Ini Kriteria Menteri yang Berpotensi Dicopot Jokowi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengatakan, sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengancam akan melakukan reshuffle kabinet dianggap tepat. Hal ini untuk mengonfirmasi penilaian publik tentang menteri yang loyo dan menteri yang bekerja berdasarakan arahan Presiden.
"Semua itu ada indikatornya, mana menteri yang tak bertaji saat Covid-19, selanjutnya mana yang peduli dengan rakyat yakni ikut membantu meringankan korban Covid-19," ujarnya, Rabu (1/7/2020).
Reshuffle kabinet juga bisa menjadi tolok ukur dan kriteria mana menteri yang punya program baik dan layak saat dihadapkan pada wabah Corona. (Baca juga: Serapan Anggaran Tak Sesuai Harapan)
"Contohnya masih banyak blunder soal BLT dan bantuan Covid-19 sampai penyediaan APD. Baru Jatim jadi zona merah ini pun membuat Jokowi berang," katanya.
Selain itu, ada kriteria lain yang ikut mempengaruhi keinginan Jokowi untuk mereshuffle kabinetnya yakni persoalan banyak menteri yang jalan sendiri-sendiri dan terkesan tak mau ikut arahan Presiden.
Ada juga yang disebutnya one man show dan do less but talk more atau sedikit berbuat bicara lebih atau dengan kata lain banyak bicara.
"Ada beberapa juga making policy (membuat kebijakan) bertabrakan, bertubrukan satu sama lain. Belum lagi bukan ranah dan domain kementeriannya justru di take over (diambil alih)," ujar Jerry. (Baca juga: BNN: Artis Bukan Target Operasi Narkoba, Dijamin!)
Selain itu, dia melihat pos kementerian yang paling sensitif untuk direshuffle adalah yang berurusan dengan masalah Bansos dan dana desa ditambah lagi kartu prakerja yang belum optimal.
Bagi Jerry, Airlangga Hartarto bukan spesialisasi yang cocok mengemban Menteri Koordinator Bidang Ekonomi. Di pos ini dibutuhkan orang yang mengerti banyak tentang ekonomi domestik dan internasional sekaligus orang yang paham dan punya pengalaman cukup mumpuni di bidang ini.
"Kalau tidak ada reshuffle maka keadaannya makin buruk. Pentingnya ada tim Jokowi yang memantau mana yang memble kinerjanya. Setidaknya ada punishment. Kalau tidak, maka kabinet kerja tak akan maju," ungkapnya.
"Semua itu ada indikatornya, mana menteri yang tak bertaji saat Covid-19, selanjutnya mana yang peduli dengan rakyat yakni ikut membantu meringankan korban Covid-19," ujarnya, Rabu (1/7/2020).
Reshuffle kabinet juga bisa menjadi tolok ukur dan kriteria mana menteri yang punya program baik dan layak saat dihadapkan pada wabah Corona. (Baca juga: Serapan Anggaran Tak Sesuai Harapan)
"Contohnya masih banyak blunder soal BLT dan bantuan Covid-19 sampai penyediaan APD. Baru Jatim jadi zona merah ini pun membuat Jokowi berang," katanya.
Selain itu, ada kriteria lain yang ikut mempengaruhi keinginan Jokowi untuk mereshuffle kabinetnya yakni persoalan banyak menteri yang jalan sendiri-sendiri dan terkesan tak mau ikut arahan Presiden.
Ada juga yang disebutnya one man show dan do less but talk more atau sedikit berbuat bicara lebih atau dengan kata lain banyak bicara.
"Ada beberapa juga making policy (membuat kebijakan) bertabrakan, bertubrukan satu sama lain. Belum lagi bukan ranah dan domain kementeriannya justru di take over (diambil alih)," ujar Jerry. (Baca juga: BNN: Artis Bukan Target Operasi Narkoba, Dijamin!)
Selain itu, dia melihat pos kementerian yang paling sensitif untuk direshuffle adalah yang berurusan dengan masalah Bansos dan dana desa ditambah lagi kartu prakerja yang belum optimal.
Bagi Jerry, Airlangga Hartarto bukan spesialisasi yang cocok mengemban Menteri Koordinator Bidang Ekonomi. Di pos ini dibutuhkan orang yang mengerti banyak tentang ekonomi domestik dan internasional sekaligus orang yang paham dan punya pengalaman cukup mumpuni di bidang ini.
"Kalau tidak ada reshuffle maka keadaannya makin buruk. Pentingnya ada tim Jokowi yang memantau mana yang memble kinerjanya. Setidaknya ada punishment. Kalau tidak, maka kabinet kerja tak akan maju," ungkapnya.
(jon)