Tiada Maaf bagi Subur Sembiring
loading...
A
A
A
JAKARTA - Partai Demokrat murka terhadap Subur Sembiring. Manuvernya dianggap mengganggu stabilitas partai besutan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Demokrat pun mendepak Subur dari keanggotaan partai yang bermarkas di Proklamasi 41, Jakarta tersebut.
Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan, Dewan Kehormatan telah menjatuhkan sanksi pemberhentian Subur sebagai anggota partai. "Terbukti bersalah telah melakukan perbuatan tingkah laku buruk yang merugikan citra dan membahayakan kewibawaan Partai Demokrat," ujar politisi asal Tanah Rencong itu dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/6/2020).
Dia mengatakan, manuver politik yang dilakukan Subur Sembiring akhir-akhir ini telah mengundang kecaman dan kemarahan kader Partai Demokrat. Tidak hanya satu atau dua kali saja Subur Sembiring membuat kontroversi yang telah merugikan Partai Demokrat.
Pengamat politik Idil Akbar menilai Subur Sembiring terlalu offside karena menyampaikan pengambilalihan kepemimpinan Demokrat. Apalagi itu hanya soal ketidakadaan surat keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkuham) tentang kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) .
Belakangan, ternyata Yasonna Laoly telah meneken SK bernomor M.HH-10.AH.11.01 Tahun 2020 pada 18 Mei lalu. Idil mengatakan cara komunikasi Subur dan bersafari ke Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Yasonna itu sebuah kekeliruan.
"Kata mengambil alih ini yang menjadi persoalan. Saya melihat bahwa secara administrasi, dia mencoba mengkritisi terkait dengan pentingnya SK pengangkatan AHY," ujar dosen Universitas Padjajaran (Unpad) itu saat dihubungi SINDOnews, Selasa (16/6/2020). ( ).
Pengambilalihan kepemimpinan itu, menurut Subur, karena dia belum melihat SK kepengurusan Partai Demokrat 2020-2025. Skuad ini dipimpin AHY yang secara aklamasi dalam Kongres 15 Maret lalu.
Dia mempertanyakan kenapa Proklamasi 41 tidak menyampaikan SK itu kepada kader. Dia menuding ada yang sengaja menyembunyikan SK. "Itu saya ambil alih (kepemimpinan), itu dalam internal partai biasa. Enggak ada yang diancam," ucapnya.
Kembali ke Idil, dia menyebut Demokrat seharusnya tidak memecat kader seniornya. Dalam politik memang tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Yang abadi hanya soal kepentingan. Menurutnya, pengurus Demokrat seharusnya memanggil Subur untuk dimintai klarifikasi atas manuvernya.
"Problem Demokrat seperti beberapa partai politik terlalu oligarkis. Bahwa melihat kepemimpinan selalu yang sakral. Kritik sedikit terhadap kepemimpinan langsung reaktif untuk kemudian melakukan pemecatan," tuturnya.
Sekjen Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan, Dewan Kehormatan telah menjatuhkan sanksi pemberhentian Subur sebagai anggota partai. "Terbukti bersalah telah melakukan perbuatan tingkah laku buruk yang merugikan citra dan membahayakan kewibawaan Partai Demokrat," ujar politisi asal Tanah Rencong itu dalam keterangan tertulisnya, Senin (15/6/2020).
Dia mengatakan, manuver politik yang dilakukan Subur Sembiring akhir-akhir ini telah mengundang kecaman dan kemarahan kader Partai Demokrat. Tidak hanya satu atau dua kali saja Subur Sembiring membuat kontroversi yang telah merugikan Partai Demokrat.
Pengamat politik Idil Akbar menilai Subur Sembiring terlalu offside karena menyampaikan pengambilalihan kepemimpinan Demokrat. Apalagi itu hanya soal ketidakadaan surat keputusan (SK) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkuham) tentang kepengurusan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) .
Belakangan, ternyata Yasonna Laoly telah meneken SK bernomor M.HH-10.AH.11.01 Tahun 2020 pada 18 Mei lalu. Idil mengatakan cara komunikasi Subur dan bersafari ke Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Yasonna itu sebuah kekeliruan.
"Kata mengambil alih ini yang menjadi persoalan. Saya melihat bahwa secara administrasi, dia mencoba mengkritisi terkait dengan pentingnya SK pengangkatan AHY," ujar dosen Universitas Padjajaran (Unpad) itu saat dihubungi SINDOnews, Selasa (16/6/2020). ( ).
Pengambilalihan kepemimpinan itu, menurut Subur, karena dia belum melihat SK kepengurusan Partai Demokrat 2020-2025. Skuad ini dipimpin AHY yang secara aklamasi dalam Kongres 15 Maret lalu.
Dia mempertanyakan kenapa Proklamasi 41 tidak menyampaikan SK itu kepada kader. Dia menuding ada yang sengaja menyembunyikan SK. "Itu saya ambil alih (kepemimpinan), itu dalam internal partai biasa. Enggak ada yang diancam," ucapnya.
Kembali ke Idil, dia menyebut Demokrat seharusnya tidak memecat kader seniornya. Dalam politik memang tidak ada kawan dan lawan yang abadi. Yang abadi hanya soal kepentingan. Menurutnya, pengurus Demokrat seharusnya memanggil Subur untuk dimintai klarifikasi atas manuvernya.
"Problem Demokrat seperti beberapa partai politik terlalu oligarkis. Bahwa melihat kepemimpinan selalu yang sakral. Kritik sedikit terhadap kepemimpinan langsung reaktif untuk kemudian melakukan pemecatan," tuturnya.