Kemendagri Diminta Konsisten Jalankan Perintah MK soal Penunjukan Penjabat Kepala Daerah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengingatkan Kementerian Dalam Negeri ( Kemendagri ) agar menjalankan perintah Mahkamah Konstitusi (MK) secara konsisten mengenai pengangkatan penjabat ( Pj ) kepala daerah supaya pelayanan publik terus berjalan. Pasalnya, pelaksanaan Pemilu Serentak 2024 akan berdampak pada kekosongan pemerintahan daerah (pemda).
"Dalam pertimbangan hukumnya, MK telah memberikan semacam petunjuk atau panduan terkait mekanisme penunjukan Pj kepala daerah. Di antaranya Kemendagri harus melakukan pemetaan kondisi riil dan memperhatikan kepentingan daerah masing-masing,” kata Guspardi kepada wartawan, Kamis (12/5/2022).
Dia melanjutkan, Pj kepala daerah yang ditunjuk juga dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala oleh pejabat yang berwenang. Tak hanya itu, kata dia, keputusan MK juga melarang anggota TNI/Polri aktif ditunjuk sebagai Pj kepala daerah, kecuali terlebih dahulu bermutasi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Itu pun dengan catatan apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Dia menegaskan bahwa amar putusan MK tersebut mengikat dan harus dilaksanakan secara konsisten. Mengingat gelombang pertama pengisian penjabat kepala daerah sudah mulai pekan ini, Kemendagri harus taat asas dan taat hukum apa yang telah ditetapkan dan yang diputuskan oleh MK. "Putusan MK itu bukan untuk didiskusikan tapi harus dilaksanakan," tegasnya.
Legislator asal Sumatera Barat itu pun mengingatkan agar Kemendagri sudah mempersiapkan peraturan teknis menindaklanjuti putusan MK tersebut. Sehingga, Pj kepala daerah yang ditunjuk dapat bekerja sesuai ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dengan menjunjung tinggi profesionalitas dan bersikap netral, objektif, dan tidak menjadi mesin kepentingan politik pihak tertentu serta dapat mengurangi resistensi politik.
Pria yang akrab disapa Gaus ini menambahkan, Pj kepala daerah harus memiliki kompetensi manajerial pemerintahan yang baik, juga harus dapat bekerja sama dengan DPRD. Sehingga dalam melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan daerah sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah, sampai adanya kepala daerah definitif berdasarkan hasil pilkada serentak nasional 2024.
Oleh karena itu, menurut Gaus, kepatuhan Kemendagri menjalankan putusan MK itu sangat penting. Jika pemerintah abai dan melanggar ketentuan dalam putusan MK, kemudian melantik Pj kepala daerah tanpa mematuhi putusan MK, tentu akan terjadi cacat hukum dalam proses penunjukan itu. Dan dikhawatirkan hal ini akan menjadi preseden buruk dan akan menjadi contoh tidak baik.
Komisi II akan selalu mengawasi kinerja dari para Pj Kepala Daerah yang ditunjuk oleh Mendagri dapat menjalankan kewajibannya sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi). "Kami tidak akan segan mengingatkan, mengoreksi, dan mengevaluasi kinerja Mendagri jika menemukan Penjabat Kepala Daerah yang abai menjalankan tugas dan kewajibannya termasuk ‘bermain-main’ pada wilayah politik praktis," tandas anggota Baleg DPR ini.
Untuk diketahui, MK pada akhir April 2022 lalu menolak permohonan perkara uji materi Pasal 201 ayat 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Tapi MK memberi panduan perihal pengisian penjabat kepala daerah kepada pemerintah.
"Dalam pertimbangan hukumnya, MK telah memberikan semacam petunjuk atau panduan terkait mekanisme penunjukan Pj kepala daerah. Di antaranya Kemendagri harus melakukan pemetaan kondisi riil dan memperhatikan kepentingan daerah masing-masing,” kata Guspardi kepada wartawan, Kamis (12/5/2022).
Dia melanjutkan, Pj kepala daerah yang ditunjuk juga dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala oleh pejabat yang berwenang. Tak hanya itu, kata dia, keputusan MK juga melarang anggota TNI/Polri aktif ditunjuk sebagai Pj kepala daerah, kecuali terlebih dahulu bermutasi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Itu pun dengan catatan apabila dibutuhkan dan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan melalui proses secara terbuka," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Dia menegaskan bahwa amar putusan MK tersebut mengikat dan harus dilaksanakan secara konsisten. Mengingat gelombang pertama pengisian penjabat kepala daerah sudah mulai pekan ini, Kemendagri harus taat asas dan taat hukum apa yang telah ditetapkan dan yang diputuskan oleh MK. "Putusan MK itu bukan untuk didiskusikan tapi harus dilaksanakan," tegasnya.
Legislator asal Sumatera Barat itu pun mengingatkan agar Kemendagri sudah mempersiapkan peraturan teknis menindaklanjuti putusan MK tersebut. Sehingga, Pj kepala daerah yang ditunjuk dapat bekerja sesuai ketentuan Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dengan menjunjung tinggi profesionalitas dan bersikap netral, objektif, dan tidak menjadi mesin kepentingan politik pihak tertentu serta dapat mengurangi resistensi politik.
Pria yang akrab disapa Gaus ini menambahkan, Pj kepala daerah harus memiliki kompetensi manajerial pemerintahan yang baik, juga harus dapat bekerja sama dengan DPRD. Sehingga dalam melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan daerah sesuai dengan aspirasi daerah serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah, sampai adanya kepala daerah definitif berdasarkan hasil pilkada serentak nasional 2024.
Oleh karena itu, menurut Gaus, kepatuhan Kemendagri menjalankan putusan MK itu sangat penting. Jika pemerintah abai dan melanggar ketentuan dalam putusan MK, kemudian melantik Pj kepala daerah tanpa mematuhi putusan MK, tentu akan terjadi cacat hukum dalam proses penunjukan itu. Dan dikhawatirkan hal ini akan menjadi preseden buruk dan akan menjadi contoh tidak baik.
Komisi II akan selalu mengawasi kinerja dari para Pj Kepala Daerah yang ditunjuk oleh Mendagri dapat menjalankan kewajibannya sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi). "Kami tidak akan segan mengingatkan, mengoreksi, dan mengevaluasi kinerja Mendagri jika menemukan Penjabat Kepala Daerah yang abai menjalankan tugas dan kewajibannya termasuk ‘bermain-main’ pada wilayah politik praktis," tandas anggota Baleg DPR ini.
Untuk diketahui, MK pada akhir April 2022 lalu menolak permohonan perkara uji materi Pasal 201 ayat 10 dan 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Tapi MK memberi panduan perihal pengisian penjabat kepala daerah kepada pemerintah.
(rca)