Kebijakan Pendidikan Jangan Hanya Fokus pada Peluang Ekonomi
loading...
A
A
A
Latasha Safira
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)
SELAIN untuk memperoleh ilmu, apakah sebenarnya tujuan pendidikan? Semua orang pasti punya pendapat masing-masing. Pendapat yang sering terdengar adalah menghubungkan pendidikan dengan peluang ekonomi. Simak saja pembahasan seputar dampak ekonomi dari learning loss yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Bank Dunia (2020) memperkirakan bahwa hanya dalam satu tahun penutupan sekolah, negara- negara berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berisiko mengalami penurunan PDB masing-masing, sekitar 61%, 22% dan 9%.
Pada akhirnya, apa yang dipertimbangkan sebagai “tujuan” akan berdampak pada bagaimana kita merancang kebijakan-kebijakan pendidikan.
Dalam kasus Indonesia, tujuan dari kebijakan pendidikan cenderung menuju ke arah pembangunan ekonomi. Selama Orde Baru, sistem pendidikan nasional dibentuk untuk mempersiapkan kaum muda untuk terjun ke dunia kerja, memperkuat angkatan kerja dan perekonomian nasional Indonesia.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim bahkan mengatakan, dampak kebijakan barunya hanya akan terasa “saat para mahasiswa masuk dunia kerja”.
Jadi, apakah kebijakan pendidikan kita sudah memenuhi tujuan ini? Mari kita lihat kasus siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) Indonesia yang menawarkan sepuluh payung jurusan seperti Teknologi Manufaktur dan Rekayasa, Bisnis Manajemen dan Pariwisata.
SMK adalah bagian dari sektor Pendidikan dan Pelatihan Teknik dan Kejuruan (TVET), salah satu bidang fokus pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Oleh karena itu, SMK bertujuan untuk membantu transisi siswa ke dunia kerja.
Sayangnya, mayoritas pengangguran di Indonesia justru berasal dari lulusan SMK, sebesar 11,3%. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menunjukkan, pengangguran SMK bahkan lebih banyak dibandingkan dengan yang hanya menyelesaikan pendidikan dasar (3,61%).
Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat sebesar 70% lulusan SMK mencari pekerjaan setelah lulus, dan hanya 30% melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS)
SELAIN untuk memperoleh ilmu, apakah sebenarnya tujuan pendidikan? Semua orang pasti punya pendapat masing-masing. Pendapat yang sering terdengar adalah menghubungkan pendidikan dengan peluang ekonomi. Simak saja pembahasan seputar dampak ekonomi dari learning loss yang terjadi selama pandemi Covid-19.
Bank Dunia (2020) memperkirakan bahwa hanya dalam satu tahun penutupan sekolah, negara- negara berpenghasilan rendah, menengah, dan tinggi berisiko mengalami penurunan PDB masing-masing, sekitar 61%, 22% dan 9%.
Pada akhirnya, apa yang dipertimbangkan sebagai “tujuan” akan berdampak pada bagaimana kita merancang kebijakan-kebijakan pendidikan.
Dalam kasus Indonesia, tujuan dari kebijakan pendidikan cenderung menuju ke arah pembangunan ekonomi. Selama Orde Baru, sistem pendidikan nasional dibentuk untuk mempersiapkan kaum muda untuk terjun ke dunia kerja, memperkuat angkatan kerja dan perekonomian nasional Indonesia.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim bahkan mengatakan, dampak kebijakan barunya hanya akan terasa “saat para mahasiswa masuk dunia kerja”.
Jadi, apakah kebijakan pendidikan kita sudah memenuhi tujuan ini? Mari kita lihat kasus siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) Indonesia yang menawarkan sepuluh payung jurusan seperti Teknologi Manufaktur dan Rekayasa, Bisnis Manajemen dan Pariwisata.
SMK adalah bagian dari sektor Pendidikan dan Pelatihan Teknik dan Kejuruan (TVET), salah satu bidang fokus pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Oleh karena itu, SMK bertujuan untuk membantu transisi siswa ke dunia kerja.
Sayangnya, mayoritas pengangguran di Indonesia justru berasal dari lulusan SMK, sebesar 11,3%. Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menunjukkan, pengangguran SMK bahkan lebih banyak dibandingkan dengan yang hanya menyelesaikan pendidikan dasar (3,61%).
Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat sebesar 70% lulusan SMK mencari pekerjaan setelah lulus, dan hanya 30% melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.