Koperasi Agribisnis Digital

Selasa, 12 Juli 2022 - 09:54 WIB
loading...
Koperasi Agribisnis Digital
Muh Faturokhman (Foto: Ist)
A A A
Muh Faturokhman
Dosen Prodi Manajemen Agribisnis, Sekolah Vokasi IPB University/Pengurus Harian ICMI Orwilsus Bogor

SEJAK kelahiran Koperasi 77 tahun lalu, tepatnya 12 Juli 1945 melalui kongres pertama yang diadakan di Tasikmalaya, gerakan koperasi sudah memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional. Koperasi baik dalam bentuk kelembagaan usaha ataupun gerakan, mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi dan pertanian.

Dalam bidang ekonomi, peran signifikan koperasi adalah mewadahi kelembagaan pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dalam berbagai jenis usaha. Selain itu, koperasi mampu men-support kebutuhan finansial pelaku UMKM. Data Kementerian Keuangan (2021) menunjukan bahwa UMKM memiliki kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 61,07%. Bahkan UMKM merupakan sektor yang mendominasi penyerapan tenaga kerja nasional hingga 97%. Kondisi ini menunjukan kontribusi besar UMKM dan koperasi dalam pembangunan nasional.

Di bidang pertanian, sejarah mencatat bahwa Indonesia untuk pertama kalinya dapat melakukan swasembada pangan khususnya komoditas beras dari 1984-1988. Swasembada ini mendapatkan penghargaan dari badan pangan dunia (FAO), tepatnya pada 1985. Prestasi tersebut tidak lepas dari kontribusi KUD (Koperasi Unit Desa) yang mampu menjadi salah satu penggerak sektor budidaya pertanian, perikanan dan peternakan.

Saat ini, peran tersebut relatif menurun seiring dengan menurunnya peran KUD di berbagai daerah. Namun secara umum peran koperasi yang berbasis agribisnis cukup signifikan dalam penyediaan kebutuhan pangan nasional baik dalam sektor pertanian, sektor perikanan dan kelautan dan sub sektor peternakan.

Pada era digitalisasi saat ini, koperasi berbasis agribisnis memiliki peran dan tantangan yang berbeda, agar mampu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat disrupsi.

Tantangan Koperasi Berbasis Agribisnis
Era industri 4.0 telah mendisrupsi semua bidang kehidupan, tidak terkecuali bidang pemasaran dan bisnis yang melekat pada aktivitas koperasi. Berbagai pendekatan koperasi yang dilakukan secara konvensional harus mulai disesuaikan dengan pendekatan digitalisasi. Ketertinggalan dalam mereposisi pendekatan bisnis akan berdampak pada teralienasinya koperasi dalam persaingan pasar.

Strategi marketing mix (bauran pemasaran) dari mulai strategi produk, strategi harga, strategi promosi dan strategi tempat (distribusi) harus menyesuaikan dengan pendekatan digitalisasi. Dalam hal ini, konsep digitalisasi tidak hanya dimaknai dalam konteks alat (tools), tapi juga fungsi dan daya respons terhadap perubahan-perubahan pasar atau konsumen antara lain dalam bentuk fisik dan pelayanan. Responsivitas terhadap perubahan atribut konsumen yang beragam dapat diantisipasi jika koperasi memiliki daya inovasi dan kreativitas, sehingga bagaimanapun perubahan yang terjadi, maka koperasi dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Pereira et al (2020) dalam menghadapi revolusi 4.0, tantangan pelaku bisnis antara lain, pertama pelaku bisnis harus mampu untuk terus berinovasi guna menghadirkan produk-produk baru sesuai kebutuhan konsumen dan tren pasar dalam waktu singkat. Kedua, pelaku bisnis harus mampu mendesain sIstem kerja yang produktif, efisien dan fleksibel guna memperkuat keunggulan daya saing di seluruh jaringannya, dan ketiga, kecerdasan buatan akan memegang peran penting dalam mengintegrasikan business process, produk dan peralatan pendukung operasional bisnis.

Tantangan yang sama dihadapi oleh koperasi berbasis agribisnis di era 4.0, bahkan jauh lebih pelik. Komoditas pertanian yang memiliki karakteristik perishable food, bulky, non homogenity atau beragam jenis dan bentuk serta musiman tentu membutuhkan penanganan yang lebih kompleks. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi koperasi dalam menerapkan digitalisasi pada komoditas pertanian. Misalnya dalam penjualan komoditas pertanian secara online dengan menggunakan media sosial, marketplace atau e-commerce tentu pembeli bisa berasal dari luar daerah atau luar pulau bahkan luar negeri.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2033 seconds (0.1#10.140)