Ini Pendapat Calon Hakim Agung Soal Ibu Bawa Poster Minta Ganja Medis
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi III DPR RI melakukan uji kelayakan terhadap tujuh calon Hakim Agung dan tiga calon Ad Hoc selama dua hari, mulai Selasa (28/6/2022). Salah satu calon Hakim Agung Kamar Pidana, Suradi diminta pendapatnya terkait penggunaan ganja medis.
Beberapa hari lalu media sosial dihebohkan dengan aksi seorang ibu yang membawa poster meminta untuk mendapatkan ganja medis bagi anaknya karena penyakit yang dideritanya. Suradi diminta pendapatnya apakah mementingkan nilai kemanusiaan atau ketaatannya dalam ranah hukum.
Suradi menjelaskan, aturan tersebut kembali kepada asas keterpaksaan yang diterapkan oleh hukum. Ada alasan memaafkan jika memang keadaan benar-benar terpaksa.
"Ini kembali ke asas keterpaksaan. Kalau memang benar-benar terpaksa tidak ada cara lain untuk ini, ya itu ada alasan memaafkan. Jadi kalau memang terpaksa," ungkap Suradi dalam paparannya Selasa (28/6/2022).
Dia melanjutkan, peraturan hukum tersebut juga disamakan dengan aturan pidana mati. Jika ada upaya lain selain pidana mati, hal tersebut juga tidak perlu dilakukan.
"Apakah tidak ada upaya lain selain pidana mati. Kalau ada peraturan lain tidak usah diterapkan pidana mati," ujarnya. Baca: DPR Hati-hati Kaji Pelegalan Penggunaan Ganja Medis
Diberitakan sebelumnya, seorang ibu bernama Santi Warastuti mengadukan kondisi anaknya ke pimpinan DPR. Santi merupakan penggugat uji materi Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika, yang meminta legalisasi ganja untuk kebutuhan medis.
Anak Santi saat ini mengidap penyakit cerebral palsy atau gangguan pada otak yang memengaruhi gerakan dan tonus otot atau postur tubuh. Pengobatan yang efektif untuk anaknya adalah dengan terapi minyak biji ganja.
Beberapa hari lalu media sosial dihebohkan dengan aksi seorang ibu yang membawa poster meminta untuk mendapatkan ganja medis bagi anaknya karena penyakit yang dideritanya. Suradi diminta pendapatnya apakah mementingkan nilai kemanusiaan atau ketaatannya dalam ranah hukum.
Suradi menjelaskan, aturan tersebut kembali kepada asas keterpaksaan yang diterapkan oleh hukum. Ada alasan memaafkan jika memang keadaan benar-benar terpaksa.
"Ini kembali ke asas keterpaksaan. Kalau memang benar-benar terpaksa tidak ada cara lain untuk ini, ya itu ada alasan memaafkan. Jadi kalau memang terpaksa," ungkap Suradi dalam paparannya Selasa (28/6/2022).
Dia melanjutkan, peraturan hukum tersebut juga disamakan dengan aturan pidana mati. Jika ada upaya lain selain pidana mati, hal tersebut juga tidak perlu dilakukan.
"Apakah tidak ada upaya lain selain pidana mati. Kalau ada peraturan lain tidak usah diterapkan pidana mati," ujarnya. Baca: DPR Hati-hati Kaji Pelegalan Penggunaan Ganja Medis
Diberitakan sebelumnya, seorang ibu bernama Santi Warastuti mengadukan kondisi anaknya ke pimpinan DPR. Santi merupakan penggugat uji materi Undang-Undang Nomor 35/2009 tentang Narkotika, yang meminta legalisasi ganja untuk kebutuhan medis.
Anak Santi saat ini mengidap penyakit cerebral palsy atau gangguan pada otak yang memengaruhi gerakan dan tonus otot atau postur tubuh. Pengobatan yang efektif untuk anaknya adalah dengan terapi minyak biji ganja.
(hab)