Pemerintah Seharusnya Buat Penggolongan Biaya Rapid Test Corona

Selasa, 23 Juni 2020 - 10:30 WIB
loading...
Pemerintah Seharusnya...
Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan dan memberikan pelayanan kesehatan pencegahan COVID-19 yang terjangkau. FOTO/DOK.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Masyarakat mulai banyak yang mengeluhkan kewajiban rapid test corona untuk keperluan pendidikan dan perjalanan jarak jauh. Pemerintah harus mengeluarkan kebijakan dan memberikan pelayanan kesehatan pencegahan COVID-19 yang terjangkau.

Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah mengatakan, seharusnya rapid test corona gratis bagi anak-anak sekolah dan pesantren. Pemerintah pusat dan daerah (daerah) lewat Dinas Pendidikan harus melakukan intervensi dan membantu pondok pesantren dan sekolah dalam melaksanakan rapid test.

"Selama ini pusat menggelontorkan dana penanganan COVID tinggi sekali dari Rp400 triliun sekarang Rp600 triliun berapa. Itu artinya persoalan dana ini ke mana? Persoalan tes terkait sekolah harusnya gratis," katanya saat dihubungi SINDOnews, Selasa (23/6/2020).(Baca Juga: Anggaran Covid-19 Terus Berubah, Rapid Test Harus Bayar)

Dalam penanganan pagebluk virus corona, pemerintah hanya menggratiskan tes untuk orang-orang yang diduga terpapar, di tempat keramaian, dan menyasar orang yang kontak dengan pasien COVID-19. Sementara untuk keperluan sosial, pendidikan, dan perjalanan jarak jauh dibebankan kepada masyarakat.

Trubus menyarankan pemerintah mengeluarkan kebijakan atau aturan mengenai tes COVID-19 dengan membuat kelas-kelas. Untuk keperluan pendidikan gratis, sedangkan untuk perjalanan dinas, luar negeri, dan luar kota tetap bayar, tapi tidak mahal.

"Kemenkes (Kementerian Kesehatan), Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan), dan Kemenag (Kementerian Agama) harus membuat aturan mengenai tes COVID-19, sehingga semua seragam dan gratis. Kalau tidak gratis, harganya terjangkau," katanya.( )

Pemerintah, menurut Dosen Universitas Trisakti itu, harus mencegah dan menindak rumah sakit-rumah sakit yang aji mumpung dengan mengambil keuntungan dari tes COVID-19. Besaran biaya untuk rapid test bervariasi mulai dari Rp300.000-500.000. Sedangkan, tes polymerase chain reaction (PCR) lebih mahal lagi berkisar Rp1.600.000-Rp2.500.000.

Trubus menuturkan perlu ada sanksi bagi rumah sakit-rumah sakit yang mengadakan pelayanan tes Covid-19 dengan biaya tinggi. Namun, itu perlu ada payung hukumnnya.

Dengan harga seragam, masyarakat yang akan tes COVID-19 untuk keperluan perjalanan luar kota, negeri, dan dinas, tidak terbebani. Hasil rapid test hanya berlaku 3 hari dan PCR berlaku 7 hari. Jika harus tes berkali-kali karena waktu di daerah tujuan cukup lama, maka akan menguras keuangan.

"Bertahap dibikin UU supaya ada sanksi. Mereka, rumah sakit yang nakal dan aji mumpung ini, bisa langsung diseret ke pengadilan supaya mereka tidak semena-mena. Ini semena-mena memasang tarif. Padahal rapid itu hanya 3 hari. Ini semua menandakan enggak efektif pula, kesan bisnis jadi tinggi," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1669 seconds (0.1#10.140)