Parpol Mulai Poles Cagub, Sinyal Pertarungan Pilgub DKI 2024 Bakal Sengit
loading...
A
A
A
“Pak Jokowi lalu menjadi calon presiden paling populer dan paling kuat hanya enam bulan setelah terpilih jadi gubernur. Walaupun itu juga tergantung dari kinerja yang bersangkutan,” ujarnya.
Kendati demikian, dia mengaku belum bisa menyimpulkan siapa figur yang paling kuat untuk maju di pilgub dan punya kans menang karena pelaksanaan pilgub masih jauh.
“Dan, perlu diingat, pilkada 2024 itu mesti menunggu hasil pileg (pemilu legislatif) 2024 dulu. Ketika bicara calon, lebih baik bicara siapa figur ketimbang partai karena partai nanti tergantung pada hasil pileg 2024,” paparnya.
Qodari menyebutkan Gubenur Jakarta Anies Baswedan yang belakangan santer disebut bakal maju di Pilpres 2024 sebagai calon kuat di pilgub. Baru satu periode menjabat popularitas Anies diakui cukup meroket sebagai bakal capres, meski trennya disebut agak menurun belakangan ini. Dia meyakini Anies masih punya peluang kuat untuk kembali duduk sebagai gubernur jika urung maju sebagai capres. Selain Anies, Ahmad Riza Patria yang kini menjabat wagub juga disebutnya cukup punya peluang.
Baca juga: Digosipkan Maju Pilgub DKI, Jubir Sandiaga: Biarlah Waktu yang Menjawab
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpandangan, dengan wacana Sahroni-Airin diusung Nasdem dan Golkar di Pilgub Jakarta maka sinyal Anies untuk maju di pilpres makin jelas. Nasdem termasuk partai yang sering disebut akan mengusung Anies di Pilpres 2024. Dengan “hilangnya” Anies dari peta pilgub, kata Hendri, justru kesempatan yang baik buat Riza Patria sebagai wakil gubernur petahana. Namun, bukan langkah yang mudah juga buat Riza terpilih.
“Pilgub Jakarta sejak dilaksanakan secara langsung belum pernah petahana menang atau menjabat dua periode. Ini masukan untuk Riza Patria, harus hati-hati sekali, harus tepat dalam memilih pasangan dan mengatur strategi,” tandasnya.
Sementara itu, peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby juga menegaskan keunikan Pilgub Jakarta. Menurutnya, ketika seseorang terpilih menjadi gubernur Jakarta, lalu berkinerja baik, dan dicitrakan baik pula oleh publik, maka itu menjadi modal popularitas dan elektabilitas dalam memasuki pertarungan level nasional.
“Kursi gubernur DKI Jakarta ibarat menjadi laboratorium bagi publik. Mereka yang berhasil di DKI dianggap mampu untuk memimpin Indonesia,” tutur Adjie Minggu (13/3).
Ancaman Isu Politik Identitas
Pilgub DKI Jakarta pada 2017 tercatat sebagai pilkada dengan pertarungan yang sangat keras. Pertarungan putaran kedua yang melibatkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang diusung koalisi Gerindra-PKS dan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang diusung koalisi PDIP, diwarnai isu politik identitas. Terjadi pembelahan di masyarakat yang melibatkan pendukung dua kubu yang bertarung. Kelompok Islam diidentikkan dengan kubu Anies-Sandi, sedangkan kelompok nasionalis diidentikkan dengan Ahok-Djarot. Pembelahan di masyarakat sebagai residu pertarungan pilgub lima tahun lalu tersebut bahkan masih terasa hingga saat ini.
Kendati demikian, dia mengaku belum bisa menyimpulkan siapa figur yang paling kuat untuk maju di pilgub dan punya kans menang karena pelaksanaan pilgub masih jauh.
“Dan, perlu diingat, pilkada 2024 itu mesti menunggu hasil pileg (pemilu legislatif) 2024 dulu. Ketika bicara calon, lebih baik bicara siapa figur ketimbang partai karena partai nanti tergantung pada hasil pileg 2024,” paparnya.
Qodari menyebutkan Gubenur Jakarta Anies Baswedan yang belakangan santer disebut bakal maju di Pilpres 2024 sebagai calon kuat di pilgub. Baru satu periode menjabat popularitas Anies diakui cukup meroket sebagai bakal capres, meski trennya disebut agak menurun belakangan ini. Dia meyakini Anies masih punya peluang kuat untuk kembali duduk sebagai gubernur jika urung maju sebagai capres. Selain Anies, Ahmad Riza Patria yang kini menjabat wagub juga disebutnya cukup punya peluang.
Baca juga: Digosipkan Maju Pilgub DKI, Jubir Sandiaga: Biarlah Waktu yang Menjawab
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio berpandangan, dengan wacana Sahroni-Airin diusung Nasdem dan Golkar di Pilgub Jakarta maka sinyal Anies untuk maju di pilpres makin jelas. Nasdem termasuk partai yang sering disebut akan mengusung Anies di Pilpres 2024. Dengan “hilangnya” Anies dari peta pilgub, kata Hendri, justru kesempatan yang baik buat Riza Patria sebagai wakil gubernur petahana. Namun, bukan langkah yang mudah juga buat Riza terpilih.
“Pilgub Jakarta sejak dilaksanakan secara langsung belum pernah petahana menang atau menjabat dua periode. Ini masukan untuk Riza Patria, harus hati-hati sekali, harus tepat dalam memilih pasangan dan mengatur strategi,” tandasnya.
Sementara itu, peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby juga menegaskan keunikan Pilgub Jakarta. Menurutnya, ketika seseorang terpilih menjadi gubernur Jakarta, lalu berkinerja baik, dan dicitrakan baik pula oleh publik, maka itu menjadi modal popularitas dan elektabilitas dalam memasuki pertarungan level nasional.
“Kursi gubernur DKI Jakarta ibarat menjadi laboratorium bagi publik. Mereka yang berhasil di DKI dianggap mampu untuk memimpin Indonesia,” tutur Adjie Minggu (13/3).
Ancaman Isu Politik Identitas
Pilgub DKI Jakarta pada 2017 tercatat sebagai pilkada dengan pertarungan yang sangat keras. Pertarungan putaran kedua yang melibatkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno yang diusung koalisi Gerindra-PKS dan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat yang diusung koalisi PDIP, diwarnai isu politik identitas. Terjadi pembelahan di masyarakat yang melibatkan pendukung dua kubu yang bertarung. Kelompok Islam diidentikkan dengan kubu Anies-Sandi, sedangkan kelompok nasionalis diidentikkan dengan Ahok-Djarot. Pembelahan di masyarakat sebagai residu pertarungan pilgub lima tahun lalu tersebut bahkan masih terasa hingga saat ini.