Bangsa Sehat Minus Promosi Kesehatan

Rabu, 03 Agustus 2022 - 14:00 WIB
loading...
Bangsa Sehat Minus Promosi Kesehatan
Zaenal Abidin (Foto; Ist)
A A A
Zaenal Abidin
Ketua Umum PB Ikatan Dokter Indonesia, Periode 2012 - 2015

TRANSISI epidemiologi merupakan masalah kesehatan yang banyak diperbincangkan belakangan ini. Transisi ini menyebababkan terjadinya perubahan pola penyakit yang ada di populasi. Di antara perubahan pola penyakit itu, terjadinya triple burden disease. Disebut triple burden disease karenaadanyabeban tiga penyakit atau permasalahan kesehatan yang muncul bersamaan.

Penyakit klasik yang selama ini menjadi langganan masyarakat masih tetap eksis, seperti penyakit infeksi, gizi buruk, serta kematian ibu dan anak. Kemudian muncul lagi penyakit infeksi baru (new emerging infectious disease), seperti virus ebola (1977) severe acute respiratory syndrome (SARS, 2003), Avian Influenza (2004), Covid-19 (2019).

Atau penyakit infeksi yang pernah ada pada masa lampau lalu mengalami penurunan, namun kini tingkat kejadiannya kembali menunjukkan peningkatan (re-emerging infectious disease) seperti terjadinya defteri beberapa tahun lalu. New emerging infectious disease dan re-emerging infectious disease merupakan penyakit yang pada masa terakhir menunjukkan peningkatan dan menimbulkan tanda ancaman sehingga sangat perlu diantisipasi.

Selain kedua beban penyakit di atas, meningkat pula kasus penyakit tidak menular (PTM) seperti kardiovaskular, kanker, maupun sindrom metabolik yang menakutkan. PTM merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia sebelum munculnya Covid-19. Bahkan pada masa pandemi Covid-19 pun, tetap mengancam kesehatan masyarakat. PTM menjadi komorbid atau penyakit penyerta Covid-19 dengan kematian cukup tinggi. Karena itu, masyarakat perlu menyadari betul pentingnya mencegah penyakit tidak menular.

Ketiga beban penyakit di atas acapkali mengeser diskursus kesehatan ke arah kesakitan, pengobatan, dan rumah sakit. Bahkan ketika membahas tentang sistem kesehatan nasional pun kadang tergelincir membicarakan sistem pengobatan orang sakit nasional. Jarang sekali kita fokus membahas orang sehat. Bagaimana agar mereka tetap sehat dan bertambah sehat dan mencegahnya agar tidak berisiko sakit. Padahal komunitas ini jumlah jauh lebih banyak dibanding yang sakit.

Tingginya biaya pengobatan dan pelayanan rumah sakit akhirnya menyadarkan kita bahwa sebetulnya sebagian besar beban kesehatan atau penyakit di atas dapat diatasi dengan promosi kesehatan masyarakat. Mencegah lebih baik daripada mengobati.

Promosi Kesehatan Masyarakat
Pada awal 1980 organisasi kesehatan dunia (WHO) menyimpulkan bahwa pendidikan kesehatan tidak mampu mencapai tujuannya apabila hanya memfokuskan pada upaya-upaya perubahan perilaku saja. Sebab, harus pula mencakup perubahan lingkungan (fisik, politik, ekonomi, sosial, budaya) sebagai pendukung perubahan perilaku tersebut. Karena itu, semenjak 1984 Divisi Pendidikan Kesehatan WHO diubah menjadi Divisi Promosi dan Pendidikan Kesehatan.

Promosi kesehatan bukan sekadar proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan peningkatan pengetahuan saja, tetapi bagaimana memfasilitasi perubahan perilaku. Bahkan, promosi kesehatan merupakan upaya intervensi terhadap semua determinan kesehatan (lingkungan, perilaku, pelayanan, dan herediter).

Menurut Strategi Global Promosi Kesehatan WHO (1984), promosi kesehatan mengandung sekurang-kurangnya tujuh prinsip, yaitu: a) perubahan perilaku, b) perubahan sosial, c) pengembangan kebijakan, d) pemberdayaan, e) partisipasi masyarakat, dan f) membangun kemitraan.

Selanjutnya, WHO (1984) pun mengeluarkan tiga strategi promosi, yakni: Pertama, advokasi (advocacy). Strategi ini ditujukan kepada pembuat keputusan (decision makers) baik di bidang kesehatan maupun di sektor lain di luar kesehatan. Tujuannya, agar pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan kesehatan masyarakat.

Kedua, dukungan sosial (social support). Strategi ini ditujukan kepada tokoh masyarakat baik formal maupun informal yang mempunyai pengaruh di masyakat. Tujuannya, agar kegiatan atau program kesehatan mendapatkan dukungan dari tokoh masyakat. Dan, selanjutnya tokoh masyarakat menjembatani antara pengelola kegiatan atau program kesehatan dengan masyarakat.

Ketiga, pemberdayaan masyarakat (empowerment). Strategi ini merupakan gerakan yang ditujukan kepada masyarakat secara langsung. Tujuannya, agar masyarakat memiliki kemampuan untuk memelihara dan meningkatnya derajat kesehatannya secara mandiri.

Promosi kesehatan merupakan bagian dari kegiatan untuk mencapai kesehatan bagi semua. Karena itu, dikembangkan pula konsep dan strategi promosi kesahatan baru yang lebih dinamis dan menyeluruh, yakni “Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and to improve their health.” Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Mengingat pra-kondisi yang diperlukan untuk kesehatan sangat luas, seperti suasana damai, papan, pendidikan, makanan, penghasilan, lingkungan yang stabil, sumber daya, dan keadilan sosial maka tiga strategi promosi kesehatan WHO (1984) telah dianggap kurang memadai. Untuk itu, pada Konferensi Internasional Promosi Kesehatan pertama di Ottawa (1986) dihasilkan Ottawa Charter yang memuat lima butir strategi promosi kesehatan baru. Lima stategi tersebut, yakni: Membuat kebijakan berwawasan kesehatan, menciptakan lingkungan yang mendukung, memperkuat kegiatan masyarakat, mengembangkan kemampuan keterampilan petugas, dan reorientasi pelayanan kesehatan.

Promosi Kesehatan sebagai Pencegahan Utama
Pada akhirnya kita sadar bahwa secanggih apapun pelayanan rumah sakit yang digawangi dokter spesialis dan sub-spesialis terbaik, tetap saja hanya sebagai medical backup (meminjam istilah Prof. Farid A. Moeloek, mantan Menteri Kesehatan RI dan Ketua Umum PB IDI). Artinya, pelayanan rumah sakit atau pelayanan kedokteran itu memang tempatnya di hilir atau di belakang. Bukan “garda terdepan” seperti yang selama ini sering diperdengarkan selama pandemi Covid-19. Promosi kesehatan masyarakatlah yang merupakan benteng atau garda terdepan. Dan untuk tugas ini, kini sudah banyak tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi khusus, yang mampu melaksanakannya dengan baik.

Sasaran promosi kesehatan dalam dimensi perubahan perilaku, bukan hanya kepada masyarakat (sasaran primer) dan tokoh masyarakat (sasaran sekunder), tapi juga para pemegang otoritas atau penentu kebijakan (sasaran tertier). Bahkan penentu kebijakan ini amat penting. Sebab bila penentu kebijakan mampu berbudaya hidup sehat maka pengaruhnya dapat mengalahkan tokoh masyarakat. Kebijakan, keputusan, dan keteladanannya dapat memengaruhi tokoh masyarakat serta masyarakat sekaligus. Menjadikan penentu kebijakan sebagai sasaran utama perubahan perilaku adalah sejalan strategi promosi kesehatan WHO (1984) dan Ottawa Charter (1986).

Dari segi ruang lingkup, promosi kesehatan mencakup dua aspek, yaitu: aspek pelayanan kesehatan dan aspek tatanan atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan. Aspek pelayanan kesehatan meliputi dimensi preventif-promotif dan dimensi kuratif-rehabilitatif. Sedang aspek tatanan dan tempat pelaksanaan, dikelompokkan menjadi: promosi pada tatanan keluarga, tempat kerja, tempat-tempat umum, sekolah, fasilitas pelayanan kesehatan, dan sebagainya.

Sasaran dimensi preventif-promotif adalah komunitas orang sehat yang merupakan 80-85% dari populasi. Populasi ini sering diabaikan dalam upaya kesehatan. Bila terus diabaikan maka jumlah populasi ini akan berkurang karena bergeser ke wilayah sakit.

Sementara pada dimensi kuratif-rehabilitatif terdapat tiga jenis pencegahan. Pencegahan tingkat pertama dengan sasaran kelompok masyarakat berisiko tinggi. Pencegahan tingkat kedua dengan sasaran kelompok masyarakat penderita penyakit kronis. Pencegahan tingkat ketiga dengan sasaran pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit.

Bila kegiatan di garda terdepan ini dilakukan secara tepat (strategi dan sasaran), maka populasi yang selama ini sehat akan tetap sehat. Masyarakat yang risiko tinggi juga dapat menjadi sehat atau setidaknya dapat dicegah sehingga tidak jatuh sakit. Kalau pun ada yang sakit harapannya tidak terlampau parah. Demikian pula yang sakit kronis dan yang baru sembuh diharapkan makin membaik.

Begitu pentingnya promosi kesehatan (health promotion) ini sehingga Leavel and Clark menempatkannya pada urutan pertama dalam konsep “five level of prevention.” Disusul perlindungan khusus melalui imunisasi, diagnosis dini dan pengobatan segera, membatasi atau mengurangi kecacatan, dan pemulihan. Karena itu, suatu utopia bercita-cita menjadi bangsa sehat, tapi minus promosi kesehatan. Wallahu a'lam bishawab.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1129 seconds (0.1#10.140)