Cerdas Mengurai Macet di Ruas Tol
loading...
A
A
A
KENDARAAN dari Jakarta sudah memenuhi tol trans Jawa sejak tiga hari terakhir. Maklum saja, masyarakat dilanda euforia setelah dua tahun tak bisa berjumpa dengan kerabat di daerah akibat pandemi. Melubernya volume kendaraan di ruas tol trans Jawa sejatinya sudah diprediksi jauh hari sebelum musim mudik.
Namun, tetap saja terjadi kemacetan panjang. Hal ini lantaran adanya sumbatan lalu lintas di pintu keluar tol menuju jalan provinsi atau nasional. Para pemudik asal Jakarta membutuhkan waktu 12 jam untuk masuk ke ke wilayah Brebes. Padahal di kondisi normal, dengan waktu tempuh yang sama sudah bisa melintas hingga Surabaya.
Kejadian kemacetan di ruas tol yang berulang sejatinya bisa diantisipasi dengan melakukan beragam penataan lalu lintas di jalan provinsi maupun nasional dengan melibatkan pemerintah kabupaten/kota hingga pemerintah provinsi.
Aktivitas perdagangan di pasar yang umumnya berada di jalan utama di beberapa daerah di Jawa perlu dilakukan evaluasi. Kemacetan akibat adanya aktivitas tersebut akan berdampak pada kelancaran atus kendaraan yang akan keluar dari ruas tol.
Tentunya masyarakat tak ingin kejadian pada 2016 silam terulang. Kemacetan parah terjadi pada jalan nasional usai gerbang keluar tol di Brebes Timur, Jawa Tengah. Kemacetan itu biasa dikenal dengan tragedi Brebes Exit (Brexit).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebanyak 17 orang meninggal dunia akibat kemacetan parah tersebut, korban meninggal karena mengalami stres dan kelelahan serta akibat kecelakaan lalu lintas akibat macet yang tak bisa terurai di badan jalan tersebut.
Pintu keluar di Brebes Timur ini dibangun Pemerintah dengan impian membangun Jalan tol Trans Jawa agar bisa mengurai dan meminimalisasi kemacetan pada mudik lebaran. Namun, pembangunan yang belum sempurna, ditambah dengan ketidaksigapan pemerintah mengantisipasi warga yang cenderung memilih tol sebagai jalur utama.
Dengan jumlah kendaraan yang diperkirakan jauh lebih besar dibandingkan sebelum pandemi, kejadian kemaceta parah berpotensi terjadi. Jawa Tengah adalah simpul kemacetan. Pada 2019 saat puncak arus mudik, volume kendaraan turun sangat drastis di ruas tol Semarang-Solo-Surabaya.
Aparat kepolisian harus lebih mempersiapkan pengamanan arus lalu lintas khususnya pada saat mudik lebaran. Jadi arus kendaraan mulai terlihat akan menumpuk di tol, sebaiknya mencari solusi untuk mengurai kemacetan. Misalnya dengan mengarahkan pemudik dengan tujuan akhir Jawa Tengah bagian barat untuk melintas di jalan provinsi atau jalan nasional. Sehingga volume kendaraan di tol berkurang.
Penutupan rest area tol yang sekarang dilakukan tentu bukan langkah yang tepat. Mengingat dalam kondisi berpuasa para pengemudi akan merasakan kelelahan. Terlihat banyak pengemudi yang terpaksa beristirahat di bahu jalan karena rest area yang ditutup.
Namun, para pemudik dipaksa untuk melanjutkan perjalanannya dengan alasan keselamat. Padahal dengan memaksa pengemudi kendaraan untuk melanjutkan perjalanan sama halnya dengan membahayakan pengemudi dan pengendara lainnya.
Kegiatan mengemudi atau berkendara membutuhkan kesiapan fisik dan mental agar tetap fokus selama perjalanan, begitu juga berkendara dengan jarak yang jauh.
Mengutip peraturan Undang-Undangan Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada pasal 90 ayat (3) bahwa pengemudi kendaraan bermotor umum wajib istirahat selama setengah jam setelah berkendara selama empat jam berturut-turut.
Mengemudi selama empat jam berturut-turut pasti membutuhkan kondisi fisik yang siap agar di dalam perjalan terasa nyaman agar sampai tujuan dengan selamat.
Kondisi fisik pengemudi bisa memengaruhi keselamatan dirinya, penumpang dan orang lain. Karena dalam kondisi llelah, konsentrasi saat mengemudi bisa terganggu dan dapat berakibat fatal.
Untuk bisa mengemudi tanpa henti selama 3 sampai 4 jam ini tentunya butuh fisik yang sehat dan fit agar pengemudi bisa menikmati perjalanan aman dengan mobil. Kondisi fisik pengemudi bisa memengaruhi keselamatan penumpang karena jika tidak konsentrasi saat mengemudi akibat kondisi tubuh yang lelah bisa berakibat fatal. Tentunya, dengan adanya “paksaan” untuk melanjutkan perjalanan di tol tentu akan sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa.
Pengemudi perlu mengatasi rasa kantuk dan lelah, karena bisa mengganggu konsentrasi pengemudi saat di perjalanan. Kalau Anda sudah merasa mengantuk segeralah cari tempat peristirahatan dan posko-posko siaga.
Itu sebabnya diharuskan setiap melakukan jalan jauh dengan mobil pribadi, wajib istirahat setiap 4 jam sekali. Perjalanan jarak yang jauh dengan mobil, juga bisa disiasati dengan cara yang menyetir ada dua orang sehingga bisa bergantian, saat salah satu pengemudi merasa lelah dan mengantuk ada yang menggantikan. Sayangnya, banyak pemudik yang tak memiliki sopir cadangan.
Kemacetan yang justru banyak terjadi adalah imbas dari macetnya ruas-ruas jalan diluar tol. Perlu bijak dan cerdas dalam mencari solusi untuk mengurai kemacetan akan menyelamatkan jiwa para pemudik.
Baca Juga: koran-sindo.com
Namun, tetap saja terjadi kemacetan panjang. Hal ini lantaran adanya sumbatan lalu lintas di pintu keluar tol menuju jalan provinsi atau nasional. Para pemudik asal Jakarta membutuhkan waktu 12 jam untuk masuk ke ke wilayah Brebes. Padahal di kondisi normal, dengan waktu tempuh yang sama sudah bisa melintas hingga Surabaya.
Kejadian kemacetan di ruas tol yang berulang sejatinya bisa diantisipasi dengan melakukan beragam penataan lalu lintas di jalan provinsi maupun nasional dengan melibatkan pemerintah kabupaten/kota hingga pemerintah provinsi.
Aktivitas perdagangan di pasar yang umumnya berada di jalan utama di beberapa daerah di Jawa perlu dilakukan evaluasi. Kemacetan akibat adanya aktivitas tersebut akan berdampak pada kelancaran atus kendaraan yang akan keluar dari ruas tol.
Tentunya masyarakat tak ingin kejadian pada 2016 silam terulang. Kemacetan parah terjadi pada jalan nasional usai gerbang keluar tol di Brebes Timur, Jawa Tengah. Kemacetan itu biasa dikenal dengan tragedi Brebes Exit (Brexit).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebanyak 17 orang meninggal dunia akibat kemacetan parah tersebut, korban meninggal karena mengalami stres dan kelelahan serta akibat kecelakaan lalu lintas akibat macet yang tak bisa terurai di badan jalan tersebut.
Pintu keluar di Brebes Timur ini dibangun Pemerintah dengan impian membangun Jalan tol Trans Jawa agar bisa mengurai dan meminimalisasi kemacetan pada mudik lebaran. Namun, pembangunan yang belum sempurna, ditambah dengan ketidaksigapan pemerintah mengantisipasi warga yang cenderung memilih tol sebagai jalur utama.
Dengan jumlah kendaraan yang diperkirakan jauh lebih besar dibandingkan sebelum pandemi, kejadian kemaceta parah berpotensi terjadi. Jawa Tengah adalah simpul kemacetan. Pada 2019 saat puncak arus mudik, volume kendaraan turun sangat drastis di ruas tol Semarang-Solo-Surabaya.
Aparat kepolisian harus lebih mempersiapkan pengamanan arus lalu lintas khususnya pada saat mudik lebaran. Jadi arus kendaraan mulai terlihat akan menumpuk di tol, sebaiknya mencari solusi untuk mengurai kemacetan. Misalnya dengan mengarahkan pemudik dengan tujuan akhir Jawa Tengah bagian barat untuk melintas di jalan provinsi atau jalan nasional. Sehingga volume kendaraan di tol berkurang.
Penutupan rest area tol yang sekarang dilakukan tentu bukan langkah yang tepat. Mengingat dalam kondisi berpuasa para pengemudi akan merasakan kelelahan. Terlihat banyak pengemudi yang terpaksa beristirahat di bahu jalan karena rest area yang ditutup.
Namun, para pemudik dipaksa untuk melanjutkan perjalanannya dengan alasan keselamat. Padahal dengan memaksa pengemudi kendaraan untuk melanjutkan perjalanan sama halnya dengan membahayakan pengemudi dan pengendara lainnya.
Kegiatan mengemudi atau berkendara membutuhkan kesiapan fisik dan mental agar tetap fokus selama perjalanan, begitu juga berkendara dengan jarak yang jauh.
Mengutip peraturan Undang-Undangan Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pada pasal 90 ayat (3) bahwa pengemudi kendaraan bermotor umum wajib istirahat selama setengah jam setelah berkendara selama empat jam berturut-turut.
Mengemudi selama empat jam berturut-turut pasti membutuhkan kondisi fisik yang siap agar di dalam perjalan terasa nyaman agar sampai tujuan dengan selamat.
Kondisi fisik pengemudi bisa memengaruhi keselamatan dirinya, penumpang dan orang lain. Karena dalam kondisi llelah, konsentrasi saat mengemudi bisa terganggu dan dapat berakibat fatal.
Untuk bisa mengemudi tanpa henti selama 3 sampai 4 jam ini tentunya butuh fisik yang sehat dan fit agar pengemudi bisa menikmati perjalanan aman dengan mobil. Kondisi fisik pengemudi bisa memengaruhi keselamatan penumpang karena jika tidak konsentrasi saat mengemudi akibat kondisi tubuh yang lelah bisa berakibat fatal. Tentunya, dengan adanya “paksaan” untuk melanjutkan perjalanan di tol tentu akan sangat berisiko terhadap keselamatan jiwa.
Pengemudi perlu mengatasi rasa kantuk dan lelah, karena bisa mengganggu konsentrasi pengemudi saat di perjalanan. Kalau Anda sudah merasa mengantuk segeralah cari tempat peristirahatan dan posko-posko siaga.
Itu sebabnya diharuskan setiap melakukan jalan jauh dengan mobil pribadi, wajib istirahat setiap 4 jam sekali. Perjalanan jarak yang jauh dengan mobil, juga bisa disiasati dengan cara yang menyetir ada dua orang sehingga bisa bergantian, saat salah satu pengemudi merasa lelah dan mengantuk ada yang menggantikan. Sayangnya, banyak pemudik yang tak memiliki sopir cadangan.
Kemacetan yang justru banyak terjadi adalah imbas dari macetnya ruas-ruas jalan diluar tol. Perlu bijak dan cerdas dalam mencari solusi untuk mengurai kemacetan akan menyelamatkan jiwa para pemudik.
Baca Juga: koran-sindo.com
(bmm)