Kredibilitas Ekonomi Nasional
loading...
A
A
A
Candra Fajri Ananda
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Ketidakpastian ekonomi global yang terjadi kian rumit. Bahkan, tak sedikit yang memperkiraan semakin banyak negara yang mengalami krisis. Berbagai lembaga internasional yang semula memperkirakan krisis hanya akan menyebabkan ekonomi sembilan negara ambruk, kini jumlah tersebut terus meningkat hingga 66 negara.
Artinya, seiring berjalannya waktu, krisis ekonomi global telah mulai di banyak negara di dunia. Karena itu, setiap negara di dunia kini mulai bersiap menghadapi dampak resesi yang mungkin menyerang, termasuk Indonesia.
Krisis global yang tengah terjadi adalah akumulasi dari banyak faktor yang memicu, dari dampak pandemi hingga diperparah oleh perang Rusia dengan Ukraina yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda berakhir. Lembaga keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia sejatinya telah memprediksi bahwa pandemi akan memengaruhi kondisi ekonomi dunia.
Tanda-tanda tersebut telah terlihat tatkala negara-negara dengan kekuatan ekonomi besar di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Terlebih, kondisi tersebut kian diperburuk akibat meletusnya perang Rusia-Ukraina.
Selama ini dua negara Eropa tersebut menjadi produsen dan eksportir komoditas utama dunia seperti minyak dan gas, batubara, gandum, hingga bahan baku pupuk. Perang yang berkecamuk antara Rusia-Ukraina mutlak menyebabkan terjadinya disrupsi perdagangan energi dan gandum di pasar global, serta mengirim pukulan bagi ekonomi dunia yang tengah berupaya bangkit dari pandemi.
Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 2,9% pada 2022. Perkiraan tersebut turun signifikan dari tingkat pertumbuhan global yang semula dipatok 5,7% pada 2021.Negara-negara ekonomi berkembang danemerging market, secara kolektif, pun diproyeksikan mencatat pertumbuhan hanya 3,4% pada 2022, di mana angka tersebut turun dari 6,6% pada 2021.
Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dipangkas lebih tajam dibanding versi Januari lalu. Bank Dunia memperkirakan ekonomi AS hanya akan mampu bertumbuh 2,5% pada 2022. Di sisi lain, ekonomi terbesar kedua di dunia, China, diproyeksikan menorehkan pertumbuhan ekonomi lebih positif, yakni sebesar 4,3%. Meski demikian, angka tersebut turun tajam dibanding proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang mencapai 8,1%.
Harus Waspada
Secara umum kondisi ekonomi Indonesia hingga saat ini masih tergolong kuat, bahkan tak berlebihan jika dikatakan sebagai salah satu yang terkuat di dunia. Terbukti, angka inflasi di Indonesia masih terjaga dan tergolong moderat di tengah lonjakan inflasi yang sangat tinggi di negara lain.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi tahunan di Indonesia pada Juli 4,9% tatkala laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6% dan 8,8%. Di sejumlah negara berkembang lain, Argentina dan Turki telah mencatatkan laju inflasi masing-masing 60,7% dan 73,5%. Meski kondisi ekonomi Indonesia masih tergolong kuat, dampak perlemahan perekonomian beberapa negara tersebut akan menjalar ke Indonesia.
Staf Khusus Menteri Keuangan RI
Ketidakpastian ekonomi global yang terjadi kian rumit. Bahkan, tak sedikit yang memperkiraan semakin banyak negara yang mengalami krisis. Berbagai lembaga internasional yang semula memperkirakan krisis hanya akan menyebabkan ekonomi sembilan negara ambruk, kini jumlah tersebut terus meningkat hingga 66 negara.
Artinya, seiring berjalannya waktu, krisis ekonomi global telah mulai di banyak negara di dunia. Karena itu, setiap negara di dunia kini mulai bersiap menghadapi dampak resesi yang mungkin menyerang, termasuk Indonesia.
Krisis global yang tengah terjadi adalah akumulasi dari banyak faktor yang memicu, dari dampak pandemi hingga diperparah oleh perang Rusia dengan Ukraina yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda berakhir. Lembaga keuangan dunia seperti IMF dan Bank Dunia sejatinya telah memprediksi bahwa pandemi akan memengaruhi kondisi ekonomi dunia.
Tanda-tanda tersebut telah terlihat tatkala negara-negara dengan kekuatan ekonomi besar di dunia mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Terlebih, kondisi tersebut kian diperburuk akibat meletusnya perang Rusia-Ukraina.
Selama ini dua negara Eropa tersebut menjadi produsen dan eksportir komoditas utama dunia seperti minyak dan gas, batubara, gandum, hingga bahan baku pupuk. Perang yang berkecamuk antara Rusia-Ukraina mutlak menyebabkan terjadinya disrupsi perdagangan energi dan gandum di pasar global, serta mengirim pukulan bagi ekonomi dunia yang tengah berupaya bangkit dari pandemi.
Bank Dunia memperkirakan ekonomi dunia hanya akan tumbuh 2,9% pada 2022. Perkiraan tersebut turun signifikan dari tingkat pertumbuhan global yang semula dipatok 5,7% pada 2021.Negara-negara ekonomi berkembang danemerging market, secara kolektif, pun diproyeksikan mencatat pertumbuhan hanya 3,4% pada 2022, di mana angka tersebut turun dari 6,6% pada 2021.
Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dipangkas lebih tajam dibanding versi Januari lalu. Bank Dunia memperkirakan ekonomi AS hanya akan mampu bertumbuh 2,5% pada 2022. Di sisi lain, ekonomi terbesar kedua di dunia, China, diproyeksikan menorehkan pertumbuhan ekonomi lebih positif, yakni sebesar 4,3%. Meski demikian, angka tersebut turun tajam dibanding proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang mencapai 8,1%.
Harus Waspada
Secara umum kondisi ekonomi Indonesia hingga saat ini masih tergolong kuat, bahkan tak berlebihan jika dikatakan sebagai salah satu yang terkuat di dunia. Terbukti, angka inflasi di Indonesia masih terjaga dan tergolong moderat di tengah lonjakan inflasi yang sangat tinggi di negara lain.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka inflasi tahunan di Indonesia pada Juli 4,9% tatkala laju inflasi di AS dan Uni Eropa terus mencatatkan rekor baru dalam 40 tahun terakhir, masing-masing mencapai 8,6% dan 8,8%. Di sejumlah negara berkembang lain, Argentina dan Turki telah mencatatkan laju inflasi masing-masing 60,7% dan 73,5%. Meski kondisi ekonomi Indonesia masih tergolong kuat, dampak perlemahan perekonomian beberapa negara tersebut akan menjalar ke Indonesia.