Family Megashift in the New Normal

Sabtu, 20 Juni 2020 - 09:02 WIB
loading...
Family Megashift in the New Normal
Managing Partner Inventure Yuswohady. Foto/Istimewa
A A A
Yuswohady
Managing Partner Inventure

Di kenormalan baru , keluarga akan mengalami pergeseran perilaku, kebiasaan, preferensi, dan gaya hidup yang amat besar dan fundamental. Berikut ini adalah enam megashift yang bakal dihadapi oleh keluarga-keluarga sebagai dampak adanya wabah COVID-19 .

#1. Family Is Living in Anxiety

Krisis COVID-19 membuat keluarga hidup dalam ketidakpastian dan selalu dibayangi oleh kecemasan. Beban pekerjaan selama WFH, ancaman PHK, dan ekonomi tidak stabil berpotensi menciptakan stres tinggi.

Survei dari McKinsey menunjukkan, masyarakat Indonesia menjadi lebih berhati-hati dalam melakukan konsumsi. Sebabnya gampang ditebak, dalam kondisi tidak menentu seperti sekarang mereka cemas akan masa depan yang tidak menentu.

Fokus utama mereka adalah menyelamatkan diri dan keluarga dari ancaman resesi. Pengeluaran ditekan semaksimal mungkin dan dialihkan untuk dana darurat jika hal buruk menimpa. (Baca: Tiga Hari Berturut-turut, 1.000 Lebih Meninggal Akibat Covid di Brasil)

Melihat situasi saat ini, dana darurat lebih penting dibandingkan konsumsi yang sifatnya non-esensial. Dana darurat ini sekaligus difungsikan untuk mengantisipasi ancaman resesi global.

#2. Insurance Becomes Necessity

Ketika ancaman terhadap kesehatan dan nyawa terus mengintai di tengah pandemi, maka prioritas konsumen kini bergeser ke keselamatan jiwa. Tak heran jika kini asuransi terutama kesehatan dan jiwa menjadi semakin krusial. Insurance becomes a necessity.

Tingkat kesadaran berasuransi di Indonesia selama ini berlangsung lambat, dimana tercatat baru 6% dari seluruh warga Indonesia yang memanfaatkan asuransi. Sebabnya bisa ditebak, karena asuransi adalah kebutuhan masa depan, tidak mendesak. Di samping itu kebanyakan masyarakat kita menganggap asuransi sebagai biaya, bukan investasi masa depan.

Dengan risiko kesehatan dan kematian yang melonjak oleh adanya pandemi, maka kami memperkirakan kesadaran masyarakat kita akan pentingnya asuransi akan meningkat pesat.

Mereka akan mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan-kebutuhan yang non-esensial. Sebaliknya, mereka mengalokasikan uangnya untuk kebutuhan-kebutuhan penunjang kesehatan dan keselamatan jiwa, termasuk salah satunya adalah asuransi. (Baca juga: 1 RT di Karawang di Karantina Usai Ditemukan 4 Kasus Covid-19)

COVID-19 will accelerate the insurance awareness in Indonesia.

#3. Deeper Family Bond

Sisi positif dari krisis COVID-19 adalah terciptanya hubungan keluarga yang semakin erat.

Ketika mayoritas waktu dilakukan di rumah, antaranggota keluarga bisa lebih berinteraksi. Tentu hal ini akan sulit terjadi di kondisi normal. Khususnya bagi masyarakat urban di kota-kota besar.

Misalnya saja, seseorang bekerja selama 8 jam per hari dengan durasi perjalan dari rumah ke tempat kerja kurang lebih 1 jam. Setidaknya dalam waktu satu hari, 40% waktu dihabiskan di luar rumah sehingga sulit sekali mencari waktu untuk ngobrol santai dengan keluarga.

Setelah lebih dari dua bulan mulai beradaptasi dengan stay at home lifestyle. Antaranggota keluarga mulai membangun sense of togetherness. Apapun masalah yang dihadapi keluarga selalu ada yang menemani.

Studi dari McKinsey menunjukkan, para eksekutif di China mengaku dekat dengan keluarga dan hal ini membantu mereka untuk lebih memahami emosi dan dukungan yang dibutuhkan saat mengalami masalah di tempat kerja.

#4. Healthy Is the New Caring

Diri kita adalah tameng pertama dari pertahanan melawan virus COVID-19. Semenjak awal virus merebak, masyarakat mulai peduli untuk menjaga kebersihan diri. Salah satunya ditunjukkan dengan perilaku mencuci tangan. (Baca juga: Viral Aksi TNI Adang Tank Israel di Lebanon)

Survei dari Nippon, perilaku personal hygiene seperti mencuci tangan, menggunakan hand sanitizer, dan memakai masker mengalami peningkatan dibandingkan saat virus Influenza tahun 2018.

Menjaga kesehatan diri sendiri adalah bentuk cinta kasih kepada keluarga. Dengan menjaga kesehatan dan tertib mengikuti protokol kesehatan yang diinstruksikan berarti turut melindungi keluarga dari penyebaran virus.

#5. Comeback of Homecooking

“After pandemic, everyone is a good cook”

Survei dari Bernstein menunjukkan, perilaku makan berubah selama masa pandemi dimana 59,5% responden menjawab mereka lebih sering memasak mulai dengan mengolah bahan mentah.

Studi ini berkebalikan dengan saat kondisi normal dimana milenial disebut sebagai generasi yang paling tidak bisa memasak. Milenial lebih senang mengejar karir. Namun, ketika pekerjaan mereka bisa dikerjakan di rumah, milenial menjadi lebih fleksibel work-life balance mereka. Terutama untuk mengasah keahlian baru.

Pada mulanya, memasak hanya sebagai aktivitas mengisi waktu luang. Namun, seiring tren WFH yang permanen, kebiasaan makan ini akan mengubah pola konsumsi. Seperti mengurangi membeli menu indulgence dan berganti ke belanja groseri. (Lihat videonya: Terpisah dari Rombongan, Seorang Pesepeda Dibegal di Jakarta Selatan)

#6. "Work-Life-Play" Balance

Ketika flexible working hour (FWH) menjadi kenormalan baru, maka batas antara bekerja (working), mengurus keluarga dan menjalankan parenting ke anak (living) serta menikmati leisure time (playing) menjadi kian kabur.

Di masa sebelumnya (era normal), waktu karyawan mayoritas untuk bekerja dan sedikit sekali bisa digunakan untuk living dan playing. Dengan FWH, maka mereka lebih leluasa mengatur waktunya dimana porsi living dan playing akan lebih besar dari sebelumnya. (Baca juga: Menkeu Rogoh Rp607,7 T untuk Pemulihan Ekonomi, Ini Realisasinya)

Keseimbangan work-live-play yang lebih baik ini pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dan kebahagiaan (well-being). Menjalani WFH, ibarat seperti juggling dalam atraksi sirkus. Awalnya kerepotan. Namun, seiring waktu working parents akan piawai berusaha menyeimbangkan waktu untuk working-living-playing.

Dengan WFH dan FWH keluarga bisa memiliki waktu yang lebih intimate dan orang tua bisa mengamati tumbuh kembang anak.

Welcome the well-being revolution.
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0855 seconds (0.1#10.140)