Kunjungan ke Vatikan: Mememupuk Persaudaraan Antarumat

Kamis, 09 Juni 2022 - 12:23 WIB
loading...
Kunjungan ke Vatikan: Mememupuk Persaudaraan Antarumat
Al Makin, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

PERSAUDARAAN antarumat yang berbeda iman tentu sudah ada lama, dan sudah diusahakan dengan berbagai cara dan media. Begitu juga perselisihan, pertengkaran, konflik, dan perseturan sama tuanya.

Keduanya sudah berumur lama dalam sejarah dan budaya banyak bangsa. Setiap budaya dan bangsa mengenal dan menceritakan itu, sama porsinya, damai atau perang.

Kita diberi kuasa dengan pilihan, apakah memilih memupuk persahabatan itu, atau mengingat-ingat konflik itu dan melebarkan jurang antarumat yang berbeda satu sama lainnya. Memupuk persahabatan adalah kerealaan kita untuk mendatangi, mengajak mempererat, dan membuka ruang-ruang bersama untuk saling bekerjasama dan terus mengingatkan bahwa manusia itu bersaudara. Manusia itu bersaudara atau manusia itu bertentangan satu dengan lainnya, semua ada dalam pilihan kita.

Pagi yang cerah itu di Vatikan tanggal 8 Juni di lapangan lapangan Santo Petrus di depan Basilika, banyak delegasi umat Katolik dari berbagai belahan dunia berkumpul menyimak Katekese tentang usia tua manusia yang disampaikan oleh Paus Fancsiscus. Semua mata mengikuti beliau yang sudah sepuh berkeliling menyapa jamaah demi jamaah dengan mobil bak terbukanya.

Para umat di depan dan belakang bersuka menyambut, Viva Papa. Delegasi dari berbagai negara diumumkan berganti-ganti dengan berbagai bahasa. Seperti dalam istighosah dalam tradisi Islam di Indonesia, pengajian besar, atau berbagai jenis lainnya, atmosfir terasa khusuk di lapangan Santo Petrus.

Jamaah sebagian duduk, sebagian juga berdiri. Lapangan itu cukup luas, di depan Basilika Santo Petrus Bapa Paus duduk di dampingi beberapa penterjemah. Tema yang dibacakan tentang Nicodemus yang bertanya kepada Yesus (Nabi Isa), bagaimana manusia bisa dilahirkan kembali.

Dalam dialog itu tampaknya pemimpin Yahudi itu mempertanyakan bagaimana mungkin orang bertambah tua terus bisa lahir kembali. Dalam dialog itu ditekankan pentingnya bagaimana kelahiran kembali itu adalah sarana untuk menyaksikan kerajaan Tuhan.

Yang dimaksud dengan kelahiran kembali tentu bukan merujuk pada proses kelahiran secara jasmani, tetapi kelahiran secara ruhani. Tuhan menganugerahkan rahmatnya lewat kelahiran ruhani kepada manusia untuk melihat kebesaran Tuhan.

Tentu ada kesalahfahaman tentang kelahiran ruhani ini, bukan manusia tua kembali lagi ke rahim Ibu terus dilahirkan kembali seperti proses itu. Menjadi tua itu sekaligus rahmat, tidak perlu membayangkan kembali menjadi muda atau bayi.

Makna dari yang disampaikan Paus tentu banyak dirasakan semua umat beragama, walaupun dengan iman lain. Menjadi tua, menjadi lemah, kehilangan vitalitas, dan tentu mendekati kematian.

Ajaran sufi dalam Islam, dan juga Buddhisme juga memperbincangkan tentang penderitaan menjadi tua. Menjadi tua bukan siksaan dan bukan musibah. Ketuaan adalah kematangan dan mungkin adalah kesempatan untuk memperbaiki diri. Menjadi tua adalah perjalanan pendewasaan manusia.

Paus menunjuk contoh bagaimana kakek atau nenek yang sudah tua melihat cucu-cucunya dengan cinta dan kasih. Ketuaan adalah kebijakan. Ketuaan adalah cinta kepada yang lebih muda. Ketuaan berarti telah melewati masa muda dengan berbagai cobaan kehidupan.

Kehidupan manusia ini juga sama, peradaban manusia juga berjalan menuju ketuaan. Indonesia juga mengalami penuaan. Dunia telah tua. Perjalanan persahabatan dan persaudaraan manusia juga demikian.

Perdamaian menuju ketuaan. Konflik antar mansuia bertambah kompleks dan canggih. Hadirin yang rata-rata umat Katolik meresapi dan bisa memaknai arti dari katekese itu dalam audiensi itu.

Delegasi Kementerian Agama RI diberi kesempatan untuk menghadiri upacara di lapangan Santo Petrus di depan Basilika itu. Kita beruntung duduk di depan panggung utama Paus dan setelahnya bisa menyampaikan maksud kedatangan kami jauh dari seberang sana Indonesia ke Vatikan sini.

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, manyampaikan misi penguatan persaudaraan umat Islam dan Katolik menurut perspektif Indonesia. Undangan kunjungan ke Indonesia untuk Paus disampaikan dengan maksud untuk memupuk persahabatn itu.

Ketua umum PBNU KH Cholil Yahya Staquf yang sudah lama mempunyai relasi khusus dengan para pemimpin Katolik dan terutama dengan Paus kembali menyiramkan air persaudaraan itu kembali. Persaudaraan antarumat beragama sangat penting dalam menghadapi dunia yang bertambah rumit.

Perselisihan antarumat, antarbangsa, dan bahkan antarpemimpin manusia perlu kembali pada moral. Moral perdamaian, toleransi, bekerjasama, dan persaudaraan.

Para pemimpin agama diharapkan bisa menyumbangkan moralitas keagamaan untuk berkontribusi dalam menyelesaikan persoalan umat yang bertambah kompleks di era global ini. Saat ini persoalan politik, ekonomi, dan sosial membutuhkan kebijaksanaan dan moral para pemimpin umat.

Dalam delegasi Kementrian Agama Dirjend Plt Albertus Magnus Aridyanto Sumardjono berdoa dengan khusuk dengan cara Katolik. Paus memberkati dengan mengelus kepalanya. Kita rombongan delegasi yang beragama Islam menyaksikan kekhusukan ini.

Bagi Muslim, upacara di lapangan Santo Petrus bisa diihat seperti kita melaksanakan pengajian akbar. Bahkan, dalam iman kita sebagai Muslim, gereja Basilika bak masjid Haram di Makkah. Keduanya adalah simbol bagaimana agama Islam dan Katolik bermula dan berjuang menghadapi kekuatan duniawi, sedangkan agama menawarkan obat ruhani.

Kehadiran delegasi Kementerian Agama ke Vatikan perlu diperdalam dan direnungi kembali tentang pentingnya memupuk persaudaraan antariman. Persaudaraan Muslim dan Katolik adalah simbol dari persaudaraan-persaudaraan yang lain yang bisa disubukan.

UIN Sunan Kalijaga sendiri sebagai kampus dan rumah nyaman bagi semua iman dan budaya berusaha untuk menyumbang gelar kehormatan untuk Vatikan dan pemimpin Agama Islam di Indonesia. Kunjungan ke Vatikan yang sebentar itu akan terasa bermakna jika ditindaklanjuti.

Gelar kehormatan akademis dari kampus UIN Sunan Kalijaga akan mempererat itu, disamping juga langkah politik dari pemimpin bangsa kita. Persahabatan harus dilakukan oleh masyarakat sipil, akademisi, dan juga pemimpin politik. Jika elemen-elemen itu bekerjasama akan tercipta pupuk yang indah untuk persaudaraan antariman.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1415 seconds (0.1#10.140)