Jangan Remehkan Efek Serangan Rusia
loading...
A
A
A
Rusia membuktikan diri sebagai negara yang tidak takut melakukan agresi militer ke wilayah Ukraina. Mengabaikan ancaman Amerika Serikat dan Uni Eropa, militer Rusia melakukan serangan ke Ukraina melalui wilayah Donbas dalam operasi militer Rusia yang diperintahkan Presiden Vladimir Putin.
Ketegangan akan pecahnya perang besar di Ukraina sudah menjadi kecemasan dunia dalam beberapa pekan terakhir. Upaya diplomasi berulang kali dilakukan oleh Presiden AS Joe Biden, para pemimpin Eropa untuk mencegah perang. Namun, jalan dialog itu gagal, tidak ada kesepakatan. Rusia yang sudah menempatkan ratusan ribu pasukan di sepanjang perbatasan Ukraina dengan sekutunya Belarusia dan wilayah Ukraina yang dikuasai pemberontak diLuhank dan Donetsk yang telah diakui kemerdekaannya oleh Rusia.
Posisi Ukraina memang tidak terlalu kuat dibandingkan Rusia. Namun Presiden Ukraina Volodymir Zalensky bertekad akan bertarung habis-habisa melawan invasi yang dilakukan Rusia dan sekutunya. Belakangan ini rakyat Ukraina juga telah sibuk mempersiapkan diri dengan latihan dasar kemiliteran untuk ikut mempertahankan negerinya dari serangan pasukan asing.
Belum jelas bentuk bantuan politik dan militer apa yang akan diberikan NATO, Uni Eropa dan AS untuk Ukraina. Yang jelas pada serangan hari Kamis (24/2) sejumlah fasilitas militer di Ukraina timur hancur. Perang tengah berkecamuk, dan hari hari ke depan kemugkinan akan semakin sengit. Putin bahkan memperingatkan negara negara lain untuk tidak ikut campur dalam perang ini.
Operasi militer khusus Rusia ini sempat menggoyahkan pasar modal dunia. Dikhawatirkan perang ini akan berdampak pula pada perekonomian global yang sedang berupaya bangkit dari pukulan 2 tahun pandemi covid 19. Terutama pada ketersediaan energi global mengingat Rusia adalah produsen minyak ketiga terbesar dan eksportir minyak terbesar keempat di dunia.
Produksi minyak Rusia adalah 10 juta barrel per hari dan 7,43 juta barrel per hari diekspor ke sejumlah negara. Belum lagi komoditi gas Rusia yang telah menopang kehidupan di sejumlah negara Eropa. Jangan lupa juga, Rusia juga menjadi produsen batu bara dan diekspor ke sejumlah negara.
Ini berarti tidak sedikit negara yang menggantungkan pasokan energinya ke Rusia. Bukan tidak mungkin, Rusia akan menghentikan ekspor minyak dan gasnya untuk menekan dunia sehingga operasi militer khususnya di Ukraina mulus dan tidak ada yang berani menghadangnya. Termasuk Eropa yang sangat bergantung pada pasokan gas Rusia.
Lantas apa dampak seranan Putin ke Ukraina itu bagi Indonesia? Dalam dunia yang sudah sangat mengglobal ini, satu kejadian di sebuah negara pasti berdampak ke negara-negara lain. Hari pertama pasar modal seluruh dunia rontoktermasuk Bursa Efek Indonesiakarena kaget dengan serangan Rusia.
Namun sejumlah pihak yakin kondisi akan berangsur pulih karena perekonomian Indonesia tidak terlalu banyak bergantung pada situasi global. Tapi lebih mengandalkan pasar domestik yang digerakkan oleh belanja pemerintah.
Benarkah demikian? Kita berharap dampak ekonomi nasional bisa tetap stabil mengingat negara sedang bersiap menjalani kebangkitan ekonomi paska pandemi sembari mengendalikan badai omicron yang saat ini sudah melewati puncak. Bahkan kalangan optimis menyebut Indonesia siap menghadapi era endemi dengan hidup berdampinga secara dampai dengan covid.
Ketegangan akan pecahnya perang besar di Ukraina sudah menjadi kecemasan dunia dalam beberapa pekan terakhir. Upaya diplomasi berulang kali dilakukan oleh Presiden AS Joe Biden, para pemimpin Eropa untuk mencegah perang. Namun, jalan dialog itu gagal, tidak ada kesepakatan. Rusia yang sudah menempatkan ratusan ribu pasukan di sepanjang perbatasan Ukraina dengan sekutunya Belarusia dan wilayah Ukraina yang dikuasai pemberontak diLuhank dan Donetsk yang telah diakui kemerdekaannya oleh Rusia.
Posisi Ukraina memang tidak terlalu kuat dibandingkan Rusia. Namun Presiden Ukraina Volodymir Zalensky bertekad akan bertarung habis-habisa melawan invasi yang dilakukan Rusia dan sekutunya. Belakangan ini rakyat Ukraina juga telah sibuk mempersiapkan diri dengan latihan dasar kemiliteran untuk ikut mempertahankan negerinya dari serangan pasukan asing.
Belum jelas bentuk bantuan politik dan militer apa yang akan diberikan NATO, Uni Eropa dan AS untuk Ukraina. Yang jelas pada serangan hari Kamis (24/2) sejumlah fasilitas militer di Ukraina timur hancur. Perang tengah berkecamuk, dan hari hari ke depan kemugkinan akan semakin sengit. Putin bahkan memperingatkan negara negara lain untuk tidak ikut campur dalam perang ini.
Operasi militer khusus Rusia ini sempat menggoyahkan pasar modal dunia. Dikhawatirkan perang ini akan berdampak pula pada perekonomian global yang sedang berupaya bangkit dari pukulan 2 tahun pandemi covid 19. Terutama pada ketersediaan energi global mengingat Rusia adalah produsen minyak ketiga terbesar dan eksportir minyak terbesar keempat di dunia.
Produksi minyak Rusia adalah 10 juta barrel per hari dan 7,43 juta barrel per hari diekspor ke sejumlah negara. Belum lagi komoditi gas Rusia yang telah menopang kehidupan di sejumlah negara Eropa. Jangan lupa juga, Rusia juga menjadi produsen batu bara dan diekspor ke sejumlah negara.
Ini berarti tidak sedikit negara yang menggantungkan pasokan energinya ke Rusia. Bukan tidak mungkin, Rusia akan menghentikan ekspor minyak dan gasnya untuk menekan dunia sehingga operasi militer khususnya di Ukraina mulus dan tidak ada yang berani menghadangnya. Termasuk Eropa yang sangat bergantung pada pasokan gas Rusia.
Lantas apa dampak seranan Putin ke Ukraina itu bagi Indonesia? Dalam dunia yang sudah sangat mengglobal ini, satu kejadian di sebuah negara pasti berdampak ke negara-negara lain. Hari pertama pasar modal seluruh dunia rontoktermasuk Bursa Efek Indonesiakarena kaget dengan serangan Rusia.
Namun sejumlah pihak yakin kondisi akan berangsur pulih karena perekonomian Indonesia tidak terlalu banyak bergantung pada situasi global. Tapi lebih mengandalkan pasar domestik yang digerakkan oleh belanja pemerintah.
Benarkah demikian? Kita berharap dampak ekonomi nasional bisa tetap stabil mengingat negara sedang bersiap menjalani kebangkitan ekonomi paska pandemi sembari mengendalikan badai omicron yang saat ini sudah melewati puncak. Bahkan kalangan optimis menyebut Indonesia siap menghadapi era endemi dengan hidup berdampinga secara dampai dengan covid.