Hukum yang Bernurani

Rabu, 06 April 2022 - 16:35 WIB
loading...
A A A
Dalam keadaan inilah, letak pentingnya kontrol masyarakat (society control) sebagai wujud keikutsertaan masyarakat dan dukungannya terhadap peningkatan perbaikan implementasi sistem peradilan pidana di indonesa. Jika terus diikuti proses peradilan pidana sesuai KUHAP sangat tipis kemungkinan penghentian proses penyidikan dan penuntutan di tengah jalan sekalipun dengan ketersediaan secara normatif alasan-alasan yang telah diatur dalam KUHAP.

Keadilan Restoratif
Saat ini angin baru telah diembuskan petinggi hukum, Jaksa Agung dan Kapolri yang memperkenalkan keadilan restoratif (restorative justice/RJ) yang dipandang cocok dengan budaya dan tradisi masyarakat Indonesia berdasarkan Pancasila. Akar budaya yang dicirikan dengan musyawarah dalam menyelesaikan perselisihan anggota masyarakat yang dipimpin tetua adat terbukti telah berhasil dilaksanakan di beberapa daerah provinsi di Indonesia.

Embusan angin segar dari kedua petinggi hukum tersebut telah memperoleh hasil yang cukup memuaskan yaitu Kejaksaan berhasil mewujudkan keadilan restoratif sebanyak, 821 perkara (Maret 2021), dan Kepolisian sebanyak, 12.754 selama Januari 2021.

Di balik konsep RJ yang sudah diwujudkan Kejaksaan dan Kepolisian sesungguhnya terdapat suatu nilai baru (new values) dari hukum (pidana) yaitu, nilai lama yang dipengaruhi filosofi liberalisme-individualisme telah ditinggalkan dalam hukum pidana dan diganti dengan filosofi Pancasila dalam kehidupan hukum masyarakat yang dilandaskan pada prinsip musyawarah, mufakat dan perdamaian. Diharapkan juga diberlakukan terhadap perkara pidana yang besar sehingga memberikan dampak luas bagi negara dan masyarakat.

Contoh penegakan hukum korupsi dan tindak pidana terkait keuangan dan perbankan serta pasar modal dapat digunakan model RJ yang mengedepankan “cost and benefit" baik bagi negara maupun pelaku usaha; pengaruh pandangan utilitarian sebagai lawan Kantianiseme yang bersangkutan; dilengkapi dengan dua asas hukum fundamental dalam hukum pidana, yaitu asas proporsionalitas dan asas subsidiaritas (J.Remmelink, 2003).

Kelengkapan pandangan utilitarianisme dan dua asas hukum pidana fundamental tersebut sepatutnya dipertimbangkan hakim sebelum menjatuhkan putusannya. Contoh, sekali pun telah terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa terjadi tindak pidana korupsi, hakim dapat mempertimbangkan sebelum penjatuhan putusan, apakah dampak hukuman yang akan dijatuhkan telah melampaui dampak kerugian sosial dan ekonomi yang akan terjadi pada pelaku usaha, atau kehilangan pemasukan dari pajak usaha dan nilai devisa ekspor kepada negara.

Ini suatu penilaian atas dasar filosofi pragmatic legal realism (Eugen Erlich), aliran hukum terbaru di Eropa dan Amerika Serikat. Contoh nyata lain, ialah pembebasan pengusaha pabrikan pesawat Boeing, Airbus dan Bombardier oleh Kejaksaan Agung dengan alasan pelaku usaha telah kooperatif dan meminta maaf serta membayar denda pinalti sebanyak EU 2.690 juta, dan pelaku usaha yang bersangkutan tidak dituntut pidana. Akan tetapi di sisi lain Kejaksaan Agung wajib melindungi pelaku usaha dari tuntutan negara lain; inilah yang terjadi pada perkara ES, mantan dirut PT Garuda, yang dipenjara dan negara hanya memperoleh pidana denda sebanyak Rp1 miliar.

Begitu juga penegakan terhadap eks BLBI, PT Dipasena dan Texmaco, yang kolaps dan negara tidak dapat apa-apa sedangkan pemasukan devisa dan pajak dari kedua perusahaan tersebut berhenti disertai pengangguran tenaga kerja meningkat.

Hal yang sama juga berlaku dalam perkara korupsi pembangunan sarana dan prasarana olah raga di Hambalang, Sentul, Kabupaten Bogor sehingga proyek APBN mangkrak dan dana yang telah dihabiskan tidak kembali. Kesimpulan dari uraian di atas adalah, bahwa hukum tidak akan hidup dan dapat dilaksanakan jika tidak oleh manusia, yaitu penegak hukum yang bukan hanya ahli hukum tetapi juga ahli hukum bernurani.

Ahli hukum, praktisi hukum bernurani inilah yang diperlukan untuk membangun hukum lebih baik dari sebelumnya. Langkah hukum dan sikap ahli hukum bernurani akan membawa nilai baru (new values) di dalam kehidupan hukum dalam masyarakat. Nilai baru tersebut merupakan pedoman berhukum Pancasila yang mencerminkan nilai Pancasila di satu sisi, dan di sisi lain hukum bernurani merupakan bagian integral yang diharapkan dari kehidupan keseharian masyarakat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1401 seconds (0.1#10.140)