Wasekjen PBNU Minta Hormati Proses Hukum Kasus Mardani Maming
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal PBNU Abdul Qodir mengatakan, pernyataan pengamat Abdul Fickar Hadjar mengenai pengenaan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang) dalam Kasus Mardani H Maming bisa menyeret PBNU sebagai sesuatu yang tendensius. Menurut Qodir, pernyataan Fickar tersebut serampangan, sama sekali tidak berdasarkan fakta, dan bahkan sudah cenderung menyerang figur Ketum PBNU dan lembaga PBNU.
"Abdul Fickar Hadjar jelas sangat ngawur. (Dalam kasus Mardani Maming) Pengalihan IUP terjadi lebih dari 10 tahun lalu dan bahkan saat itu Ketum PBNU Gus Yahya, belum mengenal Mardani H Maming. Sungguh aneh ketika seorang yang mengaku akademisi hukum bisa mengaitkan NU dan Ketum PBNU dengan kasus Mardani H Maming," kata Qodir dikutip dari keterangannya, Sabtu (2/7/2022).
Qodir menambahkan, mengenai kemungkinan agenda lain yang diusung oleh Abdul Fickar pihaknya tidak tahu-menahu. "Yang jelas, seorang akademisi semestinya bisa netral dan objektif dalam memberikan analisa, tidak malah membawa agenda untuk mendiskreditkan yang bukan kelompoknya," ujarnya.
Qodir menghargai hak setiap orang untuk berpendapat, khususnya hak akademisi untuk menyampaikan pandangannya ke publik. "Tapi kami berkepentingan untuk menjaga muruah institusi PBNU dan Ketum PBNU dari berbagai hoaks dan komentar picisan yang tidak berfaedah mencerdaskan kehidupan publik, dan bahkan sebaliknya bisa menimbulkan mudharat dan mafsadat," katanya.
Untuk itu Qodir mendesak Abdul Fickar untuk mengoreksi pernyataannya. "Kami mendesak Abdul Fickar Hadjar untuk mengoreksi dan meluruskan pernyataannya, serta berhenti memproduksi provokasi murahan," kata Qodir yang juga advokat ini.
Ia mengimbau semua kalangan untuk menghormati proses hukum. Menurut, Mardani H Maming sedang menggunakan haknya untuk memperjuangkan keadilan. "Akademisi, KPK dan penegak hukum lainnya, serta masyarakat perlu turut menegakkan prinsip praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah tak boleh hanya menjadi jargon belaka," katanya.
"Abdul Fickar Hadjar jelas sangat ngawur. (Dalam kasus Mardani Maming) Pengalihan IUP terjadi lebih dari 10 tahun lalu dan bahkan saat itu Ketum PBNU Gus Yahya, belum mengenal Mardani H Maming. Sungguh aneh ketika seorang yang mengaku akademisi hukum bisa mengaitkan NU dan Ketum PBNU dengan kasus Mardani H Maming," kata Qodir dikutip dari keterangannya, Sabtu (2/7/2022).
Qodir menambahkan, mengenai kemungkinan agenda lain yang diusung oleh Abdul Fickar pihaknya tidak tahu-menahu. "Yang jelas, seorang akademisi semestinya bisa netral dan objektif dalam memberikan analisa, tidak malah membawa agenda untuk mendiskreditkan yang bukan kelompoknya," ujarnya.
Qodir menghargai hak setiap orang untuk berpendapat, khususnya hak akademisi untuk menyampaikan pandangannya ke publik. "Tapi kami berkepentingan untuk menjaga muruah institusi PBNU dan Ketum PBNU dari berbagai hoaks dan komentar picisan yang tidak berfaedah mencerdaskan kehidupan publik, dan bahkan sebaliknya bisa menimbulkan mudharat dan mafsadat," katanya.
Untuk itu Qodir mendesak Abdul Fickar untuk mengoreksi pernyataannya. "Kami mendesak Abdul Fickar Hadjar untuk mengoreksi dan meluruskan pernyataannya, serta berhenti memproduksi provokasi murahan," kata Qodir yang juga advokat ini.
Ia mengimbau semua kalangan untuk menghormati proses hukum. Menurut, Mardani H Maming sedang menggunakan haknya untuk memperjuangkan keadilan. "Akademisi, KPK dan penegak hukum lainnya, serta masyarakat perlu turut menegakkan prinsip praduga tidak bersalah. Asas praduga tidak bersalah tak boleh hanya menjadi jargon belaka," katanya.
(abd)