Peran Signifikan Masyarakat bagi Pemulihan
loading...
A
A
A
Jika masyarakat taat dan konsisten menerapkan pembatasan sosial selama periode pandemi virus korona, skala dan kecepatan penularan Covid-19 akan menurun dengan sendirinya. Menurunnya jumlah pasien Covid-19 pada gilirannya bisa melonggarkan ketentuan tentang pembatasan sosial untuk memulihkan kehidupan bersama serta membangkitkan keberanian menggerakkan lagi mesin perekonomian nasional. Korea Selatan patut dicontoh. Setelah sekian lama lockdown , Korea Selatan sudah melonggarkan sejumlah ketentuan pembatasan sosial dan dinamika kehidupan masyarakat di negara itu berangsur-angsur pulih.
Belajar dari pengalaman Korea selatan, semua pemerintah daerah harus berani all out mendorong masyarakat patuh dan konsisten menerapkan pembatasan sosial. Masyarakat harus diingatkan bahwa pembatasan sosial yang konsisten menjadi modal awal pemulihan ekonomi dari resesi. Tanpa bermaksud membeda-bedakan, perhatian dan catatan khusus patut diberikan kepada semua kepala daerah di Pulau Jawa. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa 75% dari total industri nasional berpusat di Jawa sehingga Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi Jawa bagi pertumbuhan ekonomi nasional pun sangat signifikan, mencapai 59% per 2019.
Artinya, tingkat kepatuhan masyarakat di Pulau Jawa dalam menerapkan pembatasan sosial sangat menentukan kemampuan negara merespons resesi ekonomi. Jika kecepatan penularan Covid-19 tidak bisa diredam, penghentian aktivitas produksi sektor industri di Jawa akan berkepanjangan. Dampak sosialnya tentu akan sangat serius. Karena itu, ketaatan masyarakat menerapkan pembatasan sosial di Pulau Jawa tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, faktor ketaatan itu menjadi bagian tak terpisah dari keinginan bersama meminimalisasi dampak resesi ekonomi.
Tidak bijaksana jika upaya-upaya pemulihan ekonomi baru dilakukan setelah berakhirnya periode penularan Covid-19. Menunda-nunda upaya bersama memulihkan perekonomian akan berakibat pada meningkatnya penderitaan masyarakat dan menggelembungkan jumlah warga miskin. Saat ini saja, ketika penerapan pembatasan sosial diupayakan konsisten, sudah begitu banyak jumlah warga atau keluarga yang menderita karena kehilangan sumber penghasilan akibat tidak bisa bekerja, termasuk di dalamnya para profesional atau pekerja kantoran yang dirumahkan.
Gambaran sementara itu bisa dilihat dari data resmi pemerintah. Hingga pertengahan April 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 2,8 juta pekerja telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan. Tidak mengherankan jika jumlah peminat Kartu Prakerja begitu besar. Hingga Selasa (14/4) tengah hari, tidak kurang dari 3,7 juta akun melakukan registrasi di situs resmi Kartu Prakerja.
Belajar dari pengalaman Korea selatan, semua pemerintah daerah harus berani all out mendorong masyarakat patuh dan konsisten menerapkan pembatasan sosial. Masyarakat harus diingatkan bahwa pembatasan sosial yang konsisten menjadi modal awal pemulihan ekonomi dari resesi. Tanpa bermaksud membeda-bedakan, perhatian dan catatan khusus patut diberikan kepada semua kepala daerah di Pulau Jawa. Data Kementerian Perindustrian menyebutkan bahwa 75% dari total industri nasional berpusat di Jawa sehingga Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi Jawa bagi pertumbuhan ekonomi nasional pun sangat signifikan, mencapai 59% per 2019.
Artinya, tingkat kepatuhan masyarakat di Pulau Jawa dalam menerapkan pembatasan sosial sangat menentukan kemampuan negara merespons resesi ekonomi. Jika kecepatan penularan Covid-19 tidak bisa diredam, penghentian aktivitas produksi sektor industri di Jawa akan berkepanjangan. Dampak sosialnya tentu akan sangat serius. Karena itu, ketaatan masyarakat menerapkan pembatasan sosial di Pulau Jawa tak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, faktor ketaatan itu menjadi bagian tak terpisah dari keinginan bersama meminimalisasi dampak resesi ekonomi.
Tidak bijaksana jika upaya-upaya pemulihan ekonomi baru dilakukan setelah berakhirnya periode penularan Covid-19. Menunda-nunda upaya bersama memulihkan perekonomian akan berakibat pada meningkatnya penderitaan masyarakat dan menggelembungkan jumlah warga miskin. Saat ini saja, ketika penerapan pembatasan sosial diupayakan konsisten, sudah begitu banyak jumlah warga atau keluarga yang menderita karena kehilangan sumber penghasilan akibat tidak bisa bekerja, termasuk di dalamnya para profesional atau pekerja kantoran yang dirumahkan.
Gambaran sementara itu bisa dilihat dari data resmi pemerintah. Hingga pertengahan April 2020, Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 2,8 juta pekerja telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan dirumahkan. Tidak mengherankan jika jumlah peminat Kartu Prakerja begitu besar. Hingga Selasa (14/4) tengah hari, tidak kurang dari 3,7 juta akun melakukan registrasi di situs resmi Kartu Prakerja.
(mpw)