Penjelasan Lengkap Menag Yaqut terkait Polemik Suara Azan dan Gonggongan Anjing
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas akhirnya angkat bicara terkait beragam tudingan yang dialamatkan kepadanya dalam polemik pengeras suara masjid dan suara anjing. Menag Yaqut menegaskan bahwa ada ketidaksesuaian antara berita yang beredar dengan fakta sebenarnya.
"Tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara azan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing," tulis Menag Yaqut dalam penjelasannya di Facebook dikutip, Jumat (25/2/2022).
Penjelasan Menag Yaqut diawali dengan transkip pernyataannya saat diwawancara media di Pekanbaru, Rabu (23/2/2022). Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu lalu menuliskan bahan telaahan terhadap transkip pernyataannya tersebut. Di bagian akhir, Menag Yaqut menuliskan judul-judul berita yang muncul di media.
"Kedua judul itu misleading dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," tulis Menag Yaqut di akhir penjelasannya.
Berikut ini penjelasan lengkap Menag Yaqut yang dikutip dari Facebooknya, Jumat (25/2/2022).
Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan Toa, tidak. Silakan. Karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. Tetapi ini harus diatur, tentu saja. Diatur bagaimana volume speaker, toanya tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu, sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan.
Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi mafsadat. Jadi menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.
Karena kita tahu, misalnya, ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100 meter, 200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka semua menyalakan toa nya di atas, kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
Baca juga: Kritik Menag Soal Toa Masjid, Gus Muhaimin: Pemerintah Tidak Usah Ngatur-ngatur
Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim itu membunyikan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan, itu rasanya bagaimana.
Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Bahwa suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu.
Agar niat menggunakan toa menggunakan speaker sebagai sarana, wasilah untuk melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan, tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita. Berbeda keyakinan kita harus tetap hargai.
Bahan Telaah
1. Tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara azan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing.
2. Menag justru mempersilakan umat menggunakan pengeras suara di masjid dan musala untuk beragam keperluan, hanya penggunaannya diatur sesuai ketentuan dalam edaran.
3. Menag menjelaskan sejumlah contoh kondisi kebisingan, bukan membandingkan satu dengan lainnya, dan hal itu dilakukan diawali dengan kata bayangkan. Ada tiga contoh kebisingan yang dibayangkan Menag dan sekali lagi tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya:
a. Di daerah yang mayoritas muslim, hampir setiap 100 meter, 200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka semua menyalakan toa nya di atas, kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
b. Bayangkan lagi, saya muslim yang hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim membunyikan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan, itu rasanya bagaimana.
c. Kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak?
4. Dari tiga contoh kebisingan itu, Menag mengambil benang merah bahwa suara-suara, apa pun suara itu, harus diatur supaya tidak menjadi gangguan.
Kesimpulan
Judul berita:
1. Menag Bandingkan Aturan Toa Masjid dengan Gonggongan Anjing dengan lead: Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran mengatur penggunaan toa di masjid dan musala. Yaqut lalu membandingkan aturan tersebut dengan gonggongan anjing.
2. Kala Menag Bandingkan Aturan Pengeras Suara Masjid dengan Gonggongan dengan lead: Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara atau toa di masjid dan musala. Yaqut kemudian membandingkan aturan volume suara ini dengan gonggongan anjing.
Kedua judul itu misleading dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Lihat Juga: Dipimpin Gus Yaqut, Institute for Humanitarian Islam Bertekad Tebarkan Nilai Kemanusiaan di Dunia
"Tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara azan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing," tulis Menag Yaqut dalam penjelasannya di Facebook dikutip, Jumat (25/2/2022).
Penjelasan Menag Yaqut diawali dengan transkip pernyataannya saat diwawancara media di Pekanbaru, Rabu (23/2/2022). Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu lalu menuliskan bahan telaahan terhadap transkip pernyataannya tersebut. Di bagian akhir, Menag Yaqut menuliskan judul-judul berita yang muncul di media.
"Kedua judul itu misleading dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya," tulis Menag Yaqut di akhir penjelasannya.
Berikut ini penjelasan lengkap Menag Yaqut yang dikutip dari Facebooknya, Jumat (25/2/2022).
Soal aturan azan, kita sudah terbitkan surat edaran pengaturan. Kita tidak melarang masjid-musala menggunakan Toa, tidak. Silakan. Karena kita tahu itu bagian dari syiar agama Islam. Tetapi ini harus diatur, tentu saja. Diatur bagaimana volume speaker, toanya tidak boleh kencang-kencang, 100 dB maksimal. Diatur kapan mereka bisa mulai menggunakan speaker itu, sebelum azan dan setelah azan, bagaimana menggunakan speaker di dalam dan seterusnya. Tidak ada pelarangan.
Aturan ini dibuat semata-mata hanya untuk membuat masyarakat kita semakin harmonis. Meningkatkan manfaat dan mengurangi mafsadat. Jadi menambah manfaat dan mengurangi ketidakmanfaatan.
Karena kita tahu, misalnya, ya di daerah yang mayoritas muslim. Hampir setiap 100 meter, 200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka semua menyalakan toa nya di atas, kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
Baca juga: Kritik Menag Soal Toa Masjid, Gus Muhaimin: Pemerintah Tidak Usah Ngatur-ngatur
Kita bayangkan lagi, saya muslim, saya hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim itu membunyikan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan, itu rasanya bagaimana.
Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Bahwa suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak menjadi gangguan. Speaker di musala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada yang merasa terganggu.
Agar niat menggunakan toa menggunakan speaker sebagai sarana, wasilah untuk melakukan syiar tetap bisa dilaksanakan, tanpa harus mengganggu mereka yang mungkin tidak sama dengan keyakinan kita. Berbeda keyakinan kita harus tetap hargai.
Bahan Telaah
1. Tidak ada kata membandingkan atau mempersamakan antara azan atau suara yang keluar dari masjid dengan gonggongan anjing.
2. Menag justru mempersilakan umat menggunakan pengeras suara di masjid dan musala untuk beragam keperluan, hanya penggunaannya diatur sesuai ketentuan dalam edaran.
3. Menag menjelaskan sejumlah contoh kondisi kebisingan, bukan membandingkan satu dengan lainnya, dan hal itu dilakukan diawali dengan kata bayangkan. Ada tiga contoh kebisingan yang dibayangkan Menag dan sekali lagi tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya:
a. Di daerah yang mayoritas muslim, hampir setiap 100 meter, 200 meter itu ada musala-masjid. Bayangkan kalau kemudian dalam waktu bersamaan mereka semua menyalakan toa nya di atas, kayak apa. Itu bukan lagi syiar, tapi menjadi gangguan buat sekitarnya.
b. Bayangkan lagi, saya muslim yang hidup di lingkungan nonmuslim. Kemudian rumah ibadah saudara-saudara kita nonmuslim membunyikan toa sehari lima kali dengan kenceng-kenceng secara bersamaan, itu rasanya bagaimana.
c. Kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya, menggonggong dalam waktu yang bersamaan, kita ini terganggu nggak?
4. Dari tiga contoh kebisingan itu, Menag mengambil benang merah bahwa suara-suara, apa pun suara itu, harus diatur supaya tidak menjadi gangguan.
Kesimpulan
Judul berita:
1. Menag Bandingkan Aturan Toa Masjid dengan Gonggongan Anjing dengan lead: Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran mengatur penggunaan toa di masjid dan musala. Yaqut lalu membandingkan aturan tersebut dengan gonggongan anjing.
2. Kala Menag Bandingkan Aturan Pengeras Suara Masjid dengan Gonggongan dengan lead: Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menerbitkan surat edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara atau toa di masjid dan musala. Yaqut kemudian membandingkan aturan volume suara ini dengan gonggongan anjing.
Kedua judul itu misleading dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Lihat Juga: Dipimpin Gus Yaqut, Institute for Humanitarian Islam Bertekad Tebarkan Nilai Kemanusiaan di Dunia
(abd)