Hak Konsumen, Kompleksitas Pasar, dan Transformasi Digital

Selasa, 15 Maret 2022 - 15:18 WIB
loading...
Hak Konsumen, Kompleksitas Pasar, dan Transformasi Digital
Megawati Simanjuntak dan Rizal E. Halim (Foto: Ist)
A A A
Megawati Simanjuntak
Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI dan Pengajar di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, FEMA, IPB University

Rizal E. Halim

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI dan Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia


HARI
ini 15 Maret, bertepatan dengan Hari Hak Konsumen Sedunia. Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, 60 tahun lalu, mengajukan undang-undang mengenai hak konsumen melalui pidatonya yang membahas masalah hak-hak konsumen. Sejak 1983, Consumers International, sebuah organisasi yang memperjuangkan hak-hak konsumen internasional, menetapkan 15 Maret sebagai Hari Hak Konsumen Sedunia atau World Consumer Rights Day.

Setelah penetapan hari hak konsumen sedunia, 16 tahun kemudian, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) disahkan di tengah persaingan dunia usaha yang sangat ketat dan kompetitif. Penggunaan strategi yang ditetapkan dan diterapkan oleh para pelaku usaha untuk mendongkrak penjualan produk barang atau jasa, seringkali menyebabkan kerugian bagi konsumen. Hal ini dikarenakan faktor kesengajaan atau karena kurang memadainya informasi yang benar pada saat dilakukan penawaran produk atau jasa. Meskipun konsumen dan pelaku usaha memiliki hubungan erat yang saling menguntungkan, namun belum semua pelaku usaha berkeinginan menempatkan kepentingan perlindungan konsumen sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan kegiatan usahanya.

Hak-Hak Konsumen
Dalam kerangka UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hubungan konsumen dan pelaku usaha (produsen/pedagang) dilandasi oleh adanya transaksi perdagangan yang terjadi di antara keduanya. Dalam setiap transaksi yang terjadi, terkandung hak dan kewajiban masing-masing. Menyikapi Hari Hak Konsumen Sedunia yang diperingati hari ini, kita perlu mengingat kembali apa saja hak yang dimiliki oleh konsumen.

Pertama, hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan/atau jasa. Artinya, keamanan dan keselamatan konsumen ketika menggunakan barang dan/jasa yang diperolehnya harus dijamin, agar terhindar dari kerugian baik fisik maupun psikis. Para pelaku usaha memiliki kewajiban untuk tidak menjual barang kedaluwarsa, mengandung bahan berbahaya, proses pengolahan yang tidak higienis, melakukan kesalahan pelayanan/malpraktik, dan lain-lain.

Kedua, hak untuk memilih barang dan/atau jasa, serta mendapatkan barang dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Artinya, konsumen memiliki hak untuk diberikan kebebasan dalam memilih berbagai produk yang sesuai dengan kebutuhannya, terlepas dari tekanan pihak luar, serta dilindungi terhadap praktik usaha perdagangan yang bersifat monopoli dan usaha persaingan tidak sehat. Untuk itu, pelaku usaha memiliki kewajiban untuk tidak menayangkan iklan yang menyesatkan, menawarkan diskon hanya pada waktu yang terbatas (misalnya hanya 1 jam) sehingga menyebabkan konsumen tidak bisa memilih dengan teliti, dan lain-lain.

Ketiga, hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Artinya, konsumen harus dilindungi dari praktik usaha yang tidak jujur atau menyesatkan dan bersifat menyalahgunakan. Konsumen dapat memperoleh gambaran yang benar tentang suatu produk, sehingga dapat memilih produk yang diinginkan dan terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk. Pelaku usaha memiliki kewajiban tidak memberikan iklan yang menyesatkan, label tidak sesuai ketentuan yang berlaku, dan lain-lain.

Keempat, hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang/jasa yang digunakan. Artinya, konsumen memiliki hak untuk mengajukan permintaan informasi lebih lanjut dan mengajukan komplain jika produk/jasa tidak cocok dengan yang diinformasikan. Untuk itu, pelaku usaha memiliki kewajiban untuk mendengarkan setiap keluhan yang disampaikan konsumen dan menanggapinya dengan baik.

Kelima, hak untuk mendapatkan advovasi, perlindungan dan penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Artinya, konsumen memiliki hak untuk dijamin dalam memperoleh perlindungan melalui jasa konsultasi dan bantuan penyelesaian masalah melalui lembaga perlindungan konsumen.

Keenam, hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen. Artinya, konsumen memiliki hak memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjadi seorang konsumen yang baik dan cerdas. Selain itu, para pelaku usaha juga harus dibekali agar menjadi penjual yang bertanggungjawab.

Ketujuh, hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Artinya, konsumen memiliki hak untuk dijamin memperoleh perlakuan yang adil dan tidak dibeda-bedakan ketika bertransaksi dengan pelaku usaha

Kedelapan, hak untuk memperoleh kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak cocok dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Artinya, konsumen memiliki hak untuk diberikan kesempatan mengajukan pengembalian uang atau kompensasi yang adil yang ditimbulkan dari kesalahan pelaku usaha, serta hak atas ganti rugi dan kompensasi yang ditimbulkan atau patut dipersangkakan kepada pelaku usaha. Untuk itu, pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memberikan ganti rugi yang sesuai, serta meminta maaf apabila melakukan kesalahan dalam memberikan pelayanan atau melakukan penjualan barang yang salah.

Kesembilan, hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Artinya, konsumen memiliki hak untuk dijamin haknya dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang tidak terdapat pada UUPK.

Tantangan Perlindungan Hak-hak Konsumen
Pelaksanaan perlindungan konsumen di Indonesia yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan menciptakan keseimbangan perlindungan kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha, yang dilaksanakan melalui pemberian kepastian hukum yang menjamin diperolehnya hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha.

Sayangnya, upaya perlindungan konsumen yang telah dilakukan oleh pemerintah masih menghadapi berbagai kendala yang menyebabkan pelaksanaan perlindungan konsumen dinilai belum optimal. Sejumlah diskursus publik muncul mulai dari pangan yang mengandung formalin, makanan-minuman kemasan yang dipandang tidak higienis, investasi bodong, pinjaman online ilegal, gagal bayar asuransi, penipuan di sektor properti, dan lain sebagainya menjadi wajah perlindungan konsumen Indonesia saat ini.

Tidak optimalnya perlindungan konsumen disebabkan beberapa faktor, di antaranya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dianggap sudah tidak relevan dengan dinamika masyarakat dan pasar, institusi pelaksana kebijakan yang terbatas baik dari segi kualitas dan kuantitas, Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) tahun 2021 masih pada level mampu dengan nilai 50,39 yang menunjukkan konsumen belum berdaya atau belum terpenuhi hak-haknya, perlindungan konsumen belum menjadi isu pokok dalam kebijakan ekonomi, dan penegakan hukum perlindungan konsumen terhadap sengketa ekonomi digital belum maksimal.

Pandemi Covid-19 dan disrupsi teknologi yang semakin masif menyebabkan pola belanja masyarakat mengalami shifting kearah online. Fenomena ini juga harus mendapat perhatian karena perekonomian Indonesia masih sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga. Oleh karenanya, kepercayaan konsumen pada transaksi termasuk di dunia virtual akan sangat berkontribusi terhadap pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional.

Masyarakat Indonesia harus dididik agar menjadi konsumen cerdas dan berdaya. Konsumen cerdas dan berdaya adalah konsumen yang mampu menegakkan hak dan melakukan kewajibannya sebagai konsumen. Alasan perlunya menjadi konsumen cerdas dan berdaya adalah saat ini semakin banyak barang dan jasa yang dijual dengan merek, harga, dan kualitas yang berbeda-beda, semakin beragamnya cara penjual menarik minat konsumen, seperti diskon, iklan, dan promosi, serta semakin sulitnya konsumen dalam memilih barang/jasa karena kurangnya pengetahuan. Pembentukan pasar tidak lagi didorong oleh permintaan pasar atau konsumsi, tetapi lebih didorong oleh berkembangnya lingkungan yang begitu pesat seperti teknologi digital, infrastruktur produksi, dan sebagainya sehingga produksi menjadi pendikte konsumsi. Pada titik ini tentunya konsumen menjadi pihak yang sangat rentan (vulnerable) jika tidak diperkuat dengan edukasi dan literasi yang memadai.

Untuk itu, konsumen perlu diedukasi secara berkelanjutan agar menjadi cerdas, kritis dan memiliki kesadaran bertindak, baik untuk diri maupun lingkungannya. Selamat Hari Hak Konsumen Sedunia. Mari wujudkan konsumen cerdas untuk mendukung ekonomi negeri.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1919 seconds (0.1#10.140)