Pemberantasan Korupsi di Periode Kedua Pemerintahan Jokowi Kian Letoi
loading...
A
A
A
Maraknya praktik korupsi di sektor pemerintah daerah menunjukkan reformasi birokrasi yang selama ini digaungkan oleh pemerintah masih banyak belum menuai hasil maksimal. Selain itu fungsi inspektorat pun mesti diperkuat agar dapat menjadi bagian utama pencegahan korupsi. Ditambah lagi dengan sektor pengadaan barang dan jasa yang kerap dijadikan bancakan korupsi.
Pada level perangkat desa praktik korupsi yang paling sering menyangkut alokasi dana desa. Hal ini kemungkinan disebabkan karena minimnya pengawasan dari otoritas terkait dan rendahnya partisipasi masyarakat. Jumlah pada tahun ini meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya yang hanya 158 perangkat desa.
Dalam temuan sepanjang tahun 2019 diketahui sebanyak 842 terdakwa divonis ringan oleh Pengadilan di berbagai tingkatan. Secara persentase dibandingkan dengan total keseluruhan perkara, vonis ringan mencapai 82,2 persen. Angka ini cukup meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 79 persen.
Untuk vonis sedang (4-10 tahun), Pengadilan di berbagai tingkatan hanya memvonis 173 Terdakwa. Presentasenya pun rendah, yakni hanya 16,9 persen. Sedangkan yang divonis berat (di atas 10 tahun) tercatat 9 orang dengan presentase 0,8 persen.
Vonis Bebas Naik Tajam
Satu hal yang sungguh memprihatinkan dalam isu pemberantasan korupsi sepanjang tahun 2019 adalah vonis bebas naik tajam dibanding dengan tahun 2018 yang mencapai 41 terdakwa. Tahun sebelumnya hanya 26 terdakwa.
Dan vonis lepas untuk putusan berupa dakwaan terbukti tapi dipandang bukan merupakan tindak pidana sebanyak 13 terdakwa.
Bila dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, vonis ringan pada tahun 2019 juga meningkat. Tahun 2016 ada 479 perkara (72,1%) yang divonis ringan, lantas tahun 2017 tercatat 1.127 (81.6%), tahun 2018 (918 kasus atau 79%). Nah pada tahun 2019 persentase vonis ringan mencapai 82,2% (842
“Dari data itu dapat dikatakan bahwa vonis ringan pada tahun 2019 terbilang paling banyak dibanding dengan tiga tahun sebelumnya. Tentu ini menandakan bahwa lembaga pengadilan tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada SINDOnews.
Vonis Bebas dan Lepas Koruptor Sepanjang tahun 2019 pengadilan di berbagai tingkatan telah membebaskan 41 terdakwa dan menjatuhkan putusan lepas kepada 13 terdakwa. Jika dipresentasekan sekitar 5,2% dari total keseluruhan putusan yang dijatuhkan oleh majelis Hakim. Jumlah ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebanyak 27 terdakwa dan tahun 2017 sebanyak 35 terdakwa.
Sedangkan yang dijatuhi sanksi berat pada tahun 2019 terbilang sangat sedikit, hanya 0,8 persen. Terdiri dari 9 terdakwa, masing-masing: Lie Eng Jun bin Lie Sing Kiat (diajtuhi 12 tahun penjara oleh MA), Syahran Umasugi (11 tahun oleh Pengadilan Negeri/PN Ambon), La Masikamba (15 tahun oleh Pengadilan Tinggi Maluku), Pieter Wandik (15 tahun oleh PN Jayapura), Victor Aries Efendy (15 tahun oleh PN Jayapura), Antonius Aris Saputro (16 tahun oleh PN Surabaya), Suharno bin Sadinu (11 tahun oleh PN Semarang), Riyanto bin Hadi sumarto (9 tahun oleh PN Semarang), dan Zainudin Hasan (12 tahun oleh PN Tanjung Karang).
Pada level perangkat desa praktik korupsi yang paling sering menyangkut alokasi dana desa. Hal ini kemungkinan disebabkan karena minimnya pengawasan dari otoritas terkait dan rendahnya partisipasi masyarakat. Jumlah pada tahun ini meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya yang hanya 158 perangkat desa.
Dalam temuan sepanjang tahun 2019 diketahui sebanyak 842 terdakwa divonis ringan oleh Pengadilan di berbagai tingkatan. Secara persentase dibandingkan dengan total keseluruhan perkara, vonis ringan mencapai 82,2 persen. Angka ini cukup meningkat dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 79 persen.
Untuk vonis sedang (4-10 tahun), Pengadilan di berbagai tingkatan hanya memvonis 173 Terdakwa. Presentasenya pun rendah, yakni hanya 16,9 persen. Sedangkan yang divonis berat (di atas 10 tahun) tercatat 9 orang dengan presentase 0,8 persen.
Vonis Bebas Naik Tajam
Satu hal yang sungguh memprihatinkan dalam isu pemberantasan korupsi sepanjang tahun 2019 adalah vonis bebas naik tajam dibanding dengan tahun 2018 yang mencapai 41 terdakwa. Tahun sebelumnya hanya 26 terdakwa.
Dan vonis lepas untuk putusan berupa dakwaan terbukti tapi dipandang bukan merupakan tindak pidana sebanyak 13 terdakwa.
Bila dibandingkan dengan tiga tahun sebelumnya, vonis ringan pada tahun 2019 juga meningkat. Tahun 2016 ada 479 perkara (72,1%) yang divonis ringan, lantas tahun 2017 tercatat 1.127 (81.6%), tahun 2018 (918 kasus atau 79%). Nah pada tahun 2019 persentase vonis ringan mencapai 82,2% (842
“Dari data itu dapat dikatakan bahwa vonis ringan pada tahun 2019 terbilang paling banyak dibanding dengan tiga tahun sebelumnya. Tentu ini menandakan bahwa lembaga pengadilan tidak berpihak pada isu pemberantasan korupsi,” ujar peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada SINDOnews.
Vonis Bebas dan Lepas Koruptor Sepanjang tahun 2019 pengadilan di berbagai tingkatan telah membebaskan 41 terdakwa dan menjatuhkan putusan lepas kepada 13 terdakwa. Jika dipresentasekan sekitar 5,2% dari total keseluruhan putusan yang dijatuhkan oleh majelis Hakim. Jumlah ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebanyak 27 terdakwa dan tahun 2017 sebanyak 35 terdakwa.
Sedangkan yang dijatuhi sanksi berat pada tahun 2019 terbilang sangat sedikit, hanya 0,8 persen. Terdiri dari 9 terdakwa, masing-masing: Lie Eng Jun bin Lie Sing Kiat (diajtuhi 12 tahun penjara oleh MA), Syahran Umasugi (11 tahun oleh Pengadilan Negeri/PN Ambon), La Masikamba (15 tahun oleh Pengadilan Tinggi Maluku), Pieter Wandik (15 tahun oleh PN Jayapura), Victor Aries Efendy (15 tahun oleh PN Jayapura), Antonius Aris Saputro (16 tahun oleh PN Surabaya), Suharno bin Sadinu (11 tahun oleh PN Semarang), Riyanto bin Hadi sumarto (9 tahun oleh PN Semarang), dan Zainudin Hasan (12 tahun oleh PN Tanjung Karang).