Pemuda Muhammadiyah Minta Jokowi Revisi Perpres 191/2014 karena Rugikan Nelayan

Selasa, 21 Juni 2022 - 21:17 WIB
loading...
Pemuda Muhammadiyah Minta Jokowi Revisi Perpres 191/2014 karena Rugikan Nelayan
PP Pemuda Muhammadiyah dan Koalisi Ketahanan Usaha Perikanan (Kusuka) meminta Presiden Jokowi merevisi Perpes 191 Tahun 2014 karena dinilai merugikan nelayan. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah dan Koalisi Ketahanan Usaha Perikanan (Kusuka) meminta Presiden Jokowi merevisi Perpes 191 Tahun 2014 karena dinilai sangat merugikan nelayan.

Hal itu diungkapkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah bidang Kemaritiman, Dedi Irawan setelah bertemu Nelayan yang terdiri dari International Budget Partnership (IBP Indonesia), Perkumpulan Inisiatif, Seknas FITRA dan Kota Kita. Dedi menerangkan, revisi perpres itu diperlukan dengan memasukkan kebijakan afirmasi ketersediaan akses BBM bersubsidi solar dan pertalite kepada nelayan kecil dengan kapal 10 GT ke bawah.

"Mempermudah akses BBM bersubsidi dengan menggunakan kartu Kusuka yang menjadi alat kontrol kuota BBM subsidi yang direalisasikan untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal 10 GT ke bawah. Menjadikan Kartu Kusuka sebagai alat untuk mendistribusikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) khusus untuk nelayan kecil dengan ukuran kapal 10 GT," ujar Dedi di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (21/6/2022).



Sebab, dengan begitu subsidi BBM ke nelayan bisa diwujudkan. Terlebih, banyak nelayan-nelayan kecil akan terbantu kehidupannya jika BBM subsidi yang memang dialokasikan pemerintah dapat diakses dengan baik. "Maka dari itu, Koalisi Kusuka mendorong revisi perpres 191/2019 di mana Perubahan perpres akan menjadi dasar bagi regulator dalam hal ini BPH Migas untuk melakukan revisi Peraturan BPH sehingga penyederhanaan syarat penyaluran dapat disederhanakan," jelasnya.

Melihat hal itu, Dedi yakin Presiden Jokowi mendukung revisi tersebut. Sebab, Presiden Jokowi sangat perduli terhadap rakyat kecil. Pemerintahan Indonesia telah mengatur akses terhadap bahan bahan bakar minyak untuk nelayan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2016.



Sementara, Ketua DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Dani Setiawan mengungkapkan berdasarkan data BPS, Nilai Tukar Nelayan (NTN) Mei 2022 sebesar 107.46 naik 0.69 dari bulan dan mengindikasikan bahwa nelayan Indonesia masih mampu membiayai pengeluaran rumah tangganya dari usaha sebagai nelayan.

Faktanya, nelayan tradisional di wilayah pesisir Indonesia cenderung berada pada level bawah piramida sosial ekonomi Indonesia yang hidup dalam kemiskinan. "Bahwa kebutuhan bahan bakar minyak bagi nelayan kecil jumlahnya sangat besar. Sebab 40-70% ongkos laut dikeluarkan untuk BBM. Artinya kebutuhan BBM komponen penting dan tidak bisa dihindari, akses BBM bersubsidi merupakan keberpihakan pada nelayan dan prioritas yang harus dilakukan pemerintah," kata Daniz

Dani menyebut nelayan saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Karenanya, dia mendorong kebijakan BBM bersubsidi untuk nelayan kecil, dapat mengurangi ongkos melaut sebagai. Apalagi BBM subsidi bagi nelayan sudah diatur dalam Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, yang salah satunya kendaraan roda empat milik perorangan dapat mengakses BBM bersubsidi tanpa persyaratan administrasi. Nyatanya, KNTI mendata nelayan kecil di wilayah pinggiran diharuskan memperoleh surat rekomendasi sebagai syarat pembelian subsidi BBM.

"Nelayan kesulitan mengurus surat rekomendasi untuk pembelian BBM bersubsidi. Di mana untuk memperoleh surat rekomendasi, nelayan harus memiliki pas kecil (izin melaut) dan Bukti Pencatatan Kapal (BPKP) yang dikeluarkan oleh pihak pelabuhan. Untuk mengurus persyaratan administrasi tersebut, permukiman nelayan umumnya memiliki jarak cukup jauh dari pusat layanan publik," tutup Dani.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2063 seconds (0.1#10.140)