Kunjungan ke Vatikan: Mememupuk Persaudaraan Antarumat
loading...
A
A
A
Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
PERSAUDARAAN antarumat yang berbeda iman tentu sudah ada lama, dan sudah diusahakan dengan berbagai cara dan media. Begitu juga perselisihan, pertengkaran, konflik, dan perseturan sama tuanya.
Keduanya sudah berumur lama dalam sejarah dan budaya banyak bangsa. Setiap budaya dan bangsa mengenal dan menceritakan itu, sama porsinya, damai atau perang.
Kita diberi kuasa dengan pilihan, apakah memilih memupuk persahabatan itu, atau mengingat-ingat konflik itu dan melebarkan jurang antarumat yang berbeda satu sama lainnya. Memupuk persahabatan adalah kerealaan kita untuk mendatangi, mengajak mempererat, dan membuka ruang-ruang bersama untuk saling bekerjasama dan terus mengingatkan bahwa manusia itu bersaudara. Manusia itu bersaudara atau manusia itu bertentangan satu dengan lainnya, semua ada dalam pilihan kita.
Pagi yang cerah itu di Vatikan tanggal 8 Juni di lapangan lapangan Santo Petrus di depan Basilika, banyak delegasi umat Katolik dari berbagai belahan dunia berkumpul menyimak Katekese tentang usia tua manusia yang disampaikan oleh Paus Fancsiscus. Semua mata mengikuti beliau yang sudah sepuh berkeliling menyapa jamaah demi jamaah dengan mobil bak terbukanya.
Para umat di depan dan belakang bersuka menyambut, Viva Papa. Delegasi dari berbagai negara diumumkan berganti-ganti dengan berbagai bahasa. Seperti dalam istighosah dalam tradisi Islam di Indonesia, pengajian besar, atau berbagai jenis lainnya, atmosfir terasa khusuk di lapangan Santo Petrus.
Jamaah sebagian duduk, sebagian juga berdiri. Lapangan itu cukup luas, di depan Basilika Santo Petrus Bapa Paus duduk di dampingi beberapa penterjemah. Tema yang dibacakan tentang Nicodemus yang bertanya kepada Yesus (Nabi Isa), bagaimana manusia bisa dilahirkan kembali.
Dalam dialog itu tampaknya pemimpin Yahudi itu mempertanyakan bagaimana mungkin orang bertambah tua terus bisa lahir kembali. Dalam dialog itu ditekankan pentingnya bagaimana kelahiran kembali itu adalah sarana untuk menyaksikan kerajaan Tuhan.
Yang dimaksud dengan kelahiran kembali tentu bukan merujuk pada proses kelahiran secara jasmani, tetapi kelahiran secara ruhani. Tuhan menganugerahkan rahmatnya lewat kelahiran ruhani kepada manusia untuk melihat kebesaran Tuhan.
Tentu ada kesalahfahaman tentang kelahiran ruhani ini, bukan manusia tua kembali lagi ke rahim Ibu terus dilahirkan kembali seperti proses itu. Menjadi tua itu sekaligus rahmat, tidak perlu membayangkan kembali menjadi muda atau bayi.
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
PERSAUDARAAN antarumat yang berbeda iman tentu sudah ada lama, dan sudah diusahakan dengan berbagai cara dan media. Begitu juga perselisihan, pertengkaran, konflik, dan perseturan sama tuanya.
Keduanya sudah berumur lama dalam sejarah dan budaya banyak bangsa. Setiap budaya dan bangsa mengenal dan menceritakan itu, sama porsinya, damai atau perang.
Kita diberi kuasa dengan pilihan, apakah memilih memupuk persahabatan itu, atau mengingat-ingat konflik itu dan melebarkan jurang antarumat yang berbeda satu sama lainnya. Memupuk persahabatan adalah kerealaan kita untuk mendatangi, mengajak mempererat, dan membuka ruang-ruang bersama untuk saling bekerjasama dan terus mengingatkan bahwa manusia itu bersaudara. Manusia itu bersaudara atau manusia itu bertentangan satu dengan lainnya, semua ada dalam pilihan kita.
Pagi yang cerah itu di Vatikan tanggal 8 Juni di lapangan lapangan Santo Petrus di depan Basilika, banyak delegasi umat Katolik dari berbagai belahan dunia berkumpul menyimak Katekese tentang usia tua manusia yang disampaikan oleh Paus Fancsiscus. Semua mata mengikuti beliau yang sudah sepuh berkeliling menyapa jamaah demi jamaah dengan mobil bak terbukanya.
Para umat di depan dan belakang bersuka menyambut, Viva Papa. Delegasi dari berbagai negara diumumkan berganti-ganti dengan berbagai bahasa. Seperti dalam istighosah dalam tradisi Islam di Indonesia, pengajian besar, atau berbagai jenis lainnya, atmosfir terasa khusuk di lapangan Santo Petrus.
Jamaah sebagian duduk, sebagian juga berdiri. Lapangan itu cukup luas, di depan Basilika Santo Petrus Bapa Paus duduk di dampingi beberapa penterjemah. Tema yang dibacakan tentang Nicodemus yang bertanya kepada Yesus (Nabi Isa), bagaimana manusia bisa dilahirkan kembali.
Dalam dialog itu tampaknya pemimpin Yahudi itu mempertanyakan bagaimana mungkin orang bertambah tua terus bisa lahir kembali. Dalam dialog itu ditekankan pentingnya bagaimana kelahiran kembali itu adalah sarana untuk menyaksikan kerajaan Tuhan.
Yang dimaksud dengan kelahiran kembali tentu bukan merujuk pada proses kelahiran secara jasmani, tetapi kelahiran secara ruhani. Tuhan menganugerahkan rahmatnya lewat kelahiran ruhani kepada manusia untuk melihat kebesaran Tuhan.
Tentu ada kesalahfahaman tentang kelahiran ruhani ini, bukan manusia tua kembali lagi ke rahim Ibu terus dilahirkan kembali seperti proses itu. Menjadi tua itu sekaligus rahmat, tidak perlu membayangkan kembali menjadi muda atau bayi.