272 Plt Kepala Daerah Jelang 2024, Fahira Idris: Waspadai Kepentingan Terselubung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Salah satu konsekuensi dari keputusan Pemerintah dan DPR yang mencabut revisi Undang-Undang (UU) Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021 pada Mei 2021 lalu adalah tidak ada Pilkada 2022 dan 2023.
Karena pilkada akan tetap dilakukan serentak pada 2024 atau sesuai dengan UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada 2021. Kepastian bahwa pilkada digabung pada 2024 melahirkan persoalan krusial yaitu akan ada 272 Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah menggantikan sebanyak 272 kepala daerah yang akan berakhir masa tugasnya pada 2022-2023.
Hal ini artinya hampir setengah wilayah di Indonesia akan dipimpin kepala daerah yang bukan dipilih langsung oleh rakyat sampai terpilihnya kepala daerah baru hasil Pilkada 2024. "Ini persoalan krusial. Selain karena jumlahnya daerahnya cukup banyak sehingga juga membutuhkan banyak SDM profesional untuk mengisinya, durasinya memimpinnya cukup panjang," kata anggota DPD RI asal DKI Jakarta Fahira Idris dalam keterangannya, Kamis (17/2/2022).
Di sisi lain Fahira memgingatkan pada 14 Februari 2024 akan digelar pileg dan pilpres secara bersamaan yang tentunya membutuhkan seorang kepala daerah yang teruji dan mumpuni. Menurut Fahira, sejak awal diskursus opsi ditiadakannya Pilkada 2022 dan 2023 karena akan digabung pada Pilkada 2024, dirinya termasuk dari banyak pihak yang menolaknya.
Fahira berpandangan, terlalu besar konsekuensi yang harus ditanggung jika setengah dari wilayah di Indonesia dipimpin oleh kepala daerah yang bukan hasil dari pilkada atau tidak dipilih rakyat. "Karena efektivitas kebijakan dan pembangunan tidak akan optimal," kata Fahira.
Meski begitu, lanjut Fahira, Pemerintah dan DPR mempunyai pemikiran yang berbeda. Fahira mengaku tidak tahu persis apa alasan utama Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan sehingga setengah wilayah Indonesia harus dipimpin Plt dalam durasi waktu yang cukup panjang.
Karena peniadaan Pilkada 2022 dan 2023 ini sudah resmi, karenanya Fahira minta pemerintah segera menyusun regulasi pengangkatan Plt yang yang komprehensif, transparan, akuntabel dan memastikan ruang partisipasi dan pengawasan publik terhadap pengangkatan Plt ini.
"Hal paling penting yang juga harus dipastikan dalam pengangkatan Plt ini adalah siapa pun yang ditunjuk tidak bersinggungan dengan kepentingan tertentu,” tegas Fahira.
Karena pilkada akan tetap dilakukan serentak pada 2024 atau sesuai dengan UU 10 Tahun 2016 tentang Pilkada 2021. Kepastian bahwa pilkada digabung pada 2024 melahirkan persoalan krusial yaitu akan ada 272 Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah menggantikan sebanyak 272 kepala daerah yang akan berakhir masa tugasnya pada 2022-2023.
Hal ini artinya hampir setengah wilayah di Indonesia akan dipimpin kepala daerah yang bukan dipilih langsung oleh rakyat sampai terpilihnya kepala daerah baru hasil Pilkada 2024. "Ini persoalan krusial. Selain karena jumlahnya daerahnya cukup banyak sehingga juga membutuhkan banyak SDM profesional untuk mengisinya, durasinya memimpinnya cukup panjang," kata anggota DPD RI asal DKI Jakarta Fahira Idris dalam keterangannya, Kamis (17/2/2022).
Di sisi lain Fahira memgingatkan pada 14 Februari 2024 akan digelar pileg dan pilpres secara bersamaan yang tentunya membutuhkan seorang kepala daerah yang teruji dan mumpuni. Menurut Fahira, sejak awal diskursus opsi ditiadakannya Pilkada 2022 dan 2023 karena akan digabung pada Pilkada 2024, dirinya termasuk dari banyak pihak yang menolaknya.
Fahira berpandangan, terlalu besar konsekuensi yang harus ditanggung jika setengah dari wilayah di Indonesia dipimpin oleh kepala daerah yang bukan hasil dari pilkada atau tidak dipilih rakyat. "Karena efektivitas kebijakan dan pembangunan tidak akan optimal," kata Fahira.
Meski begitu, lanjut Fahira, Pemerintah dan DPR mempunyai pemikiran yang berbeda. Fahira mengaku tidak tahu persis apa alasan utama Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan sehingga setengah wilayah Indonesia harus dipimpin Plt dalam durasi waktu yang cukup panjang.
Karena peniadaan Pilkada 2022 dan 2023 ini sudah resmi, karenanya Fahira minta pemerintah segera menyusun regulasi pengangkatan Plt yang yang komprehensif, transparan, akuntabel dan memastikan ruang partisipasi dan pengawasan publik terhadap pengangkatan Plt ini.
"Hal paling penting yang juga harus dipastikan dalam pengangkatan Plt ini adalah siapa pun yang ditunjuk tidak bersinggungan dengan kepentingan tertentu,” tegas Fahira.
(cip)