Epidemiolog Ingatkan Jangan Remehkan Omicron, Vaksin dan Prokes Penting
loading...
A
A
A
JAKARTA - Epidemiolog mengingatkan masyarakat agar tidak menganggap remeh Covid-19 varian Omicron . Masyarakat harus menghadapinya dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan (prokes) serta memastikan diri sudah mendapatkan dosis vaksin lengkap.
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia Dicky Budiman mengungkapkan, masyarakat yang belum disuntik vaksin Covid-19 menjadi salah satu faktor yang membuat penyebaran Omicron jauh lebih cepat daripada varian Delta. Kata Dicky, banyak orang di berbagai negara menderita gejala berat akibat Omicron karena belum divaksin.
Dicky menegaskan, upaya mitigasi perlu masyarakat tingkatkan. "Ini bicara ketaatan kita dalam disiplin protokol kesehatan 5M, penguatan deteksi dini ditingkatkan, dan tentu akselerasi vaksinasi," kata Dicky, Senin (7/2/2022).
Dicky mengatakan bahwa Omicron tidak lemah. Varian ini terkesan lemah kalau menular pada orang yang sudah memiliki imunitas, baik karena sudah divaksin atau sudah terinfeksi kemudian sudah divaksin. Maka itu, dia mengimbau agar masyarakat tidak menganggap remeh varian Omicron.
"Ini artinya kita enggak bisa menempatkan atau anggap ah saya sudah terinfeksi, belum vaksinasi pun biarin itu enggak berbahaya. Pada orang yang sudah vaksinasi pun tetap ada kematian, walaupun jauh lebih kecil, apalagi belum divaksinasi, bahaya banget," tuturnya.
Dia juga mengingatkan bahwa protokol kesehatan 5 M masih sangat relevan dan diperlukan untuk membantu penguatan fungsi atau manfaat dari vaksinasi. Selain itu, testing, tracing, dan treatment atau 3T.
"Karena masih ada dari kelompok masyarakat kita ini yang belum divaksinasi, masih ada yang meskipun sudah divaksinasi ternyata menurun proteksinya, sehingga itu perlu dilindungi, dengan cara apa? ya memakai masker, jaga jarak, dan menghindari kerumuman."
Jika beberapa hal itu tidak dilakukan, Dicky menilai kecepatan penyebaran varian Omicron tidak bisa dikejar. "Sehingga akhirnya mereka terpapar yang berisiko tinggi ini, yang lansia dan sebagainya, sehingga mereka ini jadi korban masuk rumah sakit terus meninggal, ini harus jadi perhatian penting," jelasnya.
Dicky juga mengingatkan bahwa virus ini merupakan satu penyakit yang erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. Jika perilaku yang menurun atau abai, akan cepat menyebar, akan lebih cepat, karena virus ini tidak menyebar dengan sendirinya.
"Dia menyebar karena dibawa orang, dan oleh karena itu harus tetap disiplin sampai nanti sudah banyak orang divaksinasi harus di atas 90 persen sebetulnya," pungkasnya.
Sementara itu, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan bahwa vaksin sangat berpengaruh dalam mengurangi risiko terjadinya Covid-19 gejala berat dan meninggal, apalagi pada lansia dan orang dengan komorbid. Iwan melihat kepatuhan protokol kesehatan dan kepatuhan penggunaan aplikasi PeduliLindungi saat ini menurun di masyarakat.
"Kondisi ini perlu diperbaiki apalagi sekarang varian Omicron yang lebih cepat menular mendominasi. Dari segi orang yang perlu perawatan rumah sakit dan meninggal tidak separah gelombang 2 saat periode Delta," pungkasnya.
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University Australia Dicky Budiman mengungkapkan, masyarakat yang belum disuntik vaksin Covid-19 menjadi salah satu faktor yang membuat penyebaran Omicron jauh lebih cepat daripada varian Delta. Kata Dicky, banyak orang di berbagai negara menderita gejala berat akibat Omicron karena belum divaksin.
Dicky menegaskan, upaya mitigasi perlu masyarakat tingkatkan. "Ini bicara ketaatan kita dalam disiplin protokol kesehatan 5M, penguatan deteksi dini ditingkatkan, dan tentu akselerasi vaksinasi," kata Dicky, Senin (7/2/2022).
Dicky mengatakan bahwa Omicron tidak lemah. Varian ini terkesan lemah kalau menular pada orang yang sudah memiliki imunitas, baik karena sudah divaksin atau sudah terinfeksi kemudian sudah divaksin. Maka itu, dia mengimbau agar masyarakat tidak menganggap remeh varian Omicron.
"Ini artinya kita enggak bisa menempatkan atau anggap ah saya sudah terinfeksi, belum vaksinasi pun biarin itu enggak berbahaya. Pada orang yang sudah vaksinasi pun tetap ada kematian, walaupun jauh lebih kecil, apalagi belum divaksinasi, bahaya banget," tuturnya.
Dia juga mengingatkan bahwa protokol kesehatan 5 M masih sangat relevan dan diperlukan untuk membantu penguatan fungsi atau manfaat dari vaksinasi. Selain itu, testing, tracing, dan treatment atau 3T.
"Karena masih ada dari kelompok masyarakat kita ini yang belum divaksinasi, masih ada yang meskipun sudah divaksinasi ternyata menurun proteksinya, sehingga itu perlu dilindungi, dengan cara apa? ya memakai masker, jaga jarak, dan menghindari kerumuman."
Jika beberapa hal itu tidak dilakukan, Dicky menilai kecepatan penyebaran varian Omicron tidak bisa dikejar. "Sehingga akhirnya mereka terpapar yang berisiko tinggi ini, yang lansia dan sebagainya, sehingga mereka ini jadi korban masuk rumah sakit terus meninggal, ini harus jadi perhatian penting," jelasnya.
Dicky juga mengingatkan bahwa virus ini merupakan satu penyakit yang erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. Jika perilaku yang menurun atau abai, akan cepat menyebar, akan lebih cepat, karena virus ini tidak menyebar dengan sendirinya.
"Dia menyebar karena dibawa orang, dan oleh karena itu harus tetap disiplin sampai nanti sudah banyak orang divaksinasi harus di atas 90 persen sebetulnya," pungkasnya.
Sementara itu, ahli epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan bahwa vaksin sangat berpengaruh dalam mengurangi risiko terjadinya Covid-19 gejala berat dan meninggal, apalagi pada lansia dan orang dengan komorbid. Iwan melihat kepatuhan protokol kesehatan dan kepatuhan penggunaan aplikasi PeduliLindungi saat ini menurun di masyarakat.
"Kondisi ini perlu diperbaiki apalagi sekarang varian Omicron yang lebih cepat menular mendominasi. Dari segi orang yang perlu perawatan rumah sakit dan meninggal tidak separah gelombang 2 saat periode Delta," pungkasnya.
(zik)