Rawat Persatuan Pascaputusan MK, DEMA UIN: Rekonsiliasi Rajut Tenun Kebangsaan
loading...
A
A
A
YOGYAKARTA - Mahasiswa dan civitas akademika harus mengambil peran dalam rangka merawat keutuhan dan integritas bangsa, terutama pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2024 . Pemilu 2024 tidak boleh menjadi ladang disintegrasi dan konflik sosial.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) FUPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Setiawan Al-Fadly dalam seminar penguatan literasi politik mahasiswa pasca Pemilu 2024 di Gedung Teatrikal Library UIN Sunan Kalijaga, Senin (29/4/2024).
Kegiatan dialog interaktif bertajuk Seminar Kebangsaan ini dihelat dalam upaya memupuk kesadaran rekonsiliasi politik menyambut putusan MK tentang sengketa Pilpres 2024. Seminar Kebangsaan dengan tajuk ‘Mahasiswa dan Rekonsiliasi Kebangsaan: Merawat Kohesi Sosial Pasca Putusan MK Demi Demokrasi Bermartabat’ ini dikemas dengan dialog interaktif.
Hadir pada kesempatan itu, hadir juga Pakar Hukum Tata Negara UIN Yogyakarta Gugun El Guyanie, Peneliti Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara UIN Yogyakarta Ali Usman, juga keynote speaker Dekan FUPI UIN Sunan Kalijaga, Prof Dr Inayah Rohmaniyah.
Al-Fadly mengatakan salah satunya melalui upaya penguatan politik damai di tengah suhu politik yang memanas. Kontestasi politik pilpres yang menguras energi bangsa lebih dari satu tahun harusnya selesai di persidangan MK. Legitimasi konstitusional MK mestinya menyadarkan publik untuk berhenti bertikai soal kontestasi.
“Putusan MK harus menjadi akhir dari kontestasi politik tak berkesudahan, kontestasi politik yang mengoyak-ngoyak tenun kebangsaan, kontestasi politik yang memecah persahabatan. Selama 2 tahun terakhir, publik Indonesia seperti didera pandemi disintegrasi akibat pilihan politik. Putusan MK harusnya juga menjadi perekat persaudaraan masing-masing kita,” ujar Al-Fadly.
“Inilah maksud kami sebagai momentum spesial. Pemilu 2024 memang telah berjalan sesuai prosedur konstitusional. Kita sejak awal memang menghargai kontestasi, tetapi pada titik yang sama, kita juga mesti memiki jiwa besar rekognisi. Kita sudah harus bergerak untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang pernah koyak oleh Pemilu,” sambung dia.
Menurut Al-Fadly, mementum rekonsiliasi kebangsaan sangat mendesak dilakukan, baik oleh elite politik hingga akar rumput. Rekonsiliasi, bagi dia, adalah proses rujuk nasional untuk mengakhiri konfrontasi. Rekonsiliasi sangat mungkin dilakukan dalam rangka menjaga kohesi sosial dalam masyarakat.
“Langkah-langkah rekonsiliasi kebangsaan mendesak dilakukan melalui banyak cara. Misalnya, dialog antar pihak dengan mengedepankan kepentingan kolektif kebangsaan, kerja sama politik, dan komitmen kebangsaan bersama yang mengedepankan keadilan dan keterbukaan,” terang Al-Fadly.
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) FUPI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Setiawan Al-Fadly dalam seminar penguatan literasi politik mahasiswa pasca Pemilu 2024 di Gedung Teatrikal Library UIN Sunan Kalijaga, Senin (29/4/2024).
Kegiatan dialog interaktif bertajuk Seminar Kebangsaan ini dihelat dalam upaya memupuk kesadaran rekonsiliasi politik menyambut putusan MK tentang sengketa Pilpres 2024. Seminar Kebangsaan dengan tajuk ‘Mahasiswa dan Rekonsiliasi Kebangsaan: Merawat Kohesi Sosial Pasca Putusan MK Demi Demokrasi Bermartabat’ ini dikemas dengan dialog interaktif.
Hadir pada kesempatan itu, hadir juga Pakar Hukum Tata Negara UIN Yogyakarta Gugun El Guyanie, Peneliti Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara UIN Yogyakarta Ali Usman, juga keynote speaker Dekan FUPI UIN Sunan Kalijaga, Prof Dr Inayah Rohmaniyah.
Al-Fadly mengatakan salah satunya melalui upaya penguatan politik damai di tengah suhu politik yang memanas. Kontestasi politik pilpres yang menguras energi bangsa lebih dari satu tahun harusnya selesai di persidangan MK. Legitimasi konstitusional MK mestinya menyadarkan publik untuk berhenti bertikai soal kontestasi.
“Putusan MK harus menjadi akhir dari kontestasi politik tak berkesudahan, kontestasi politik yang mengoyak-ngoyak tenun kebangsaan, kontestasi politik yang memecah persahabatan. Selama 2 tahun terakhir, publik Indonesia seperti didera pandemi disintegrasi akibat pilihan politik. Putusan MK harusnya juga menjadi perekat persaudaraan masing-masing kita,” ujar Al-Fadly.
“Inilah maksud kami sebagai momentum spesial. Pemilu 2024 memang telah berjalan sesuai prosedur konstitusional. Kita sejak awal memang menghargai kontestasi, tetapi pada titik yang sama, kita juga mesti memiki jiwa besar rekognisi. Kita sudah harus bergerak untuk merajut kembali tenun kebangsaan yang pernah koyak oleh Pemilu,” sambung dia.
Menurut Al-Fadly, mementum rekonsiliasi kebangsaan sangat mendesak dilakukan, baik oleh elite politik hingga akar rumput. Rekonsiliasi, bagi dia, adalah proses rujuk nasional untuk mengakhiri konfrontasi. Rekonsiliasi sangat mungkin dilakukan dalam rangka menjaga kohesi sosial dalam masyarakat.
“Langkah-langkah rekonsiliasi kebangsaan mendesak dilakukan melalui banyak cara. Misalnya, dialog antar pihak dengan mengedepankan kepentingan kolektif kebangsaan, kerja sama politik, dan komitmen kebangsaan bersama yang mengedepankan keadilan dan keterbukaan,” terang Al-Fadly.