Pancasila: Fakta Versus Mitos

Selasa, 23 Juni 2020 - 07:05 WIB
loading...
Pancasila: Fakta Versus Mitos
Foto: Ilustrasi/KORAN SINDO
A A A
Faisal Ismail
Guru Besar PPs FIAI, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

DI MUKA sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu: Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan. Pancasila usulan Soekarno itu direformulasi oleh Tim Kecil yang terdiri dari Soekarno, Mohamad Hatta, Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakkir, Agus Salim, Ahmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, dan Muhammad Yamin sehingga rumusannya menjadi: Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya, Persatuan Indonesia, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Rumusan ini dikenal sebagai rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta.

Menjelang sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, seorang opsir tentara laut Jepang menemui Hatta dan menyampaikan aspirasi kalangan Kristen di Indonesia bagian timur bahwa mereka tidak akan bergabung dengan Republik jika frasa Islam (dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya) tidak dihapus dari sila pertama rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta. Memperhatikan aspirasi tersebut, Hatta mengundang tokoh-tokoh Nasionalis Muslim antara lain Ki Bagus Hadikusumo dan KH Wahid Hasyim. Para tokoh Nasionalis Muslim dalam pertemuan tersebut setuju frasa Islam dihapus dan diganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa." Inilah rumusan baku dan final Pancasila yang tertera dalam UUD 1945 dan diberlakukan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945. Pencipta Pancasila tetap dinisbatkan kepada Soekarno.

Para penatar Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila di era Pemerintahan Orde Baru mengatakan, Soekarno bukanlah satu-satunya pencipta Pancasila. Mereka mengklaim Muhammad Yamin adalah (juga) pencipta Pancasila. Dari sinilah muncul kontroversi tentang pencipta Pancasila itu. Kontroversi ini terjadi sejak munculnya buku Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar (NPUUD) 1945. Buku ini berisi teks pidato tiga pembicara (Soekarno, Soepomo, dan Yamin) di sidang BPUPKI. Dalam buku ini Yamin menyebut dirinya mengusulkan "Pancasila" sebagai dasar negara: Perikebangsaan, Perikemanusiaan, Periketuhanan, Perikerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.

Menanggapi kontroversi ini, Mohamad Hatta (mantan wakil presiden pertama RI) pada 1980 mengirim surat wasiat kepada Guntur Soekarno Putra yang berisi kesaksian dan klarifikasi tentang pencipta Pancasila. Hatta memberikan kesaksian: "Pada akhir Mei 1945, Radjiman Wediodiningrat, ketua BPUPKI, mengajukan pertanyaan kepada peserta sidang: Apakah dasar negara yang akan kita gunakan untuk Negara Indonesia Merdeka nanti? Kebanyakan anggota BPUPKI tidak menanggapi persoalan ini karena takut memunculkan masalah filosofis yang ruwet. Mereka langsung membahas konstitusi. Salah seorang anggota BPUPKI yang menanggapi pertanyaan Radjiman adalah Bung Karno, yang menyampaikan pidatonya dengan judul Pancasila, lima prinsip, pada tanggal 1 Juni 1945."

Kesaksian Hatta
Mohamad Hatta bersaksi, dia tidak pernah mendengar Yamin mengusulkan Pancasila dalam pidatonya di sidang BPUPKI pada 29 Mei 1945. Hatta yakin, Yamin telah "memfabrikasi" Pancasilanya ke­tika Tim Kecil menugasi Yamin menyusun draf Pembukaan UUD 1945. Yamin membuat catatan berdasarkan wacana yang berkembang di sidang BPUPKI dan memasukkan catatan yang berisi fabrikasi Pancasilanya ke dalam buku NPUUD 1945 sebagai lampiran pidatonya di sidang BPUPK tanggal 29 Mei 1945. Tim Kecil tidak menerima rancangan Pembukaan UUD 1945 versi Yamin karena terlalu panjang. Hatta mengatakan, Yamin tidak fair dan mendistorsi fakta sejarah. Memperkuat kesaksian Hatta, Pringgodigdo mengatakan Yamin "pinter nyulap" (mendistorsi) fakta sejarah. Jadi, pencipta Pancasila adalah Soekarno. Pendapat yang mengatakan Yamin sebagai pencipta Pancasila adalah mitos, bukan fakta sejarah.

Mitos dan Mistifikasi
Komisi Lima terdiri dari Mohamad Hatta (ketua), Ahmad Subardjo Djojoadisujo, AA Maramis, Sunario, dan AG Pringgodigdo menulis buku berjudul "Uraian Pancasila" . Semua tokoh bangsa ini berpartisipasi aktif di sidang BPUPKI. Dalam buku tersebut ditegaskan bahwa 1 Juni 1945 adalah hari lahir Pancasila. Berseberangan dengan pendapat Komisi Lima, Darji Darmodiharjo dan Pringgodigdo berpendapat lain. Menurut Darji Darmodiharjo (lihat bukunya: Pancasila: Suatu Orientasi Singkat, edisi ke-12, Aries Lima, Jakarta, 1984, hlm. 23) dan Pringgodigdo (lihat bukunya: AG Pringgodigdo, "Perjuangan Bangsa Indonesia Menegakkan Pancasila dalam Masa Penjajahan/Pendudukan Jepang," dalam Darji Darmodiharjo, "Santiaji Pancasila" edisi ke-10, Usaha Nasional, Surabaya, 1991, hlm. 128), tanggal 1 Juni 1945 bukan merupakan hari lahir Pancasila sebagai dasar negara, tetapi merupakan tanggal lahir "istilah" Pancasila. Kedua penulis ini berpendapat bahwa hari lahir Pancasila adalah tanggal 18 Agustus 1945 ketika Pancasila dideklarasikan sebagai dasar negara dalam UUD 1945.

Menarik menyoroti "fenomena Pringgodigdo." Pringgo­digdo (sebagai anggota Komisi Lima) semula sependapat dengan pendapat Komisi Lima bahwa hari lahir Pancasila adalah tanggal 1 Juni 1945. Kemudian Pringgodigdo berpendapat lain bahwa 1 Juni 1945 adalah tanggal lahir "istilah" Pancasila, bukan hari lahir Pancasila itu sendiri. Pringgodigdo berdalil, Pancasila telah ada berabad-abad lamanya dalam kehidupan rakyat Indonesia, karena itu tidak mungkin ditetapkan tanggal lahirnya. Dia menegaskan, tidak perlu memperingati hari lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni. Sikap Pringgodigdo menuai reaksi keras dari teman-temannya di Komisi Lima. Sunario, atas nama Komisi Lima, mengirim surat mempertanyakan ketidakkonsistenan pendapat Pringgodigdo itu, tapi dia tidak menanggapi surat tersebut.

Pendapat Pringgodigdo dan Darji bahwa 1 Juni 1945 hanya merupakan tanggal lahir "istilah" Pancasila sama artinya bahwa Soekarno tidak mempunyai kontribusi apa-apa kecuali hanya istilah itu sendiri. Ini pendapat sangat naif. Soekarno, dengan gagasan Pancasilanya, telah memberikan kontribusi sangat besar bagi fondasi unitas dan integritas bangsa Indonesia dan NKRI. Ini adalah fakta sejarah yang akurat. Pendapat Darji Darmodiharjo dan Pringgodigdo bahwa 1 Juni 1945 hanya merupakan tanggal lahirnya "istilah" Pancasila adalah mitos, bukan fakta sejarah. Pemerintahan Presiden Joko Widodo sudah menetapkan 1 Juni merupakan tanggal lahir Pancasila dan merupakan hari libur nasional.

Fakta sejarah mencatat bahwa Pancasila eksis ketika Soekarno mengintroduksi dan mengusulkannya sebagai dasar negara di muka sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Pendapat Pringgodigdo yang mengatakan bahwa Pancasila sudah ada berabad-abad lamanya dalam kehidupan rakyat Indonesia—karena itu, kata dia, tidak bisa ditetapkan tanggal lahirnya—adalah mitos dan mistifikasi Pancasila, bukan fakta sejarah.

(thm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1611 seconds (0.1#10.140)