Tangani Corona, Pemerintah Harus Tingkatkan Sinergitas Aparat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang terjadi di Indonesia, saat ini banyak berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat. Secara siginifikan, dampak lain selain Kesehatan juga sudah mulai terasa. Terutama di sektor ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Karenanya, Pemerintah didorong agar memperkuat peran TNI, Polri dan BIN untuk melakukan pengamanan dalam penanganan Covid 19. Pemerintah juga diminta meningkatkan sinergitas antara aparat dalam mengambil kebijakan dan menghilangkan ego sektoral untuk meminimalisir dampak lain.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Lembaga Kajian Dialektika (LKD) yang mengangkat tema Perubahan Ekstrim Peta Sosial Indonesia Pasca Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Selasa (21/4/2020).
Dalam diskusi yang dipandu oleh Direktur LKD, Muhammad Khutub, hadir sebagai narasumber adalah Imam M Sumarsono (Jurnalis), Suprayitno (Pengamat Kebijakan Publik), Drs. KH. Ridwan Sukmana (Komisi Hukum MUI Pusat), Pdt. Darwin Darmawan (Majelis Sinade Wilayah GKI Jawa Barat), dan Muhibbuddin Ahmad (Pengamat Ekonomi).
Pengamat Kebijakan Publik Suprayitno mengatakan bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil oleh pemerintah saat ini sudah tepat. Namun, PSBB akan sukses apabila ada sinergi antara pemerintah dengan masyarakat.
"PSBB adalah kebijakan yang paling tepat. Untuk mengukur efektifitasnya, tidak bisa dilihat dalam waktu satu dua hari, tetapi setidaknya 14 hari bahkan lebih," kata Suprayitno.
Karena itu, Suprayitno mendorong agar pemerintah pusat segera memperkuat kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan sinergitas, terutama di antara aparat pemerintahan sendiri. Termasuk, sinergitas antara aparat di tingkat pusat dengan di daerah.
“Pada awal penyebaran Covid 19 di Indonesia, terlihat kebijakan dan penanganan yang dilakukan aparat kurang sinergis. Terlihat ada semacam ego sektoral. Ini bisa mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Dalam situasi saat ini, harus ada kebijakan yang tegas dan jelas. Hilangkan ego sektoral,” katanya.
Komisi Hukum MUI Pusat, Drs. KH. Ridwan Sukmana menjelaskan bahwa umat Islam sebenarnya sudah sering menghadapi pandemi seperti penyebaran Covid 19 saat ini, karenanya MUI telah mengeluarkan fatwa tentang protokol beribadah di tengah COVID-19. Fatwa MUI tersebut, kata Ridwan, bersifat rekomendasi dimana penegakannya bersifat kepatuhan ummat kepada ulama. Keptahuannya adalah kultural bukan kepatuhan hukum.
"Kita sebenarnya pernah mengalami kejadian-kejadian seperti saat ini di masa Rasululloh SAW. Maka berdasarkan sejarah tersebut, berdasarkan sabda Rasulullah, berdasarkan perilaku Sahabat, maka fatwa MUI protokol tata cara menghadapi pandemi COVID-19 sebaiknya dipatuhi saja. Tanpa harus diperdebatkan, ini dalilnya atau maqosid syariahnya menjaga nyawa, kewajiban-kewajiban yang seharusnya dijalankan normal bisa dirukhsoh untuk mencegah penyebaran Covid-19," Tegas Ridwan.
Ridwan menghimbau kepada ummat Islam agar melakukan penghormatan terhadap jenazah korban COVID-19. Ia mengajak masyarakat memperlakukan jenazah korban secara manusiawi. Tidak ada lagi penolakan terhadap jenazah seperti yang terjadi di beberapa daerah. Dalam kondisi pandemi sebaiknya umat Islam mengikuti dan mematuhi ulama.
Pdt. Darwin Darmawan pada kesempatan itu juga mengajak masyarakat optimis menghadapi COVID-19. Menurutnya, peradaban tidak akan hancur apabila masyarakat mampu merespon pandemi ini dengan kreatif.
"Respon kreatif itu tidak semata-mata kekuatan fisik, biologis, atau senjata, tetapi spiritual," kata Darwin.
Menurut Darwin Pancasila memiliki nilai yang bisa memberi respon spiritual yang kreatif. Jika dirumuskan sebagai sebuah cara hidup dalam situasi seperti saat ini, Pancasila memiliki spirit yang mampu menguatkan bangsa dalam menghadapi situasi yang sedang dihadapi saat ini.
Sebagai contoh, Pdt Darwin menjelaskan tentang Sila Ketuhanan. Menurutnya, sebagai bangsa yang percaya pada Tuhan, maka saat ini adalah momentum dimana setiap pemeluk agama melakukan refleksi atas Ketuhanan berdasatkan keyakinan masing-masing.
Begitu juga dengan sila kedua, kemanusiaan. Saat ini menjadi waktu yang menuntut pada setiap warga untuk mendahulukan penyelamatan pada urusan kemanusiaan. Bukan pada golongan.
Sila Persatuan, menunjukkan bahwa kunci penting bagi penyelesaian persoalan saat ini adalah dikuatkannya persatuan antara sesama anak bangsa.
Sementara itu, dampak COVID-19 di sektor ekonomi menurut Muhibbuddin Ahmad, menunjukkan bahwa sektor pariwisata akan menjadi sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi COVID-19.
Selain pariwisata, sektor lain adalah manufaktur, bahan bangunan dan alat berat, properti dan konstruksi, dan farmasi.
Pemerintah, menurut Muhib, perlu membuat kebijakan-kebijakan prioritas, yaitu meningkatkan kepercayaan insan medis dan masyarakat, ketahanan rumah tangga, ketahanan UMKM, penguatan sektor perbankan, penguatan instrumen kebijakan fiskal, penguatan sektor moneter, dan pendanaan bantuan darurat.
Karenanya, Pemerintah didorong agar memperkuat peran TNI, Polri dan BIN untuk melakukan pengamanan dalam penanganan Covid 19. Pemerintah juga diminta meningkatkan sinergitas antara aparat dalam mengambil kebijakan dan menghilangkan ego sektoral untuk meminimalisir dampak lain.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Lembaga Kajian Dialektika (LKD) yang mengangkat tema Perubahan Ekstrim Peta Sosial Indonesia Pasca Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Selasa (21/4/2020).
Dalam diskusi yang dipandu oleh Direktur LKD, Muhammad Khutub, hadir sebagai narasumber adalah Imam M Sumarsono (Jurnalis), Suprayitno (Pengamat Kebijakan Publik), Drs. KH. Ridwan Sukmana (Komisi Hukum MUI Pusat), Pdt. Darwin Darmawan (Majelis Sinade Wilayah GKI Jawa Barat), dan Muhibbuddin Ahmad (Pengamat Ekonomi).
Pengamat Kebijakan Publik Suprayitno mengatakan bahwa kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil oleh pemerintah saat ini sudah tepat. Namun, PSBB akan sukses apabila ada sinergi antara pemerintah dengan masyarakat.
"PSBB adalah kebijakan yang paling tepat. Untuk mengukur efektifitasnya, tidak bisa dilihat dalam waktu satu dua hari, tetapi setidaknya 14 hari bahkan lebih," kata Suprayitno.
Karena itu, Suprayitno mendorong agar pemerintah pusat segera memperkuat kebijakan dan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan sinergitas, terutama di antara aparat pemerintahan sendiri. Termasuk, sinergitas antara aparat di tingkat pusat dengan di daerah.
“Pada awal penyebaran Covid 19 di Indonesia, terlihat kebijakan dan penanganan yang dilakukan aparat kurang sinergis. Terlihat ada semacam ego sektoral. Ini bisa mengakibatkan hasil yang tidak maksimal. Dalam situasi saat ini, harus ada kebijakan yang tegas dan jelas. Hilangkan ego sektoral,” katanya.
Komisi Hukum MUI Pusat, Drs. KH. Ridwan Sukmana menjelaskan bahwa umat Islam sebenarnya sudah sering menghadapi pandemi seperti penyebaran Covid 19 saat ini, karenanya MUI telah mengeluarkan fatwa tentang protokol beribadah di tengah COVID-19. Fatwa MUI tersebut, kata Ridwan, bersifat rekomendasi dimana penegakannya bersifat kepatuhan ummat kepada ulama. Keptahuannya adalah kultural bukan kepatuhan hukum.
"Kita sebenarnya pernah mengalami kejadian-kejadian seperti saat ini di masa Rasululloh SAW. Maka berdasarkan sejarah tersebut, berdasarkan sabda Rasulullah, berdasarkan perilaku Sahabat, maka fatwa MUI protokol tata cara menghadapi pandemi COVID-19 sebaiknya dipatuhi saja. Tanpa harus diperdebatkan, ini dalilnya atau maqosid syariahnya menjaga nyawa, kewajiban-kewajiban yang seharusnya dijalankan normal bisa dirukhsoh untuk mencegah penyebaran Covid-19," Tegas Ridwan.
Ridwan menghimbau kepada ummat Islam agar melakukan penghormatan terhadap jenazah korban COVID-19. Ia mengajak masyarakat memperlakukan jenazah korban secara manusiawi. Tidak ada lagi penolakan terhadap jenazah seperti yang terjadi di beberapa daerah. Dalam kondisi pandemi sebaiknya umat Islam mengikuti dan mematuhi ulama.
Pdt. Darwin Darmawan pada kesempatan itu juga mengajak masyarakat optimis menghadapi COVID-19. Menurutnya, peradaban tidak akan hancur apabila masyarakat mampu merespon pandemi ini dengan kreatif.
"Respon kreatif itu tidak semata-mata kekuatan fisik, biologis, atau senjata, tetapi spiritual," kata Darwin.
Menurut Darwin Pancasila memiliki nilai yang bisa memberi respon spiritual yang kreatif. Jika dirumuskan sebagai sebuah cara hidup dalam situasi seperti saat ini, Pancasila memiliki spirit yang mampu menguatkan bangsa dalam menghadapi situasi yang sedang dihadapi saat ini.
Sebagai contoh, Pdt Darwin menjelaskan tentang Sila Ketuhanan. Menurutnya, sebagai bangsa yang percaya pada Tuhan, maka saat ini adalah momentum dimana setiap pemeluk agama melakukan refleksi atas Ketuhanan berdasatkan keyakinan masing-masing.
Begitu juga dengan sila kedua, kemanusiaan. Saat ini menjadi waktu yang menuntut pada setiap warga untuk mendahulukan penyelamatan pada urusan kemanusiaan. Bukan pada golongan.
Sila Persatuan, menunjukkan bahwa kunci penting bagi penyelesaian persoalan saat ini adalah dikuatkannya persatuan antara sesama anak bangsa.
Sementara itu, dampak COVID-19 di sektor ekonomi menurut Muhibbuddin Ahmad, menunjukkan bahwa sektor pariwisata akan menjadi sektor yang paling terdampak dengan adanya pandemi COVID-19.
Selain pariwisata, sektor lain adalah manufaktur, bahan bangunan dan alat berat, properti dan konstruksi, dan farmasi.
Pemerintah, menurut Muhib, perlu membuat kebijakan-kebijakan prioritas, yaitu meningkatkan kepercayaan insan medis dan masyarakat, ketahanan rumah tangga, ketahanan UMKM, penguatan sektor perbankan, penguatan instrumen kebijakan fiskal, penguatan sektor moneter, dan pendanaan bantuan darurat.
(mpw)