dengan ketentuan jika terdakwa Syahbudin tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, jika tidak mencukupi maka terdakwa dipidana penjara selama 8 bulan," ucapnya.
Selain itu, majelis juta memutuskan merampas untuk negara sejumlah barang bukti yang telah disita termasuk uang-uang yang telah dikembalikan empat terdakwa dan saksi saat proses penyidikan di KPK masih berlangsung. Hakim Efiyanto membeberkan, perbuatan Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin menerima suap terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan penerimaan gratifikasi oleh Agung, Ami, dan Syahbudin terbukti melanggar Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 KUHPidana. "Sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua," ucapnya.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan bagi Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin yakni telah mengakui kesalahannya, berlaku sopan selama di persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga. Hal memberatkan untuk keempatnya adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Khusus untuk Agung, majelis hakim menambahkan dua pertimbangan memberatkan. Satu, Agung telah melakukan lebih dari satu tipikor dan gratifikasi secara berulang. Dua, Agung selaku kepala daerah dengan kewenangan yang dimiliki seharusnya berperan aktif ikut mencegah praktik-praktik korupsi di wilayahnya namun tidak dilakukan, justru Agung ikut terlibat dalam melanggengkan praktik-praktik korupsi.
Atas putusan majelis hakim, Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahril alias Ami, Wan Hendri, dan Syahbudin serta JPU pada KPK menyampaikan sikap berbeda. Agung dan JPU mengatakan akan pikir-pikir selama tujuh hari apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding. Sedangkan Ami, Wan, dan Syahbudin langsung menyatakan menerima putusan. "Pikir-pikir yang mulia," kata Agung.
Perkara Agung Ilmu Mangkunegara satu berkas dengan terdakwa orang kepercayaan Agung, Raden Syahril alias Ami. Sidang pembacaan putusan berlangsung secara virtual pada Kamis (2/7/2020). Di hari yang sama, majelis hakim juga membacakan pertimbangan dan amar putusan atas nama Wan Hendri selaku Kepala Dinas Perdagangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Syahbudin selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum Pemkab Lampura.
Meski berlangsung dalam persidangan berbeda, majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara empat terdakwa dengan komposisi yang sama. Majelis hakim dipimpin Efiyanto D dengan anggota Siti Insirah, Ahmad Baharuddin Naim, Medi Syahrial Alamsyah, dan Jaini Basir. (Baca juga: Imam Nahrawi Divonis 7 Tahun dan Hak Politik Dicabut 4 Tahun)
Hakim menilai Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahril alias Ami, Wan Hendri, dan Syahbudin, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam delik penerimaan suap secara bersama-sama dan berlanjut. Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin terbukti telah menerima uang dengan total Rp1,3 miliar dari dua orang. Masing-masing Rp450 juta dari Candra Safari (divonis 1 tahun 10 bulan penjara) selaku Direktur PT Dipasanta Pratama dan Rp850 juta dari pengusaha sekaligus kontraktor Hendra Wijaya Saleh alias Eeng (divonis 2 tahun 6 bulan).
Dalam memuluskan perbuatan, para pihak menggunakan beragam sandi komunikasi korupsi. Di antaranya uang suap bersandi 'titipan', 'yang itu', 'masalah itu', hingga 'urusan itu'. Sedangkan Agung selaku Bupati disandikan dengan 'bos'. Majelis memastikan, uang suap terbukti untuk persetujuan pemberian pekerjaan proyek kepada Candra dan Eeng. (Baca juga: KPK Tetapkan Bupati Lampung Utara Tersangka Suap)
Untuk Chandra yakni 13 paket pekerjaan konsultan perencanaan dan pengawasan pada Dinas PUPR Pemkab Lampura Tahun Anggaran (TA) 2017 dan TA 2018 dengan total nilai proyek Rp1.100.805.000. Sedangkan Eeng memperoleh paket pekerjaan Pembangunan Pasar Tata Karya Kecamatan Abung Surakarta dengan nilai kontrak Rp3.652.182.000 dan Pembangunan Pasar Tradisional Comok Sinar Jaya Kecamatan Sungkai Barat dengan nilai kontrak Rp1.056.699.428. Dua proyek tersebut berada pada Dinas Perdagangan Pemkab Lampura TA 2019.
Khusus untuk Agung, Ami, dan Syahbudin juga terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tipikor dalam delik penerimaan gratifikasi secara bersama-sama dan dilakukan dalam beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri. Agung, Ami, dan Syahbudin terbukti telah menerima gratifikasi dengan total Rp100.236.464.650.
Gratifikasi ini terbukti berasal dari para rekanan di lingkungan Dinas PUPR Pemkab Lampura. Seluruh gratifikasi diterima Agung, Ami, dan Syahbudin kurun 2015 hingga 2019. Majelis memastikan, dari total gratifikasi tersebut terbukti bahwa sejumlah Rp97.954.061.150 dipergunakan untuk kebutuhan dan kepentingan Agung.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda sejumlah Rp750 juta subsider 8 bulan kurungan. Terhadap terdakwa Raden Syahril alias Ami oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan pidana denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurung," kata Ketua Majelis Hakim Efiyanto D saat membacakan amar putusan atas nama Agung dan Ami.
Terhadap Agung maka majelis juga memutuskan menjatuhkan dua pidana tambahan. Pertama, mewajibkan Agung membayar uang pengganti sebesar Rp74.634.866.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Angka ini berkurang dari yang dinikmati Agung karena sebelumnya Agung, Ami, dan saksi-saksi lain telah mengembalikan uang ke KPK.
Jika dalam jangka waktu tersebut Agung tidak membayarkan, tutur hakim Efiyanto, maka harta bendanya disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi kekurangan uang pengganti. "Dalam hal harta benda terdakwa tidak mencukupi, maka dipidana penjara selama 2 tahun," ujarnya. (Baca juga: KPK Beberkan 4 Faktor Penyebab Kepala Daerah Korupsi)
Kedua, majelis hakim menjatuhkan pidana pencabutan hak politik terhadap Agung. Vonis ini dijatuhkan karena Agung menerima suap dan gratifikasi dalam kapasitasnya selaku Bupati Lampura periode 2014-2019 dan jabatan Agung sebagai Bupati merupakan kepercayaan yang diberikan masyarakat melalui pilkada langsung.
Pertimbangan berikutnya yakni masyarakat juga tentu menaruh harapan yang besar kepada Agung selaku kepala daerah agar dapat berperan aktif melaksanakan tugas kewajibannya dalam memajukan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lampura serta Agung mestinya memberikan teladan yang baik dengan tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Tapi sebaliknya Agung justru mencederai amanat yang diembannya dan tidak memberikan teladan yang baik dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Pertimbangan selanjutnya, guna melindungi warga masyarakat untuk sementara waktu agar 'tidak memilih kembali' pejabat publik yang pernah berperilaku koruptif maupun agar memberikan kesempatan kepada Agung untuk memperbaiki dan merehabilitasi diri.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Agung Ilmu Mangkunegara berupa pencabutah hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok," ungkap hakim Efiyanto.
Majelis hakim selanjutnya memutuskan menjatuhkan pidana terhadap Wan Hendri berupa pidana 4 tahun penjara dikurangi selama Wan berada dalam tahanan, pidana denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp60 juta subsider pidana penjara 2 bulan. Untuk Syahbudin, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun dikurangi selama Syahbudin berada dalam tahanan, denda Rp200 juta subsider 3 bulan dan, dan pidana tambahan membayar uang pengganti Rp2.382.403.500.
"Dengan ketentuan jika terdakwa Syahbudin tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, jika tidak mencukupi maka terdakwa dipidana penjara selama 8 bulan," ucapnya.
Selain itu, majelis juta memutuskan merampas untuk negara sejumlah barang bukti yang telah disita termasuk uang-uang yang telah dikembalikan empat terdakwa dan saksi saat proses penyidikan di KPK masih berlangsung. Hakim Efiyanto membeberkan, perbuatan Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin menerima suap terbukti telah melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan penerimaan gratifikasi oleh Agung, Ami, dan Syahbudin terbukti melanggar Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana jo Pasal 65 KUHPidana. "Sebagaimana dakwaan kesatu pertama dan dakwaan kedua," ucapnya.
Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Pertimbangan meringankan bagi Agung, Ami, Wan, dan Syahbudin yakni telah mengakui kesalahannya, berlaku sopan selama di persidangan, dan memiliki tanggungan keluarga. Hal memberatkan untuk keempatnya adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Khusus untuk Agung, majelis hakim menambahkan dua pertimbangan memberatkan. Satu, Agung telah melakukan lebih dari satu tipikor dan gratifikasi secara berulang. Dua, Agung selaku kepala daerah dengan kewenangan yang dimiliki seharusnya berperan aktif ikut mencegah praktik-praktik korupsi di wilayahnya namun tidak dilakukan, justru Agung ikut terlibat dalam melanggengkan praktik-praktik korupsi.
Atas putusan majelis hakim, Agung Ilmu Mangkunegara, Raden Syahril alias Ami, Wan Hendri, dan Syahbudin serta JPU pada KPK menyampaikan sikap berbeda. Agung dan JPU mengatakan akan pikir-pikir selama tujuh hari apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding. Sedangkan Ami, Wan, dan Syahbudin langsung menyatakan menerima putusan. "Pikir-pikir yang mulia," kata Agung.
(thm)