Revitalisasi Industri Pala
loading...
A
A
A
Pertama, pemerataan dan percepatan pembangunan Indonesia Timur supaya menciptakan keadilan antarwilayah. Pembangunan tidak terpusat di Jawa termasuk pembangunan industri. Salah satunya industri pala. Infrastruktur di Indonesia Timur relatif tertinggal dan kurang menarik investor. Dukungan pemerintah bagi pembangunan industri pala dan turunannya yaitu bagaimana menyeimbangkan antara kebutuhan industri, penyerapan tenaga kerja, pengolahan bahan baku yang bernilai tambah dan menggerakan perekonomian lokal.
Kedua, pengembangan komoditas strategis berbasis budaya lokal (selain tambang dan sawit). Pilihan komoditas bernilai tambah beragam. Selain tambang, kekayaan alam tanah Papua adalah juga hutan, perkebunan dan pertanian. Pala di Papua termasuk tanaman hutan karena umumnya tumbuh liar dengan sendirinya. Pengembangan perkebunan Pala jadi alternatif ketimbang sawit yang kontroversial. Masyarakat Papua sangat familiar dengan Pala. Pala juga sudah menjadi bagian kepercayaannya sehingga pengembangannya memperkuat budaya lokal.
Ketiga, potensi pengembangan energi inovatif (energi matahari, angin dan ombak). Pengembangan perkebunan dan industri pala mesti mempertimbangkan lingkungan. Pertimbangan aspek keberlanjutannya yaitu: profit, people, dan planet. Perhitungan tim riset IPB 2021 menyimpulkan bahwa kebutuhan investasi membangun industri pala paling tidak sebesar Rp4 trilliun. Nantinya bakal dibangun industri pengolahan bubuk pala, minyak atsiri dan industri lemak trimiristin. Selain infrastruktur, salah satu komponen biaya terbesarnya adalah energi untuk industri. Tren perkembangan teknologi energi hijau dan ramah lingkungan jadi pilihan alternatif dalam membangun industri pala. Supaya semakin ekonomis pilihannya adalah memanfaatkan matahari, angin, ombak dan biomas buat pasokan energi listriknya.
Tantangan
Pengembangan industri pala di Indonesia Timur bukan tanpa tantangan. Setidaknya, pertama, promosi investasi (insentif perizinan dan dukungan stakeholder terkait). Keseriusan pemerintah dibuktikan lewat promosi investasi industri pengolahan dan perkebunan Pala terintegrasi oleh Kementerian Investasi/BKPM. Tujuannya untuk menarik investor. Industri pengolahan dan perkebunan pala termasuk salah satu dari 41 proyek potensi investasi regional seluruh Indonesia.
Kedua, mitra lokal. Keberlanjutan investasi industri pala mesti menggandeng mitra pengusaha lokal yang berimbas secara sosial ekonomi. Pasalnya tujuan utama industri ini adalah pasar ekspor. Nantinya investor yang mengembangkan industrinya adalah investor asing atau domestik yang memiliki pasar internasional. Mengingat permintaan pasar pala nasional juga cukup besar, mitra lokal juga berperan untuk memasarkan dalam negeri. Strategi ini merupakan antisipasi risiko fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Ketiga, komitmen membangun industri turunan tidak sekadar dagang. Investornya tidak sekadar berdagang untuk membeli pala biji, melainkan juga mengolahnya di Fakfak hingga membangun industri turunannya seperti minyak lemak pala/trimiristin bernilai ekonomi tinggi. Komitmen tersebut akan memperkuat keterikatan dan kebersamaan sehingga tidak sekedar hubungan dagang yang harganya volatile dan merugikan masyarakat.
Penulis berharap revitalisasi industri pala di Fakfak, Papua Barat adalah jalan terbaik memacu pemerataan ekonomi di negeri ini. Pasalnya, pala bukan sekadar bernilai ekonomi di wilayah ini. Melainkan juga bernilai historis dan sosiologis. Maka dari itu dukungan berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat, lokal, hingga tokoh adat jadi prasyaratnya. Termasuk dukungan kelembagaan dari pemerintah pusat maupun daerah sehingga industri ini berjalan secara simultan dan berkelanjutan. Imbasnya mampu menarik minat investor domestik maupun asing. Semoga!
Kedua, pengembangan komoditas strategis berbasis budaya lokal (selain tambang dan sawit). Pilihan komoditas bernilai tambah beragam. Selain tambang, kekayaan alam tanah Papua adalah juga hutan, perkebunan dan pertanian. Pala di Papua termasuk tanaman hutan karena umumnya tumbuh liar dengan sendirinya. Pengembangan perkebunan Pala jadi alternatif ketimbang sawit yang kontroversial. Masyarakat Papua sangat familiar dengan Pala. Pala juga sudah menjadi bagian kepercayaannya sehingga pengembangannya memperkuat budaya lokal.
Ketiga, potensi pengembangan energi inovatif (energi matahari, angin dan ombak). Pengembangan perkebunan dan industri pala mesti mempertimbangkan lingkungan. Pertimbangan aspek keberlanjutannya yaitu: profit, people, dan planet. Perhitungan tim riset IPB 2021 menyimpulkan bahwa kebutuhan investasi membangun industri pala paling tidak sebesar Rp4 trilliun. Nantinya bakal dibangun industri pengolahan bubuk pala, minyak atsiri dan industri lemak trimiristin. Selain infrastruktur, salah satu komponen biaya terbesarnya adalah energi untuk industri. Tren perkembangan teknologi energi hijau dan ramah lingkungan jadi pilihan alternatif dalam membangun industri pala. Supaya semakin ekonomis pilihannya adalah memanfaatkan matahari, angin, ombak dan biomas buat pasokan energi listriknya.
Tantangan
Pengembangan industri pala di Indonesia Timur bukan tanpa tantangan. Setidaknya, pertama, promosi investasi (insentif perizinan dan dukungan stakeholder terkait). Keseriusan pemerintah dibuktikan lewat promosi investasi industri pengolahan dan perkebunan Pala terintegrasi oleh Kementerian Investasi/BKPM. Tujuannya untuk menarik investor. Industri pengolahan dan perkebunan pala termasuk salah satu dari 41 proyek potensi investasi regional seluruh Indonesia.
Kedua, mitra lokal. Keberlanjutan investasi industri pala mesti menggandeng mitra pengusaha lokal yang berimbas secara sosial ekonomi. Pasalnya tujuan utama industri ini adalah pasar ekspor. Nantinya investor yang mengembangkan industrinya adalah investor asing atau domestik yang memiliki pasar internasional. Mengingat permintaan pasar pala nasional juga cukup besar, mitra lokal juga berperan untuk memasarkan dalam negeri. Strategi ini merupakan antisipasi risiko fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dolar.
Ketiga, komitmen membangun industri turunan tidak sekadar dagang. Investornya tidak sekadar berdagang untuk membeli pala biji, melainkan juga mengolahnya di Fakfak hingga membangun industri turunannya seperti minyak lemak pala/trimiristin bernilai ekonomi tinggi. Komitmen tersebut akan memperkuat keterikatan dan kebersamaan sehingga tidak sekedar hubungan dagang yang harganya volatile dan merugikan masyarakat.
Penulis berharap revitalisasi industri pala di Fakfak, Papua Barat adalah jalan terbaik memacu pemerataan ekonomi di negeri ini. Pasalnya, pala bukan sekadar bernilai ekonomi di wilayah ini. Melainkan juga bernilai historis dan sosiologis. Maka dari itu dukungan berbagai pihak mulai dari pemerintah pusat, lokal, hingga tokoh adat jadi prasyaratnya. Termasuk dukungan kelembagaan dari pemerintah pusat maupun daerah sehingga industri ini berjalan secara simultan dan berkelanjutan. Imbasnya mampu menarik minat investor domestik maupun asing. Semoga!
(bmm)