Perihal Anak PC: Perspektif Moral
loading...
A
A
A
Boni Hargens
Analis Politik
Tulisan ini muncul setelah sebagian netizen bereaksi terhadap pandangan kami dalam dialog di sebuah televisi pada 5 September lalu. Dari awal saya berposisi jelas, sebagai yang bukan ahli hukum meskipun saya pernah studicriminal justice system, tetap saja saya tidak berkompetensi mengomentari aspek pidana dalam kasus Duren Tiga.
Namun, sebagai warga negara dan sebagai analis politik, saya jelas berdiri bersama jutaan orang lain mengutuk keras kejahatan pembunuhan itu. Itu jelas-jelas kejahatan yang otentik,mala in se, bukan sekedarmala prohibita,jahat menurut hukum.
Maka, penegakan hukum harus tuntas dan dikawal penuh oleh masyarakat. Kasus ini harus menjadi contoh tegaknya demokrasi hukum di Indonesia.
Pembunuhan adalah tindak kriminal yang kadar kejahatannya tak perlu diperdebatkan lagi—apalagi itu kejahatan terencana! Kita hentikan obrolan soal kasus itu di sini.
Tulisan ini hendak menegaskan dilema moral terkait anak dari Putri Chandrawathi (PC), tersangka dalam kasus Duren Tiga, yang masih berusia di bawah lima tahun. Ada empat konteks yang memunculkan dilema moral dalam diskusi ini.
Pertama, ada sejumlah kasus penahanan terhadap tersangka perempuan beranak yang terjadi sebelum ini. PC tidak ditahan karena memiliki anak kecil. Dari faktum ini, muncul perdebatan soal diskriminasi.
Kedua, isu tersangka perempuan yang memiliki anak muncul dan menjaditrending topickarena PC adalah istri dari Ferdy Sambo (FS). Seto Mulyadi sebagai sosok yang dikenal luas memperjuangkan hak anak hadir dalam lingkungan persoalan ini untuk membela anak PC.Dia dicibir dengan alasan adanya konteks pertama di atas.
Ketiga, korban pembunuhan adalah Joshua yang notabene anak dari seorang ibu juga. Keempat, ada pendapat bahwa anak dijadikan alasan sehingga memicu derajat keterlibatan perempuan dalam kriminalitas.
Konteks Pertama
Soal diskriminasi, itu faktum sosial yang dilihat dan dirasakan sebagian orang, termasuk sejumlah ibu beranak yang menjadi terpidana. Itu harus dikutuk.
Analis Politik
Tulisan ini muncul setelah sebagian netizen bereaksi terhadap pandangan kami dalam dialog di sebuah televisi pada 5 September lalu. Dari awal saya berposisi jelas, sebagai yang bukan ahli hukum meskipun saya pernah studicriminal justice system, tetap saja saya tidak berkompetensi mengomentari aspek pidana dalam kasus Duren Tiga.
Namun, sebagai warga negara dan sebagai analis politik, saya jelas berdiri bersama jutaan orang lain mengutuk keras kejahatan pembunuhan itu. Itu jelas-jelas kejahatan yang otentik,mala in se, bukan sekedarmala prohibita,jahat menurut hukum.
Maka, penegakan hukum harus tuntas dan dikawal penuh oleh masyarakat. Kasus ini harus menjadi contoh tegaknya demokrasi hukum di Indonesia.
Pembunuhan adalah tindak kriminal yang kadar kejahatannya tak perlu diperdebatkan lagi—apalagi itu kejahatan terencana! Kita hentikan obrolan soal kasus itu di sini.
Tulisan ini hendak menegaskan dilema moral terkait anak dari Putri Chandrawathi (PC), tersangka dalam kasus Duren Tiga, yang masih berusia di bawah lima tahun. Ada empat konteks yang memunculkan dilema moral dalam diskusi ini.
Pertama, ada sejumlah kasus penahanan terhadap tersangka perempuan beranak yang terjadi sebelum ini. PC tidak ditahan karena memiliki anak kecil. Dari faktum ini, muncul perdebatan soal diskriminasi.
Kedua, isu tersangka perempuan yang memiliki anak muncul dan menjaditrending topickarena PC adalah istri dari Ferdy Sambo (FS). Seto Mulyadi sebagai sosok yang dikenal luas memperjuangkan hak anak hadir dalam lingkungan persoalan ini untuk membela anak PC.Dia dicibir dengan alasan adanya konteks pertama di atas.
Ketiga, korban pembunuhan adalah Joshua yang notabene anak dari seorang ibu juga. Keempat, ada pendapat bahwa anak dijadikan alasan sehingga memicu derajat keterlibatan perempuan dalam kriminalitas.
Konteks Pertama
Soal diskriminasi, itu faktum sosial yang dilihat dan dirasakan sebagian orang, termasuk sejumlah ibu beranak yang menjadi terpidana. Itu harus dikutuk.