Pancasila Bukan Bidah
loading...
A
A
A
Syaiful Arif
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila
BEBERAPA minggu ini, viral seorang ustad menyebut Pancasila sebagai bidah. Ustad tersebut ialah Ustad Sofyan Chalid Ruray yang ceramahnya diunggah di saluran YouTube Gudok Lamak. Ceramah ini lalu diberitakan oleh berbagai media dan viral di media sosial.
Dalam ceramahnya, Ustad Sofyan menyatakan Pancasila merupakan bidah karena tidak ada dalil dalam Alquran dan hadis tentang Pancasila. Oleh karena itu, menurutnya, Pancasila adalah bid’ah, yakni sesuatu yang baru yang tidak ada, baik di kitab suci maupun di praktik hidup Nabi Muhammad SAW. Lebih jauh ia lalu menganjurkan untuk lebih mencintai Mekkah dan Madinah sebagai kota kelahiran Islam, daripada mencintai Indonesia.
Pandangan seperti Ustad Sofyan ini banyak dimiliki oleh Ustad-ustad “berhaluan kanan”, baik yang menganut paham Wahabisme maupun Salafi, dari Salafi Haroki (Salafi pergerakan yang ingin mendirikan negara Islam melalui pergerakan sosial-politik), hingga Salafi Qitali (Salafi militeristik yang menghalalkan pembunuhan demi pendirian negara Islam).
Argumentasi yang digunakan sama, yakni Pancasila adalah bid’ah karena tidak ada dalilnya baik di Alquran maupun hadis. Lebih lanjut, “kaum takfiri” (kaum yang suka mengafirkan pihak yang berbeda) ini bahkan menyebut Pancasila sebagai berhala yang disembah selain Allah (thaghut).
Persoalannya, benarkah Pancasila merupakan bidah dan tidak ada dalilnya dalam Alquran dan hadis? Lalu seperti apakah sebenarnya perumusan dalil dalam Islam, sehingga penilaian terhadap Pancasila semestinya tidak hitam putih?
Ayat-ayat Pancasila
Memang istilah Pancasila tidak ada di Alquran dan hadis, akan tetapi sila persilanya terdapat dalam Alquran, hadis hingga khazanah hukum Islam. Terkait istilah, Piagam Madinah (mistaq al-Madinah) yang disusun oleh Nabi Muhammad di Madinah juga tidak ada di Alquran, meskipun tentu ada dalam sejarah kehidupan Nabi. Istilah yang mirip dengan Pancasila terdapat dalam literatur hukum Islam, yakni ushul al-khams (lima pokok) hal-hal yang niscaya ada dalam kehidupan manusia, yang merupakan tujuan turunnya syariah Islam (maqashid al-syari’ah). Ushul al-khams tersebut ialah perlindungan terhadap agama, nyawa, akal, keturunan dan harta.
Meskipun istilah Pancasila tidak ada dalam Alquran dan hadis, namun sila-silanya terdapat dalam Alquran dan hadis. Dimulai dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat di surat al-Ihlas: 1, atau al-Baqarah: 177. Dalam al-Ihlas ditegaskan Keesaan Allah SWT, sedangkan dalam al-Baqarah: 177 ditekankan pengamalan iman kepada Allah harus melalui kepedulian kepada fakir miskin, satu hal yang menggambarkan kesatuan sila Ketuhanan dengan sila Kemanusiaan dan Keadilan Sosial.
Sila Kemanusiaan Pancasila juga terdapat dalam al-Maidah: 32 di mana Allah memuliakan martabat manusia dengan melarang pembunuhan terhadap manusia, dan memerintahkan untuk membantu kehidupan sesama manusia. Sila Kebangsaan terdapat dalam al-Maidah: 48 di mana Allah memerintahkan manusia untuk menghormati perbedaan sebagai Sunnatullah. Penghormatan terhadap kemajemukan adalah inti kebangsaan, meskipun ayat tersebut tidak menyebut bangsa.
Sila permusyawaratan terdapat dalam Ali Imran: 159 di mana Allah memerintahkan manusia untuk memusyawarahkan setiap hal. Serta sila Keadilan Sosial terdapat dalam surat al-Ma’un: 1-7 di mana Allah menyebut orang (yang mengaku beriman) namun tega menghardik anak yatim dan pelit membantu fakir miskin, sebagai orang yang mendustakan agama.
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila
BEBERAPA minggu ini, viral seorang ustad menyebut Pancasila sebagai bidah. Ustad tersebut ialah Ustad Sofyan Chalid Ruray yang ceramahnya diunggah di saluran YouTube Gudok Lamak. Ceramah ini lalu diberitakan oleh berbagai media dan viral di media sosial.
Dalam ceramahnya, Ustad Sofyan menyatakan Pancasila merupakan bidah karena tidak ada dalil dalam Alquran dan hadis tentang Pancasila. Oleh karena itu, menurutnya, Pancasila adalah bid’ah, yakni sesuatu yang baru yang tidak ada, baik di kitab suci maupun di praktik hidup Nabi Muhammad SAW. Lebih jauh ia lalu menganjurkan untuk lebih mencintai Mekkah dan Madinah sebagai kota kelahiran Islam, daripada mencintai Indonesia.
Pandangan seperti Ustad Sofyan ini banyak dimiliki oleh Ustad-ustad “berhaluan kanan”, baik yang menganut paham Wahabisme maupun Salafi, dari Salafi Haroki (Salafi pergerakan yang ingin mendirikan negara Islam melalui pergerakan sosial-politik), hingga Salafi Qitali (Salafi militeristik yang menghalalkan pembunuhan demi pendirian negara Islam).
Argumentasi yang digunakan sama, yakni Pancasila adalah bid’ah karena tidak ada dalilnya baik di Alquran maupun hadis. Lebih lanjut, “kaum takfiri” (kaum yang suka mengafirkan pihak yang berbeda) ini bahkan menyebut Pancasila sebagai berhala yang disembah selain Allah (thaghut).
Persoalannya, benarkah Pancasila merupakan bidah dan tidak ada dalilnya dalam Alquran dan hadis? Lalu seperti apakah sebenarnya perumusan dalil dalam Islam, sehingga penilaian terhadap Pancasila semestinya tidak hitam putih?
Ayat-ayat Pancasila
Memang istilah Pancasila tidak ada di Alquran dan hadis, akan tetapi sila persilanya terdapat dalam Alquran, hadis hingga khazanah hukum Islam. Terkait istilah, Piagam Madinah (mistaq al-Madinah) yang disusun oleh Nabi Muhammad di Madinah juga tidak ada di Alquran, meskipun tentu ada dalam sejarah kehidupan Nabi. Istilah yang mirip dengan Pancasila terdapat dalam literatur hukum Islam, yakni ushul al-khams (lima pokok) hal-hal yang niscaya ada dalam kehidupan manusia, yang merupakan tujuan turunnya syariah Islam (maqashid al-syari’ah). Ushul al-khams tersebut ialah perlindungan terhadap agama, nyawa, akal, keturunan dan harta.
Meskipun istilah Pancasila tidak ada dalam Alquran dan hadis, namun sila-silanya terdapat dalam Alquran dan hadis. Dimulai dari sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang terdapat di surat al-Ihlas: 1, atau al-Baqarah: 177. Dalam al-Ihlas ditegaskan Keesaan Allah SWT, sedangkan dalam al-Baqarah: 177 ditekankan pengamalan iman kepada Allah harus melalui kepedulian kepada fakir miskin, satu hal yang menggambarkan kesatuan sila Ketuhanan dengan sila Kemanusiaan dan Keadilan Sosial.
Sila Kemanusiaan Pancasila juga terdapat dalam al-Maidah: 32 di mana Allah memuliakan martabat manusia dengan melarang pembunuhan terhadap manusia, dan memerintahkan untuk membantu kehidupan sesama manusia. Sila Kebangsaan terdapat dalam al-Maidah: 48 di mana Allah memerintahkan manusia untuk menghormati perbedaan sebagai Sunnatullah. Penghormatan terhadap kemajemukan adalah inti kebangsaan, meskipun ayat tersebut tidak menyebut bangsa.
Sila permusyawaratan terdapat dalam Ali Imran: 159 di mana Allah memerintahkan manusia untuk memusyawarahkan setiap hal. Serta sila Keadilan Sosial terdapat dalam surat al-Ma’un: 1-7 di mana Allah menyebut orang (yang mengaku beriman) namun tega menghardik anak yatim dan pelit membantu fakir miskin, sebagai orang yang mendustakan agama.