Reshuffle Kabinet, Wacana Lumrah yang Tak Pernah Mudah
loading...
A
A
A
“Ini sebagai evaluasi pemerintah untuk bisa lebih profesional. Bukan coba-coba lagi. Ini sebuah negara yang sudah besar jadi jangan dipermainkan. Hal lainnya, seharusnya masing-masing kementerian bersinergi untuk mendukung kementerian lainnya,” jelas Anang.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pipin Sopian mengatakan Jokow lebih tahu mana menteri yang harus diganti. Namun, dia menyebut Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto tidak perform.
“Dari awal menkes dari awal tidak perform. Menkes ini menggampangkan situasi sejak awal. Saya yakin ini berimbas pada cara pengumuman kasus Covid-19 yang dilakukan Pak Jokowi. Sampai eksekusi di lapangan, serapan anggaran, tentu ini menjadi evaluasi besar,” ujarnya.
(Baca: Wacana Reshuffle Murni Alasan Kinerja, Jokowi Tak Perlu Tambah Parpol Koalisi)
Dua menteri lain yang disebut Pipin pantas digusur adalah Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. “Ini menjadi salah satu catatan penting. Saya kira seharusnya (program kartu prakerja) bukan di-handle oleh menko. Lebih baik di-handle kementerian terkait,” ucap alumnus Universitas Indonesia itu.
Sayangnya, merombak kabinet tidak semudah membangun rumah meskipun itu lumrah. Mengganti menteri memang sepenuhnya menjadi hak seorang presiden, namun praktik politik kekuasaan tidak pernah berjalan linier. Selalu diwarnai intrik tarik menarik kepentingan, seperti halnya ketika awal kabinet akan disusun.
Pada 2011, wacana reshuffle yang dilontarkan di periode kedua kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga tidak gampang. Pada masa itu sekitar 10 dari 34 anggota kabinet SBY mendapat penilaian negatif publik akibat kinerja buruk hingga skandal korupsi maupun skandal pribadi.
Tapi upaya SBY untuk mengganti para menteri bermasalah itu mendapat ganjalan partai politik pendukungnya. Begitu reshuffle kabinet dijalankan, para menteri baru yang diangkat SBY kala pun juga belum cukup memenuhi ekspektasi publik. Bau tangan partai politik dan kepentingan di belakang menteri baru masih kental.
(Baca: Ini Kriteria Menteri yang Berpotensi Dicopot Jokowi)
Jokowi sendiri pernah merasakan alotnya mengganti menteri di periode pertamanya. Sebut saja saat pemerintahan Jokowi-JK berjalan 10 bulan, empat posisi menteri dan jabatan setingkat di kabinet diganti. Salah satunya adalah Sofyan Djalil yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dicopot digantikan Darmin Nasution.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Pipin Sopian mengatakan Jokow lebih tahu mana menteri yang harus diganti. Namun, dia menyebut Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto tidak perform.
“Dari awal menkes dari awal tidak perform. Menkes ini menggampangkan situasi sejak awal. Saya yakin ini berimbas pada cara pengumuman kasus Covid-19 yang dilakukan Pak Jokowi. Sampai eksekusi di lapangan, serapan anggaran, tentu ini menjadi evaluasi besar,” ujarnya.
(Baca: Wacana Reshuffle Murni Alasan Kinerja, Jokowi Tak Perlu Tambah Parpol Koalisi)
Dua menteri lain yang disebut Pipin pantas digusur adalah Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. “Ini menjadi salah satu catatan penting. Saya kira seharusnya (program kartu prakerja) bukan di-handle oleh menko. Lebih baik di-handle kementerian terkait,” ucap alumnus Universitas Indonesia itu.
Sayangnya, merombak kabinet tidak semudah membangun rumah meskipun itu lumrah. Mengganti menteri memang sepenuhnya menjadi hak seorang presiden, namun praktik politik kekuasaan tidak pernah berjalan linier. Selalu diwarnai intrik tarik menarik kepentingan, seperti halnya ketika awal kabinet akan disusun.
Pada 2011, wacana reshuffle yang dilontarkan di periode kedua kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) juga tidak gampang. Pada masa itu sekitar 10 dari 34 anggota kabinet SBY mendapat penilaian negatif publik akibat kinerja buruk hingga skandal korupsi maupun skandal pribadi.
Tapi upaya SBY untuk mengganti para menteri bermasalah itu mendapat ganjalan partai politik pendukungnya. Begitu reshuffle kabinet dijalankan, para menteri baru yang diangkat SBY kala pun juga belum cukup memenuhi ekspektasi publik. Bau tangan partai politik dan kepentingan di belakang menteri baru masih kental.
(Baca: Ini Kriteria Menteri yang Berpotensi Dicopot Jokowi)
Jokowi sendiri pernah merasakan alotnya mengganti menteri di periode pertamanya. Sebut saja saat pemerintahan Jokowi-JK berjalan 10 bulan, empat posisi menteri dan jabatan setingkat di kabinet diganti. Salah satunya adalah Sofyan Djalil yang menjabat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dicopot digantikan Darmin Nasution.