Menggenjot Pertumbuhan Perumahan Rakyat Pasca-Pandemi

Kamis, 03 Februari 2022 - 17:16 WIB
loading...
Menggenjot Pertumbuhan Perumahan Rakyat Pasca-Pandemi
Suasana kompleks perumahan di kawasan Gading Serpong, Kelapa Dua, Tangerang, Banten. Foto/Dok MPI/Arif Julianto
A A A
Ir. Dicky Setiawan MBA
Dosen Prodi Teknik Lingkungan Universitas Bakrie

Kita sadari bahwa sudah hampir 2 tahun kita berada dalam kondsi krisis akibat pandemi Covid-19 . Kondisi yang sangat buruk menghantam hampir semua aspek kehidupan. Dunia properti khususnya perumahan rakyat tentunya termasuk di dalamnya. Penyedian perumahan rakyat sangat terpukul sehingga berada dalam posisi hampir stagnan di masa pandemi. Kita harus cepat bergerak mengejar ketinggalan.

Saat ini kita sudah ada dalam fase yang mudah-mudahan berada di ujung akhir krisis akibat pandemi Covid, sehingga saat ini adalah waktu yang tepat, kalau tidak bisa dikatakan ketinggalan, dalam mempersiapkan kebangkitan pasca-pandemi. Ada sebuah teori dalam dunia properti yaitu “proprety clock theory” yakni kondisi dunia properti bisa diibaratkan seperti jarum jam yang selalu berputar suatu saat berada di bawah untuk kemudian secara bertahap naik ke atas dan mencapai puncaknya untuk kemudian turun lagi secara bertahap pula. Berdasarkan teori tersebut, saat ini kondisi perumahan rakyat kita bisa dikatakan sedang dalam keadaan di titik terendahnya yaitu di posisi jarum jam menunjukkan angka 6 di property clock, sehingga sudah waktunya kita untuk menggeliat bergerak secara bertahap menuju posisi ke posisi angka 9.

Untuk penyediaan perumahan murah untuk rakyat, di masa sebelum pandemi sudah ada beberapa program dan kebijakan yang sudah dan sedang dilaksanakan salah satunya adalah Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) yaitu penyaluran KPR dengan bunga rendah dan tetap. Program ini dimulai pada tahun 2010 yang realisasinya mengalami kenaikan setiap tahun sehingga di tahun 2021 mencapai 178.728 unit (Rp19,57 triliun). Namun demikian fasilitas ini tetap dirasakan kurang karena permintaannya yang jauh melampaui realisasi.

Selain itu, diawali oleh Pemda DKI yang kemudian diikuti secara nasional di beberapa pemda, pemerintah sudah mencoba menerapkan program DP 0 yaitu program KPR tanpa Uang Muka (Loan to Value 100%). Namun demikian program ini kurang begitu populer karena selain program kurang masif dan tidak tersosialisasi dengan baik, DP 0 juga mengakibatkan beban pinjaman yang ditanggung pembeli menjadi besar yang tentunya mengakibatkan beban angsuran yang besar yang cukup memberatkan apabila tidak disertai dengan penambahan tenor (jangka waktu angsuran).

Di samping itu sudah ada juga target yang dicanangkan pemerintah untuk membangun 1 juta rumah layak huni dalam 1 tahun. Namun demikian realisasinya masih jauh panggang dari api karena tidak disertai dengan program-progam stimulus lainnya yang diperparah dengan kondisi krisis akibat pandemi Covid. Tidak ada stimulus tambahan penyediaan tanah, tidak ada stimulus kredit pembangunan untuk pengembang.

Saat ini, backlog atau ketertinggalan penyediaan perumahan atas kebutuhan perumahan besarnya tidak semakin mengecil. Data di tahun 2021 backlog perumahan kurang lebih mencapai 11 juta unit rumah yang terdiri dari 7,6 juta akibat kekurang akibat selisih antara kebutuhan akan rumah dengan jumlah rumah yang ada dan 2,3 juta akibat dari jumlah rumah yang ada yang tidak layak huni.



Selama masa pandemi Covid yang saat ini sudah hampir berlangsung 2 tahun, kondisi daya beli masyarakat atas produk perumahan terutama perumahan rakyat sangat menurun jauh. Hal ini akibat adanya beberapa PHK, pemotongan gaji, dirumahkan untuk sejumlah karyawan ataupun pemberhentian usaha untuk perorangan yang berusaha sendiri. Kondisi ini diperparah dengan adanya keragu-raguan dari pihak bank dalam menyalurkan kreditnya baik untuk pengembang maupun untuk para konsumen perumahan rakyat akibat ancaman/ bayangan non performing loan. Praktis hampir tidak ada perkembangan penyaluran kredit untuk para pengembang. Sedangkan di sektor konsumen/pembeli, KPR hanya disalurkan kepada pegawai negeri, pegawai Pemda, pegawai BUMN dan swasta di sektor-sektor tertentu yang diperkirakan penghasilannya tidak terdampak pandemi Covid.

Memang selama pandemi Covid pemerintah terus berkomunikasi dengan para pengembang untuk merencanakan beberapa stimulus agar sektor properti dan penyediaan perumahan rakyat dapat tetap berjalan, namun demikian dari sekian banyak wacana hanya ada beberapa yang bisa terealisir di antaranya adalah jangka waktu KPR yang bisa mencapai 30 tahun dan kebijakan bebas PPN untuk rumah yang udah jadi siap serah terima. Dampak positif kebijakan ini relatif kecil dibanding dengan hantaman akibat pandemi Covid.



Saat ini kita berada di ujung akhir pandemi Covid. Sudah saatnya kita mempersiapkan untuk segera meloncat dan lari mengejar semua ketinggalan. Hal-hal dan langkah apa saja yang harus diambi oleh pemerintah dan dunia properti:

- Para pengembang harus menyesuaikan produknya dengan kebutuhan pasca-Covid. Pengembang harus menyediakan infra sturuktur yang menjamin terlaksananya kegiatan work from home, desain rumah dengan akses internet yang lancar dan sirkulasi udara yang mengalir lancar adalah suatu keniscayaan. Produk-produk yang lokasinya jauh dari transportasi umum yang mudah, cepat dan lancar harus ditimbang ulang.
- Pemerintah dan perbankan harus lebih berani mengambil risiko demi tersedianya fasilitas perumahan yang mudah dijangkau dari segi financial
- Pembebasan PPN tidak hanya terbatas pada rumah yang siap huni namun juga diberikan kepada rumah indent tentu dengan mitigasi-mitigasi terentu sehingga tidak disalahgunakan dan tidak salah sasaran
- Badan Pengelola Bank Tanah yang baru saja dibentuk pemerintah harus segera bergerak cepat untuk mendapatkan lahan-lahan strategis baru untuk kemudian diserahkan kepada perumnas atau pengembang sehingga lebih banyak dan lebih cepat tersedianya rumah dengan harga murah dan terjangkau di lokasi yang cukup strategis.
- Pemerintah bekerja sama dengan pengembang harus memperbanyak fasilitas pendanaan/KPR tanpa uang muka, dengan bunga rendah, jangka waktu panjang, angsuran yang kecil terutama di awal-awal tahun masa peminjaman (balloon payment), bahkan bila dimungkinkan adanya pembebasan pembayaran angsuran di masa pemulihan akibat pandemi.
- Saat ini program terkonsentrasi untuk memberikan fasilitas kredit pada pihak pembeli, hal ini tidaklah cukup karena harus disertai dengan ekspansi yang signifikan besar pada pemberian kredit kepada pengembang sehingga di pasar akan tersedia cukup banyak rumah murah yang layak beli. Kondisi ini akan sangat baik bagi di sisi pembeli untuk memilih dan menentukan pembelian rumah disesuaikan dengan keinginan dan kemampuannya.
- Subsidi juga layak diberikan untuk bahan-bahan dasar untuk perumahan bersubsidi dengan syarat, terutama subsidi bahan baku semen dan besi beton.
- Pemerintah juga harus memberikan lebih banyak dan lebih cepat infrastruktur jalan, air bersih, listrik untuk area-area yang berpotensi menjadi pengembangan area perumahan rakyat.
- Pemerintah/ Pemda diharap lebih banyak lagi memberikan suntikan modal negara/ pemda kepada BUMN/BUMD yang bertugas sebagai penyedia perumahan rakyat agar pasokan perumahan rakyat meningkat secara signifikan.

Dengan langkah-langkah tersebut di atas maka ketertinggalan penyediaan (backlog) perumahan rakyat yang sudah mencapai angka 11 juta unit rumah akan dengan cepat tereduksi dan semakin mendekatkan dengan harapan masyarakat menengah bawah untuk mendapatkan rumah layak huni dengan prasarana, sarana dan utilitas yang memadai dengan harga yang terjangkau.
(zik)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1900 seconds (0.1#10.140)