Tetapkan Dua Tersangka, KPK Beberkan Kasus Eks Dirut PTDI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (DI) periode 2007-2017 Budi Santoso dan Direktur Niaga PT DI tahun 2016-2019 Irzal Rinaldi Zailani sebagai tersangka korupsi pemasaran dan penjualan di lingkungan PT DI dengan kerugian negara mencapai lebih Rp331 miliar.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, beberapa waktu lalu KPK telah merampungkan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PTDI tahun 2007-2017.
Dari hasil penyelidikan kemudian ditemukan bukti permulaan cukup sehingga kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Bersamaan dengan itu, kata Firli, KPK menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) dengan menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya yakni Budi Santoso selaku Direktur Utama PTDI 2007-2017 dan Irzal Rinaldi Zailani dalam kapasitas jabatan selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI kurun 2010 hingga 2015.
Terhadap Budi dan Irzal, disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta," kata Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020) sore.
Dia membeberkan, angka Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta merupakan seluruh pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI (Persero) kepada enam perusahaan mitra/agen.
( )
Pembayaran dilakukan sepanjang 2011 hingga 2018. Jauh sebelumnya, tutur Firli, sejak Juni 2008 hingga 2018, PTDI melalui Direktur Aircraft Integration saat itu membuat dan menandatangani kontrak kemitraan/agen di dengan lima orang direktur perusahaan mitra/agen.
Di antaranya Direktur PT Angkasa Mitra Karya, direktur PT Bumiloka Tegar Perkasa, direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, direktur PT Niaga Putra Bangsa, dan direktur PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, ungkap Firli, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.
Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, beberapa waktu lalu KPK telah merampungkan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) dalam kegiatan penjualan dan pemasaran di PTDI tahun 2007-2017.
Dari hasil penyelidikan kemudian ditemukan bukti permulaan cukup sehingga kasus tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Bersamaan dengan itu, kata Firli, KPK menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) dengan menetapkan dua orang sebagai tersangka. Keduanya yakni Budi Santoso selaku Direktur Utama PTDI 2007-2017 dan Irzal Rinaldi Zailani dalam kapasitas jabatan selaku Asisten Direktur Utama Bidang Bisnis Pemerintah PT DI kurun 2010 hingga 2015.
Terhadap Budi dan Irzal, disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara dalam hal ini PT Dirgantara Indonesia sekitar Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta," kata Firli saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (12/6/2020) sore.
Dia membeberkan, angka Rp205,3 miliar dan USD8,65 juta merupakan seluruh pembayaran yang telah dilakukan oleh PT DI (Persero) kepada enam perusahaan mitra/agen.
( )
Pembayaran dilakukan sepanjang 2011 hingga 2018. Jauh sebelumnya, tutur Firli, sejak Juni 2008 hingga 2018, PTDI melalui Direktur Aircraft Integration saat itu membuat dan menandatangani kontrak kemitraan/agen di dengan lima orang direktur perusahaan mitra/agen.
Di antaranya Direktur PT Angkasa Mitra Karya, direktur PT Bumiloka Tegar Perkasa, direktur PT Abadi Sentosa Perkasa, direktur PT Niaga Putra Bangsa, dan direktur PT Selaras Bangun Usaha. Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, ungkap Firli, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerjasama.