Ambil Alih Ruang Kendali Udara dari Singapura, Indonesia Perkuat Kedaulatan Udara
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah Indonesia akhirnya berhasil mengambil alih penguasaan ruang udara penerbangan atau Flight Informatin Region (FIR) di Kepulauan Riau dari Singapura. Hal itu tertuang dalam kesepakatan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri dalam pertemuan Leaders’ Retreat yang digelar di Bintan, Selasa, 25 Januari 2022.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan beberapa menteri lainnya turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan di Bintan di mana Indonesia dan Singapura telah menyepakati beberapa nota kesepahaman di bidang politik, hukum dan pertahanan keamanan untuk menyempurnakan kedaulatan bangsa, yaitu pengambilalihan FIR dari Singapura ke Indonesia yang telah diupayakan sejak 1990-an.
Selain pengambialihan FIR, dalam pertemuan itu juga ditandatangani perjanjian ekstradisi untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme dan nota kesepahaman tentang komitmen untuk melaksanakan perjanjian kerja sama pertahanan antara kedua negara.
Pengamat militer Beni Sukadis mengapresiasi pengambilalihan FIR dari Singapura. Beni menilai upaya menjaga kedaulatan Indonesia akan lebih maksimal dengan penguasan ruang udara penerbangan dan sekitarnya. "Ya, pengelolaan FIR sangat penting karena pesawat tempur kita sudah tidak perlu lapor ke Singapura lagi kalau melewati Batam dan Natuna," katanya saat dihubungi, Selasa.
Dengan pengambilalihan ini, Indonesia juga bakal mendapatkan keuntungan secara ekonomi. "Yaitu ada biaya yang didapat dari pengelolaan FIR tersebut," ucapnya.
Menurut Beni pengambilalihan ini adalah keberhasilan dari lobi tingkat tinggi yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui kementerian dan instansi terkait. “Upaya (lobi) ini sudah dilakukan sejak lama dan salah satu trade off dalam negosiasi soal perjanjian pertahanan,” katanya.
Beni menjelaskan, FIR merupakan pengelolaan informasi penerbangan di suatu wilayah yang bertalian dengan teknis keselamatan penerbangan. Namun, banyak pihak menganggap isu ini lebih soal kedaulatan sehingga Indonesia sebagai negara yang berdaulat memiliki kewajiban untuk menjamin keselamatan penerbangan.
Ketika Indonesia memegang kendali FIR, maka negara wajib menjamin keselamatan penerbangan, baik nasional maupun internasional di wilayah daulat tersebut. Dengan demikian, tangung jawab Indonesia semakin besar. "Maka yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan SDM kita untuk kelola FIR yang terbentang dari Selat Malaka hingga Natuna," bebernya.
Perlu diketahui, Singapura menguasai ruang udara penerbangan FIR di Kepri dan sekitarnya dari Singapura sejak 1946, saat masih di bawah pemerintah kolonial Inggris. Keputusan itu ditetapkan dalam pertemuan International Civil Aviation Organization (ICAO) di Dublin, Irlandia, pada Maret 1946. Salah satu isinya, Singapura menguasai sekitar 100 mil laut (1.825 km) wilayah udara Indonesia, yang mencakup, Kepri, Tanjung Pinang, Natuna, Sarawak, dan Semenanjung Malaya.
”Imbasnya, pesawat Indonesia harus minta izin kepada otoritas penerbangan Singapura jika ingin terbang dari Tanjungpinang ke Pekanbaru. Pun berlaku bagi penerbangan ke Pulau Natuna, Batam, dan di kawasan Selat Malaka,” ucapnya.
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan beberapa menteri lainnya turut mendampingi Presiden Jokowi dalam pertemuan di Bintan di mana Indonesia dan Singapura telah menyepakati beberapa nota kesepahaman di bidang politik, hukum dan pertahanan keamanan untuk menyempurnakan kedaulatan bangsa, yaitu pengambilalihan FIR dari Singapura ke Indonesia yang telah diupayakan sejak 1990-an.
Selain pengambialihan FIR, dalam pertemuan itu juga ditandatangani perjanjian ekstradisi untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika, dan terorisme dan nota kesepahaman tentang komitmen untuk melaksanakan perjanjian kerja sama pertahanan antara kedua negara.
Pengamat militer Beni Sukadis mengapresiasi pengambilalihan FIR dari Singapura. Beni menilai upaya menjaga kedaulatan Indonesia akan lebih maksimal dengan penguasan ruang udara penerbangan dan sekitarnya. "Ya, pengelolaan FIR sangat penting karena pesawat tempur kita sudah tidak perlu lapor ke Singapura lagi kalau melewati Batam dan Natuna," katanya saat dihubungi, Selasa.
Dengan pengambilalihan ini, Indonesia juga bakal mendapatkan keuntungan secara ekonomi. "Yaitu ada biaya yang didapat dari pengelolaan FIR tersebut," ucapnya.
Menurut Beni pengambilalihan ini adalah keberhasilan dari lobi tingkat tinggi yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui kementerian dan instansi terkait. “Upaya (lobi) ini sudah dilakukan sejak lama dan salah satu trade off dalam negosiasi soal perjanjian pertahanan,” katanya.
Beni menjelaskan, FIR merupakan pengelolaan informasi penerbangan di suatu wilayah yang bertalian dengan teknis keselamatan penerbangan. Namun, banyak pihak menganggap isu ini lebih soal kedaulatan sehingga Indonesia sebagai negara yang berdaulat memiliki kewajiban untuk menjamin keselamatan penerbangan.
Ketika Indonesia memegang kendali FIR, maka negara wajib menjamin keselamatan penerbangan, baik nasional maupun internasional di wilayah daulat tersebut. Dengan demikian, tangung jawab Indonesia semakin besar. "Maka yang perlu ditingkatkan adalah kemampuan SDM kita untuk kelola FIR yang terbentang dari Selat Malaka hingga Natuna," bebernya.
Perlu diketahui, Singapura menguasai ruang udara penerbangan FIR di Kepri dan sekitarnya dari Singapura sejak 1946, saat masih di bawah pemerintah kolonial Inggris. Keputusan itu ditetapkan dalam pertemuan International Civil Aviation Organization (ICAO) di Dublin, Irlandia, pada Maret 1946. Salah satu isinya, Singapura menguasai sekitar 100 mil laut (1.825 km) wilayah udara Indonesia, yang mencakup, Kepri, Tanjung Pinang, Natuna, Sarawak, dan Semenanjung Malaya.
”Imbasnya, pesawat Indonesia harus minta izin kepada otoritas penerbangan Singapura jika ingin terbang dari Tanjungpinang ke Pekanbaru. Pun berlaku bagi penerbangan ke Pulau Natuna, Batam, dan di kawasan Selat Malaka,” ucapnya.
(cip)