Belajar Tatap Muka Baru Berlaku untuk Sekolah Menengah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menyatakan, pembukaan belajar tatap muka hanya bisa diberlakukan bagi wilayah yang masuk zona hijau atau belum terdampak penyebaran Covid-19. Namun, pelaksanaan aktivitas belajar mengajar tersebut dilakukan bertahap.
“Tahap pertama yang dibuka adalah kategori sekolah menengah seperti SMA, SMK, MA, MAK, STM, SMP, MTs, dan Paket B,” kata Nadiem dalam telekonferensi mengenai pengumuman keputusan bersama mengenai panduan penyelenggaraan pembelajaran Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di masa pandemi Covid-19, Senin (15/6/2020). (Baca juga: Mendikbud: Hanya Sekolah di Zona Hijau yang Boleh Belajar Tatap Muka)
Tahap berikutnya dibuka dua bulan setelah fase pertama berjalan. Adapun sekolah yang dibuka adalah tingkat SD, MI, Paket A, dan SLB. Selanjutnya, untuk pembelajaran tatap muka muka bagi pendidikan anak usia dini (PAUD) seperti TK, RA (Raudhatul Athfal), dan TK Luar Biasa (TKLB).
Hanya saja, Nadiem menegaskan peserta yang masuk sekolah juga harus dibatasi dan dilakukan secara bergilir (shift). Selama masa transisi atau dua bulan pertama, setiap kelas hanya diisi maksimal 18 peserta didik atau setengah dari kapasitas normal dan meja belajar diatur dengan jaga jarak 1,5 meter.
Sementara untuk kategori pendidikan dasar maka maksimal 5 orang per kelas dengan jarak minimal 1,5 meter. Sedangkan kelas PAUD maksimal 5 orang dengan minimal jarak 3 meter antarmeja belajarnya.
“Artinya harus ada shift, jadi itu bebas dari sekolah mengatur waktunya seperti apa. Penerapan jaga jarak minimal 1,5 meter. Setelah dua bulan masih zona hijau, baru boleh new normal dan kapasitas peserta boleh ditambah lagi,” terang eks CEO Gojek Indonesia itu.
Nadiem melanjutkan, khusus bagi sekolah dan madrasah berasrama di zona hijau, dilarang membuka asrama dan pembelajaran tatap muka selama masa transisi dua bulan pertama. Kegiatan itu baru dapat dilakukan secara bertahap pada masa kebiasaan baru dengan beberapa ketentuan.
Bila kapasitas asrama kurang dari 100 peserta didik, maka pada bulan pertama di masa transisi hanya bisa menampung 50% saja. Bulan berikutnya baru diizinkan untuk memasukkan seluruh peserta didik. Sementara, bagi asrama dengan peserta melebihi 100 orang, setiap bulan di masa transisi hanya bisa diisi sekitar 25% saja.
“Pembelajaran ini adalah metode konservatif dan cara paling pelan yang dilakukan untuk memastikan keamanan dan keselamatan bagi mereka,” tandasnya.
Meski demikian, Nadiem menyatakan sekolah tidak boleh memaksa jika ada orang tua yang belum mengizinkan anaknya masuk sekolah meski daerah itu sudah dinyatakan zona hijau. Dia memahami ada kekhawatiran orang tua terhadap keselamatan anaknya dari potensi tertular Covid-19.
“Jadi, tidak bisa memaksa murid yang orang tuanya tidak memperkenankan karena merasa tidak nyaman. Mereka tetap boleh belajar dari rumah,” tandasnya.
Bila sewaktu-waktu pemerintah daerah menyatakan ada peningkatan status zona hijau menjadi zona kuning karena adanya kasus Covid-19, maka seluruh kegiatan sekolah kembali lagi seperti semula yaitu belajar dari rumah.
Lihat Juga: Tegaskan Independensi dan Standar Mutu Pendidikan, Majelis Masyayikh Sosialisasikan UU Pesantren
“Tahap pertama yang dibuka adalah kategori sekolah menengah seperti SMA, SMK, MA, MAK, STM, SMP, MTs, dan Paket B,” kata Nadiem dalam telekonferensi mengenai pengumuman keputusan bersama mengenai panduan penyelenggaraan pembelajaran Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di masa pandemi Covid-19, Senin (15/6/2020). (Baca juga: Mendikbud: Hanya Sekolah di Zona Hijau yang Boleh Belajar Tatap Muka)
Tahap berikutnya dibuka dua bulan setelah fase pertama berjalan. Adapun sekolah yang dibuka adalah tingkat SD, MI, Paket A, dan SLB. Selanjutnya, untuk pembelajaran tatap muka muka bagi pendidikan anak usia dini (PAUD) seperti TK, RA (Raudhatul Athfal), dan TK Luar Biasa (TKLB).
Hanya saja, Nadiem menegaskan peserta yang masuk sekolah juga harus dibatasi dan dilakukan secara bergilir (shift). Selama masa transisi atau dua bulan pertama, setiap kelas hanya diisi maksimal 18 peserta didik atau setengah dari kapasitas normal dan meja belajar diatur dengan jaga jarak 1,5 meter.
Sementara untuk kategori pendidikan dasar maka maksimal 5 orang per kelas dengan jarak minimal 1,5 meter. Sedangkan kelas PAUD maksimal 5 orang dengan minimal jarak 3 meter antarmeja belajarnya.
“Artinya harus ada shift, jadi itu bebas dari sekolah mengatur waktunya seperti apa. Penerapan jaga jarak minimal 1,5 meter. Setelah dua bulan masih zona hijau, baru boleh new normal dan kapasitas peserta boleh ditambah lagi,” terang eks CEO Gojek Indonesia itu.
Nadiem melanjutkan, khusus bagi sekolah dan madrasah berasrama di zona hijau, dilarang membuka asrama dan pembelajaran tatap muka selama masa transisi dua bulan pertama. Kegiatan itu baru dapat dilakukan secara bertahap pada masa kebiasaan baru dengan beberapa ketentuan.
Bila kapasitas asrama kurang dari 100 peserta didik, maka pada bulan pertama di masa transisi hanya bisa menampung 50% saja. Bulan berikutnya baru diizinkan untuk memasukkan seluruh peserta didik. Sementara, bagi asrama dengan peserta melebihi 100 orang, setiap bulan di masa transisi hanya bisa diisi sekitar 25% saja.
“Pembelajaran ini adalah metode konservatif dan cara paling pelan yang dilakukan untuk memastikan keamanan dan keselamatan bagi mereka,” tandasnya.
Meski demikian, Nadiem menyatakan sekolah tidak boleh memaksa jika ada orang tua yang belum mengizinkan anaknya masuk sekolah meski daerah itu sudah dinyatakan zona hijau. Dia memahami ada kekhawatiran orang tua terhadap keselamatan anaknya dari potensi tertular Covid-19.
“Jadi, tidak bisa memaksa murid yang orang tuanya tidak memperkenankan karena merasa tidak nyaman. Mereka tetap boleh belajar dari rumah,” tandasnya.
Bila sewaktu-waktu pemerintah daerah menyatakan ada peningkatan status zona hijau menjadi zona kuning karena adanya kasus Covid-19, maka seluruh kegiatan sekolah kembali lagi seperti semula yaitu belajar dari rumah.
Lihat Juga: Tegaskan Independensi dan Standar Mutu Pendidikan, Majelis Masyayikh Sosialisasikan UU Pesantren
(nbs)