ICW-TII Evaluasi Kinerja KPK: Penindakan Melempem, Pencegahan Tak Optimal

Kamis, 25 Juni 2020 - 14:03 WIB
loading...
ICW-TII Evaluasi Kinerja...
Foto/ilustrasi.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama enam bulan terakhir dinilai telah memasuki masa suram. Berdasarkan catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII), ada beragam masalah internal yang ikut menyebabkan sepak terjang lembaga antirasuah itu menurun.

Peneli ICW Kurnia Ramadhana mengungkapkan ada tiga fokus utama dari hasil kajian evaluasinya terhadap KPK. Hal itu meliputi kinerja penindakan, pencegahan, dan kebijakan internal organisasi.

“Ketiga poin ini nantinya diharapkan dapat mencerminkan situasi stagnasi pemberantasan korupsi di KPK,” kata Kurnia dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (25/6/2020).

(Baca: Naik Helikopter Swasta, Ketua KPK Dilaporkan Lagi ke Dewan Pengawas)

Menurutnya, upaya penindakan yang dilakukan oleh KPK menurun drastis dan seringkali justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Padahal instrumen penindakan menjadi salah satu bagian utama untuk memberikan efek jera pada pelaku kejahatan korupsi.

“Hal ini didasari atas minimnya tangkap tangan, menghasilkan banyak buronan, tidak menyentuh perkara besar, dan juga abai dalam melindungi para saksi,” terangnya.

Selanjutnya, Kurnia menyebut fungsi pencegahan juga belum berjalan optimal. Minimnya koordinasi dan supervisi dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, ketiadaan strategi baru dalam pencegahan kerugian keuangan negara, stagnasi program pencegahan korupsi di sektor strategis, dan strategi nasional pencegahan korupsi belum efektif.

“Sehingga, KPK dalam hal ini penting untuk merombak ulang strategi pencegahan karena terbukti gagal dalam enam bulan terakhir,” tambah dia.

(Baca: Dewas KPK Terima Bukti Pengaduan Gaya Hidup Mewah Firli Bahuri)

Selain itu, kebijakan internal KPK seringkali hanya didasarkan atas penilaian subjektivitas semata. Bahkan, dengan melihat iklim di lembaga anti rasuah saat ini, publik dapat memahami bahwa terdapat dominasi dari salah satu pimpinan KPK dalam mengambil setiap kebijakan.

Kesimpulan itu merujuk pada fakta yang terjadi di KPK, diantaranya, pengembalian paksa penyidik KPK ke Polri, penafsiran keliru publikasi penghentian penyelidikan, tertutupnya akses publik, upaya intervensi pemanggilan saksi, kental dengan gimmick politik, dan memberikan perlakuan khusus kepada tersangka.

“Tentu ini menunjukkan minimnya pengetahuan dari Pimpinan KPK untuk menciptakan tata kelola organisasi yang baik,” imbuhnya lagi.

(Baca: Gaya Hidup Mewah, ICW Minta Dewas KPK Tidak Ragu Tindak Firli Bahuri)

Fungsi Dewan Pengawas (Dewas) KPK juga dianggap belum berjalan efektif sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019. Menurut dia, hal itu karena sejak Dewas KPK dilantik, tidak pernah ada temuan penting terkait potensi pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan lembaga anti rasuah tersebut.

Padahal di sisi lain, publik dapat dengan mudah melihat ragam kontroversi yang telah dihasilkan oleh pimpinan KPK. “Ini menujukkan bahwa Dewan Pengawas berupaya menutup diri terhadap ragam persoalan di era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri. Tak hanya itu, saat merumuskan kode etik, Dewan Pengawas juga tidak lagi mengakomodir pengaturan etik Pimpinan KPK,” tukasnya.

Lantaran demikian, ICW dan TII merekomendasikan KPK untuk membenahi sektor penindakan, terlebih dengan memastikan adanya objektivitas dan independen saat mengusut sebuah perkara. Tak hanya itu, integrasi antara penindakan dan pencegahan pun perlu dipikirkan ulang serta juga mereformulasikan strategi pencegahan yang selama ini ada di KPK.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1205 seconds (0.1#10.140)