Partai Politik dan Asa Demokrasi

Jum'at, 22 Juli 2022 - 15:41 WIB
loading...
A A A
Sejarah lagi-lagi menunjukkan, bahwa tak ada satu doktrin pun yang bisa demikian luas melayani kemanusiaan, selain agama dan rasa kebangsaan. Maka tidak mengherankan bila, para pendiri bangsa ini, menyusun rencana politik yang sangat mapan, dengan membuat skema konvergensi kebangsaan baru di atas pondasi keagamaan dan kebangsaan yang ada di Nusantara, yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Sayangnya, yang kini sedang dipentaskan di negeri ini justru sisi kelam dari keduanya. Di mana ancaman terhadap NKRI ini dibuat seolah-olah nyata sehingga glorifikasi untuk menyelamatkan NKRI menjadi jargon yang terus mengemuka selama lebih dari lima tahun terakhir. Demikian juga sebaliknya, wacana tentang ancaman penistaan agama dan penghancuran agama secara sistematis oleh kelompok tertentu terus didengungkan.

Terkait dengan itu, tidak bisa tidak, kedua klaim ini harus segera dirobohkan dengan cara apapun. Bila tidak, hari-hari ke depan kita akan di bayang-bayang masa depan yang kelam, di mana rasa kebangsaan akan menjelma menjadi fasisme, dan nilai-nilai keagamaan akan menjadi fanatisme buta. Sejarah sudah menunjukkan, kedua-duanya tidak pernah melayani kemanusiaan, melainkan akan menyeret martabat kemanusiaan hingga ketitik terendah peradabannya.

Pada titik ini, partai politik adalah pihak yang bisa kita harapkan untuk membuat demokrasi kita tetap tumbuh di atas koridornya. Partai politiklah kanal aspirasi yang sepatutnya mengonversi tendensi-tendensi subjektif masyarakat menjadi satu kritik yang objektif dan konstruktif.

Partai politik harus hadir sebagai sokoguru demokrasi yang mencontohkan kepada masyarakat bagaimana caranya menyampaikan pendapat dengan baik dan akurat. Bagaimana caranya beroposisi yang benar, sehingga narasi-narasi alternatif bisa tumbuh secara elegan dan bisa dipertanggungjawabkan.

Lebih dari itu, partai politik harus menjadi sekolah demokrasi yang memproduksi kader-kader berkualitas, sehingga masyarakat tidak terbatas pilihannya.

Pada akhirnya, persoalan utama kita bukan merumuskan siapa kandidat untuk 2024, tapi membersihkan sampah konflik yang sudah berserak di tengah masayarakat. Karena, tentu, kita tak ingin demokrasi yang kita banggakan bersama, harus mati di altar provokasi. Bisakah koalisi-koalisi partai politik ini melakukan hal itu? Wallahu’alam bi sawab.

Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1703 seconds (0.1#10.140)