Humor Gus Dur, Pengingat Agar Polisi Tetap Berada di Jalur Integritas
loading...
A
A
A
Arief Dwi Prasetyo
Direktur Eksekutif The Hoegeng Institute
AKIBAT postingannya di Facebook, Ahmad Ismail pria asal Sula diperiksa oleh Polres Sula, Maluku Utara. Ia mengutip gurauan Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mengatakan bahwa “hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng”. Padahal sudah menjadi hal yang umum, gurauan Gus Dur soal polisi jujur ataupun baik tersebut telah banyak dikutip dalam beberapa buku maupun artikel di ruang publik.
Gus Dur memang merupakan tokoh yang terbiasa memberikan kritik dengan guruan-gurauannya yang menohok, salah satunya gurauan tentang polisi baik ataupun jujur tersebut. Hal itu tentu bukan dimaksudkan untuk menjustifikasi bahwa hanya Hoegeng saja polisi baik dan jujur di Indonesia. (Baca juga: Heboh Kasus Ismail, Eks Menag dan Alissa Wahid Posting Lelucon Gus Dur)
Tentu banyak polisi baik laiknya Pak Hoegeng. Namun barangkali garauan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan demikian buruknya kondisi saat itu (Era Reformasi). Atau barangkali agar menjadi pengingat, bahwa begitu mulianya tugas yang diemban oleh polisi dan begitu pentingnya polisi dalam menjaga integritasnya. Jangan sampai tugas dan institusi mulia tersebut dikotori oleh oknum yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi saja, yang berakibat merugikan masyarakat maupun institusi kepolisian. (Baca juga: Polri Pastikan Tak Proses Hukum Pengunggah Lelucon Gus Dur)
Tidak jarang pemberitaan berkenaan dengan oknum polisi yang rela mengorbankan integritasnya untuk meraup keuntungan pribadi. Maka tidak salah, jika sosok Jenderal Hoegeng masih menjadi gambaran ideal mewakili polisi baik dan jujur yang diidamkan masyarakat.
Kehidupan Hoegeng yang sederhana, jujur, mengayomi dan melindungi masyarakat tanpa pamrih ataupun membeda-bedakan status sosial/ekonomi masih sangat terngiang dan dirindukan. Hoegeng sepenuhnya melayani masyarakat bahkan saat beliau memegang jabatan-jabatan tinggi negara, tidak menjadikannya luluh dalam kemewahan dan memanfaatkan jabatanya untuk kepentingan pribadi.
Bahkan ketika menjabat sebagai kapolri, suatu waktu Hoegeng tidak memiliki cukup uang untuk membayar rumah sewa. Ia sampai membayar sewa tersebut menggunakan wesel. Saat memiliki kebutuhan pribadi lainnya, di mana Hoegeng juga tidak memiliki cukup uang, ia sampai memilih untuk menyuruh sopirnya yang bernama Aco untuk menjualkan sepatunya ke Pasar Loak di Pasar Rumput.
Meski pada akhirnya Aco gagal menjualkan sepatu Hoegeng, singkat cerita tanpa sepengetahuan Hoegeng, sepatu tersebut dijualkan sekretarisnya Dharto kepada Sekretaris Menteri Negara Komisaris Besar Boegie Soepeno, yaitu AKBP Totok Soesilo.
Hal lainnya, sehari sebelum menjabat sebagai kepala Jawatan Imigrasi yang saat ini dikenal dengan Dirjen Imigrasi, Hoegeng meminta usaha toko bunga yang dijalankan sang istri agar ditutup. Hoegeng mengatakan "Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya.”
Untungnya sang istri senantiasa mendukung Hoegeng untuk bertindak jujur dan mengedepankan kesederhanaan. Sang istri, Meriyati Roeslani atau biasa disapa Merry Hoegeng memahami bahwa Hoegeng tidak ingin orang-orang membeli bunga di tokonya karena jabatan Hoegeng. (Baca juga: Ini Sosok Hoegeng, Polisi yang Disebut Gus Dur Tidak Mempan Disogok)
Direktur Eksekutif The Hoegeng Institute
AKIBAT postingannya di Facebook, Ahmad Ismail pria asal Sula diperiksa oleh Polres Sula, Maluku Utara. Ia mengutip gurauan Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mengatakan bahwa “hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia, yaitu patung polisi, polisi tidur, dan Jenderal Hoegeng”. Padahal sudah menjadi hal yang umum, gurauan Gus Dur soal polisi jujur ataupun baik tersebut telah banyak dikutip dalam beberapa buku maupun artikel di ruang publik.
Gus Dur memang merupakan tokoh yang terbiasa memberikan kritik dengan guruan-gurauannya yang menohok, salah satunya gurauan tentang polisi baik ataupun jujur tersebut. Hal itu tentu bukan dimaksudkan untuk menjustifikasi bahwa hanya Hoegeng saja polisi baik dan jujur di Indonesia. (Baca juga: Heboh Kasus Ismail, Eks Menag dan Alissa Wahid Posting Lelucon Gus Dur)
Tentu banyak polisi baik laiknya Pak Hoegeng. Namun barangkali garauan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan demikian buruknya kondisi saat itu (Era Reformasi). Atau barangkali agar menjadi pengingat, bahwa begitu mulianya tugas yang diemban oleh polisi dan begitu pentingnya polisi dalam menjaga integritasnya. Jangan sampai tugas dan institusi mulia tersebut dikotori oleh oknum yang memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi saja, yang berakibat merugikan masyarakat maupun institusi kepolisian. (Baca juga: Polri Pastikan Tak Proses Hukum Pengunggah Lelucon Gus Dur)
Tidak jarang pemberitaan berkenaan dengan oknum polisi yang rela mengorbankan integritasnya untuk meraup keuntungan pribadi. Maka tidak salah, jika sosok Jenderal Hoegeng masih menjadi gambaran ideal mewakili polisi baik dan jujur yang diidamkan masyarakat.
Kehidupan Hoegeng yang sederhana, jujur, mengayomi dan melindungi masyarakat tanpa pamrih ataupun membeda-bedakan status sosial/ekonomi masih sangat terngiang dan dirindukan. Hoegeng sepenuhnya melayani masyarakat bahkan saat beliau memegang jabatan-jabatan tinggi negara, tidak menjadikannya luluh dalam kemewahan dan memanfaatkan jabatanya untuk kepentingan pribadi.
Bahkan ketika menjabat sebagai kapolri, suatu waktu Hoegeng tidak memiliki cukup uang untuk membayar rumah sewa. Ia sampai membayar sewa tersebut menggunakan wesel. Saat memiliki kebutuhan pribadi lainnya, di mana Hoegeng juga tidak memiliki cukup uang, ia sampai memilih untuk menyuruh sopirnya yang bernama Aco untuk menjualkan sepatunya ke Pasar Loak di Pasar Rumput.
Meski pada akhirnya Aco gagal menjualkan sepatu Hoegeng, singkat cerita tanpa sepengetahuan Hoegeng, sepatu tersebut dijualkan sekretarisnya Dharto kepada Sekretaris Menteri Negara Komisaris Besar Boegie Soepeno, yaitu AKBP Totok Soesilo.
Hal lainnya, sehari sebelum menjabat sebagai kepala Jawatan Imigrasi yang saat ini dikenal dengan Dirjen Imigrasi, Hoegeng meminta usaha toko bunga yang dijalankan sang istri agar ditutup. Hoegeng mengatakan "Nanti semua orang yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang ibu, dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya.”
Untungnya sang istri senantiasa mendukung Hoegeng untuk bertindak jujur dan mengedepankan kesederhanaan. Sang istri, Meriyati Roeslani atau biasa disapa Merry Hoegeng memahami bahwa Hoegeng tidak ingin orang-orang membeli bunga di tokonya karena jabatan Hoegeng. (Baca juga: Ini Sosok Hoegeng, Polisi yang Disebut Gus Dur Tidak Mempan Disogok)