Puncak Kezuhudan Ilmuwan
loading...
A
A
A
Program Doktornya di Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Kanada dengan disertasi Islam, Politics, and Ideology in Indonesia: A Study of The Process of Muslim Acceptance of the Pancasila (1995). Peripurnanya strata pendidikan perpaduan Barat-Timur, tradisional-modern, tak lantas membuat Faisal menjadi Barat atau terbaratkan. Narasi-narasi pemikirannya justru lugas dan tegas banyak mengkritik Barat meskipun tidak anti Barat.
Pribadi Asketis
Kezuhudan atau asketisme melekat kuat pada kesehariannya. Meskipun sejumlah jabatan di kampus (dekan dan direktur pascasarjana), di birokrasi Kementrian Agama (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Sekretaris Jenderal dan Staf Ahli Menteri Agama bidang Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia) maupun sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Negara Kuwait merangkap Kerajaan Bahrain telah dicapainya, tetapi Prof Faisal tetaplah hidup sederhana. Nyaris sulit membedakan antara beliau sebelum menjadi pejabat dan setelahnya. Saat ke Jakarta untuk menengok anak, menantu dan cucu-cucunya Prof Faisal masih sering menggunakan kereta api. Jika pun naik pesawat, dari bandara ke rumah anak-menantunya, tak segan menggunakan bus/Damri bersambung ojek.
Pola hidup sederhana inilah yang membuatnya tak pernah mengalami post-power syndrome seperti banyak dialami mantan-mantan pejabat yang terbiasa dilayani. Kembali ke kampus, beliau mengajar dengan tekun, tanpa terganggu oleh status sebagai pejabat yang pernah disandangnya. Koherensi karakterologis ini terpancar kuat, sehingga tulisan-tulisannya di media dan di buku-bukunya tetap kritis dan tajam seperti biasanya. Kekuatan Prof Faisal Ismail adalah satunya ucapan dengan perbuatan. Sehingga narasi yang mengalir deras dari pemikirannya, jelas dan tegas menjadi ekspresi kejujuran sebagai intelektual. Dunia terus berubah, isu-isu berhamburan setiap saat, tetapi sebagai intelektual Prof Faisal fokus menulis di bidang yang menjadi keahliannya.
Dalam kehidupan sehari-sehari sebagai ayah, mertua dan kakek dari tiga cucunya, Prof. Faisal merupakan gambaran sosok ideal (role model) demokratis. Jarang bahkan teramat sulit menemukan ekspresi kemarahan, selalu halus bertutur, tidak pernah memaksakan kehendak dan lebih banyak memberi keleluasaan pada anak-anak dan cucunya untuk berpendapat dan mengambil sikap. Pola hidup sederhana yang mengalir alami, tidak dibuat-buat.
Puncak kezuhudan memancar sesaat sebelum meninggalkan dunia yang fana. Beliau berdandan rapih, menunaikan shalat ashar dengan memakai kemeja kotak-kotak dan sarung kesayangannya. Usai shalat lantas beliau masuk kamar, dalam posisi tangan seperti sedang takbirotul ihrom. Prof Faisal mengembuskan nafas terakhirnya untuk menghadap Sang Khalik dalam kondisi sangat tenang, damai dan terpancar pesona keikhlasan. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Selamat jalan guru, orang tua sekaligus panutan istimewa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Pribadi Asketis
Kezuhudan atau asketisme melekat kuat pada kesehariannya. Meskipun sejumlah jabatan di kampus (dekan dan direktur pascasarjana), di birokrasi Kementrian Agama (Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Agama, Sekretaris Jenderal dan Staf Ahli Menteri Agama bidang Hukum dan Hak-hak Asasi Manusia) maupun sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik Indonesia untuk Negara Kuwait merangkap Kerajaan Bahrain telah dicapainya, tetapi Prof Faisal tetaplah hidup sederhana. Nyaris sulit membedakan antara beliau sebelum menjadi pejabat dan setelahnya. Saat ke Jakarta untuk menengok anak, menantu dan cucu-cucunya Prof Faisal masih sering menggunakan kereta api. Jika pun naik pesawat, dari bandara ke rumah anak-menantunya, tak segan menggunakan bus/Damri bersambung ojek.
Pola hidup sederhana inilah yang membuatnya tak pernah mengalami post-power syndrome seperti banyak dialami mantan-mantan pejabat yang terbiasa dilayani. Kembali ke kampus, beliau mengajar dengan tekun, tanpa terganggu oleh status sebagai pejabat yang pernah disandangnya. Koherensi karakterologis ini terpancar kuat, sehingga tulisan-tulisannya di media dan di buku-bukunya tetap kritis dan tajam seperti biasanya. Kekuatan Prof Faisal Ismail adalah satunya ucapan dengan perbuatan. Sehingga narasi yang mengalir deras dari pemikirannya, jelas dan tegas menjadi ekspresi kejujuran sebagai intelektual. Dunia terus berubah, isu-isu berhamburan setiap saat, tetapi sebagai intelektual Prof Faisal fokus menulis di bidang yang menjadi keahliannya.
Dalam kehidupan sehari-sehari sebagai ayah, mertua dan kakek dari tiga cucunya, Prof. Faisal merupakan gambaran sosok ideal (role model) demokratis. Jarang bahkan teramat sulit menemukan ekspresi kemarahan, selalu halus bertutur, tidak pernah memaksakan kehendak dan lebih banyak memberi keleluasaan pada anak-anak dan cucunya untuk berpendapat dan mengambil sikap. Pola hidup sederhana yang mengalir alami, tidak dibuat-buat.
Puncak kezuhudan memancar sesaat sebelum meninggalkan dunia yang fana. Beliau berdandan rapih, menunaikan shalat ashar dengan memakai kemeja kotak-kotak dan sarung kesayangannya. Usai shalat lantas beliau masuk kamar, dalam posisi tangan seperti sedang takbirotul ihrom. Prof Faisal mengembuskan nafas terakhirnya untuk menghadap Sang Khalik dalam kondisi sangat tenang, damai dan terpancar pesona keikhlasan. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Selamat jalan guru, orang tua sekaligus panutan istimewa.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)