Hasto: Kepemimpinan dan Ideologi Tentukan Peran Parpol bagi Dunia
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Agar bisa berperan mewujudkan perdamaian dan keadilan dunia sebagai tujuan bernegara, partai politik harus memperkuat institusionalisasi atau pelembagaan partainya. Dua faktor utama institusionalisasi parpol yang mempengaruhi adalah kepemimpinan stratejik serta basis ideologi partai tersebut.
Demikian diungkap Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang juga Doktor Ilmu Pertahanan lulusan Unhan RI. Itu disampaikannya saat memaparkan hasil risetnya dalam Seminar Internasional bertema Partai Politik dan Demokrasi, dengan sub tema Peran Partai Politik Dalam Mempromosikan Keadilan dan Perdamaian Dunia (The Political Parties Roles in Promoting The World Peace Justice).
Dalam acara yang digelar secara hybrid di Yogyakarta itu, Hasto mengatakan dirinya saat ini adalah kandidat doktor di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia. Di situ, Hasto dibimbing oleh Prof Satya Arinanto dan Dr Hanief Saha Ghafur dan tema seminar itu sejalan dengan kajian yang ditelitinya.
Hasto mengatakan yang pertama adalah parpol harus memahami tujuan bernegara dan saripati Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia untuk dunia. Dengan itu, setiap parpol sadar bahwa ia harus menjalankan peran strategisnya dalam perjuangan mewujudkan tatanan dunia baru sebagaimana telah dirintis Bung Karno.
“Dalam konteks itu, kepemimpinan stratejik dengan muatan ideologi menentukan peran aktif dalam perjuangan keadilan dan perdamaian dunia,” kata Hasto.
“Hasil survei kognisi masyarakat menunjukkan bahwa tanpa kepemimpinan, ideologi, kultur dan institusionalisasi, parpol dapat terseret dalam kontestasi yang dapat mengaburkan identitas dan platform partai. Parpol tidak akan sempat memikirkan hal strategis termasuk politik internasionalnya,” sambungnya.
Dr Connie Rahakundini Bakrie, narasumber lainnya dalam seminar itu, menjelaskan bagaimana para Founding Fathers Indonesia telah memproyeksikan tujuan bernegara dalam kancah internasional. Menurutnya, demokrasi yang dikampanyekan Soekarno dan pendiri bangsa pada saat itu, tidak serta merta copy paste demokrasi ala Barat yang cenderung menguntungkan hanya kaum borjuis serta jadi wadah tumbuhnya kapitalisme.
Sehingga Connie sepakat apabila parpol di Indonesia saat ini perlu melihat kembali pemikiran dan strategi para pendiri bangsa itu yang ternyata masih aktual, dan futuristik atau melampaui zamannya.
“Diperlukan gerakan negara untuk revisit kekuatan berpikir futuristik Presiden Soekarno menuju To Build The World A New Edisi II,” kata Connie.
Pembicara lainnya dalam seminar itu, Prof Satya Arinanto menjelaskan sejarah partai politik di Indonesia. Jika dahulu di masa Orde Baru ada pembatasan partai politik, maka pasca Reformasi 1998 hal itu sudah dihapus. Sehingga sudah terbangun kondisi bagi partai politik di Indonesia untuk memperkuat institusionalisasi atau pelembagaannya.
“Selama era Reformasi, state governance melalui pemberdayaan partai politik menjadi lebih demokratis bila dibanding dengan kondisi selama masa Orde Baru,” kata Satya.
Mantan Ketua KPU periode 2016-2021, Arief Budiman mengatakan peran partai politik penting dalam melembagakan demokrasi pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilpres, Pileg, dan Pilkada.
Peran strategis parpol juga dibutuhkan dalam proses kaderisasi untuk pengisian jabatan politik.
“Pendidikan politik untuk rakyat sangat penting. Sejatinya, politik itu untuk rakyat, bukan untuk politisi. Menjadikan rakyat cerdas untuk memilih menjadi kuncinya,” kata Arief.
Demikian diungkap Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang juga Doktor Ilmu Pertahanan lulusan Unhan RI. Itu disampaikannya saat memaparkan hasil risetnya dalam Seminar Internasional bertema Partai Politik dan Demokrasi, dengan sub tema Peran Partai Politik Dalam Mempromosikan Keadilan dan Perdamaian Dunia (The Political Parties Roles in Promoting The World Peace Justice).
Dalam acara yang digelar secara hybrid di Yogyakarta itu, Hasto mengatakan dirinya saat ini adalah kandidat doktor di Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) Universitas Indonesia. Di situ, Hasto dibimbing oleh Prof Satya Arinanto dan Dr Hanief Saha Ghafur dan tema seminar itu sejalan dengan kajian yang ditelitinya.
Hasto mengatakan yang pertama adalah parpol harus memahami tujuan bernegara dan saripati Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia untuk dunia. Dengan itu, setiap parpol sadar bahwa ia harus menjalankan peran strategisnya dalam perjuangan mewujudkan tatanan dunia baru sebagaimana telah dirintis Bung Karno.
“Dalam konteks itu, kepemimpinan stratejik dengan muatan ideologi menentukan peran aktif dalam perjuangan keadilan dan perdamaian dunia,” kata Hasto.
“Hasil survei kognisi masyarakat menunjukkan bahwa tanpa kepemimpinan, ideologi, kultur dan institusionalisasi, parpol dapat terseret dalam kontestasi yang dapat mengaburkan identitas dan platform partai. Parpol tidak akan sempat memikirkan hal strategis termasuk politik internasionalnya,” sambungnya.
Dr Connie Rahakundini Bakrie, narasumber lainnya dalam seminar itu, menjelaskan bagaimana para Founding Fathers Indonesia telah memproyeksikan tujuan bernegara dalam kancah internasional. Menurutnya, demokrasi yang dikampanyekan Soekarno dan pendiri bangsa pada saat itu, tidak serta merta copy paste demokrasi ala Barat yang cenderung menguntungkan hanya kaum borjuis serta jadi wadah tumbuhnya kapitalisme.
Sehingga Connie sepakat apabila parpol di Indonesia saat ini perlu melihat kembali pemikiran dan strategi para pendiri bangsa itu yang ternyata masih aktual, dan futuristik atau melampaui zamannya.
“Diperlukan gerakan negara untuk revisit kekuatan berpikir futuristik Presiden Soekarno menuju To Build The World A New Edisi II,” kata Connie.
Pembicara lainnya dalam seminar itu, Prof Satya Arinanto menjelaskan sejarah partai politik di Indonesia. Jika dahulu di masa Orde Baru ada pembatasan partai politik, maka pasca Reformasi 1998 hal itu sudah dihapus. Sehingga sudah terbangun kondisi bagi partai politik di Indonesia untuk memperkuat institusionalisasi atau pelembagaannya.
“Selama era Reformasi, state governance melalui pemberdayaan partai politik menjadi lebih demokratis bila dibanding dengan kondisi selama masa Orde Baru,” kata Satya.
Mantan Ketua KPU periode 2016-2021, Arief Budiman mengatakan peran partai politik penting dalam melembagakan demokrasi pada setiap tahapan penyelenggaraan Pilpres, Pileg, dan Pilkada.
Peran strategis parpol juga dibutuhkan dalam proses kaderisasi untuk pengisian jabatan politik.
“Pendidikan politik untuk rakyat sangat penting. Sejatinya, politik itu untuk rakyat, bukan untuk politisi. Menjadikan rakyat cerdas untuk memilih menjadi kuncinya,” kata Arief.
(kri)