Deretan Kontroversi Arteria Dahlan, Nomor 5 Mencabik Hati Masyarakat Sunda

Rabu, 19 Januari 2022 - 06:00 WIB
loading...
Deretan Kontroversi Arteria Dahlan, Nomor 5 Mencabik Hati Masyarakat Sunda
Politikus PDIP Arteria Dahlan kembali menjadi sorotan publik. Yang terbaru, Anggota Komisi III ini meminta Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mencopot seorang Kajati karena berbahasa Sunda dalam forum rapat. Foto/Antara
A A A
JAKARTA - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arteria Dahlan kembali menjadi sorotan publik. Yang terbaru, Anggota Komisi III ini mengeluarkan pernyataan yang meminta Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mencopot seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) karena berbahasa Sunda dalam forum rapat.

Pada pertengahan November 2021 lalu, Arteria juga menjadi pusat perhatian lantaran ibundanya dimaki-maki oleh seorang perempuan di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) Tangerang, Banten, Minggu (21/11/2021). Perseteruan antara perempuan keluarga jenderal TNI bernama Anggiat Pasaribu dengan Arteria Dahlan akhirnya berakhir damai. Baca juga: Bikin Gaduh, Ridwan Kamil Desak Arteria Dahlan Minta Maaf ke Masyarakat Sunda

Arteria Dahlan bukan nama asing di Indonesia. Politikus kelahiran Jakarta 7 Juli 1975 kerap mengundang kontroversi karena ucapannya.

Karakternya yang meledak-ledak dan emosional tak jarang mendapat cibiran masyarakat di media sosial. Kendati begitu, tampaknya hal itu tak membuat Arteria kapok untuk berhenti membuat pernyataan kontroversial. Berikut ini lima kontroversinya:

1. Meminta Dipanggil 'Yang Terhormat'
Dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan pimpinan KPK, 11 September 2017, Arteria yang merupakan anggota Komisi VIII hadir karena ditugaskan fraksinya. Saat diberikan kesempatan bicara, Arteria memprotes pimpinan KPK yang tidak memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang Terhormat'.

"Ini mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang Terhormat'," katanya waktu itu.

Karena diprotes, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kemudian menyebut 'Yang Terhormat' setiap menjawab pertanyaan.

2. Menyebut Kementerian Agama (Kemenag) Bangsat
Saat membahas kasus penipuan ibadah umrah dalam rapat Komisi III DPR bersama Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Rabu, 28 Maret 2018, Arteria Dahlan menyebut Kemenag 'bangsat'. Ia mengaku kecewa atas kinerja Kemenag dalam menangani perjalanan umrah jamaah Indonesia.

"Ini Kementerian Agama bangsat Pak, semuanya Pak. Saya buka-bukaan," ujar Arteria waktu itu.

Namun sehari kemudian Arteria Dahlan meminta maaf atas ucapannya. "Kalau ada ketersinggungan, mohon maaf. Kalau saya menyinggung Pak Menteri dan teman-teman Kemenag," katanya.

3. Menuding Profesor Emil Salim Sesat
Arteria Dahlan sering berapi-api ketika terlibat dalam perdebatan. Seperti dalam acara televisi Mata Najwa yang membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK. Dia berdebat sengit dengan Profesor Emil Salim.

Dalam acara berjudul Ragu-ragu Perppu, Politikus PDIP itu berbicara operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Publik seakan terhipnotis atas tindakan hukum, padahal menurut Arteria, banyak janji KPK yang tidak tercapai. Emil yang mendengar pernyataan itu lalu menyinggung keberhasilan KPK yang menangkap ketua umum partai politik dan mengirimnya ke penjara.

Emil Salim juga mengatakan bahwa ada kewajiban dalam UU KPK untuk menyampaikan laporan. Namun Arteria menepis hal tersebut.

"Mana Prof, saya di DPR, Prof Tidak boleh begitu Prof, saya yang di DPR saya yang tahu, mana Prof? Sesat, ini namanya sesat," kata Arteria.

4. Penegak Hukum Tak Boleh Ditangkap Tangan
Dalam sebuah webinar yang digelar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dengan Kejaksaan Agung, Kamis 18 November 2021, Arteria Dahlan mengatakan bahwa kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak perlu dilakukan, terutama kepada para penegak hukum seperti polisi, hakim, hingga jaksa. Karena semuanya merupakan simbol negara di bidang penegakan hukum.

"Saya pribadi, saya sangat meyakini yang namanya polisi, hakim, jaksa itu tidak boleh di-OTT," kata Arteria Dahlan.

5. Minta Jaksa Agung Copot Kajati yang Berbahasa Sunda saat Rapat
Arteria Dahlan meminta agar Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mencopot seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) karena berbahasa Sunda dalam forum rapat. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Kerja dengan Jaksa Agung.

"Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati Pak, dalam rapat, dalam raker itu ngomong pakai Bahasa Sunda," kata Arteria di Ruang Rapat Komisi III DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/1/2022).

Namun, politikus yang sering membuat pernyataan kontroversial itu tidak menyebutkan siapa Kajati yang dimaksud. Arteria hanya menegaskan permintaannya agar Jaksa Agung mencopot Kajati yang ia maksud. "Ganti pak itu. Kita ini Indonesia pak," kata Legislator Dapil Jawa Timur VI ini.

Karena pernyataan yang dinilai menyinggung tersebut, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mendesak Arteria untuk segera memohon maaf kepada masyarakat Sunda. Desakan tersebut disampaikan Ridwan Kamil menyikapi kegaduhan yang dibuat Arteria Dahlan.

"Jadi saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi. Sebenarnya orang Sunda itu pemaaf ya, jadi saya berharap itu dilakukan," tutur Kang Emil, Selasa (18/1/2022).

Budayawan Majalengka juga bereaksi atas ungkapan Arteria Dahlan yang meminta Kajati Jabar dicopot gara-gara menggunakan bahasa Sunda saat rapat. Sejumlah Budayawan Majalengka menilai ungkapan anggota DPR RI dari Fraksi PDIP itu sebagai sesuatu yang tidak logis.

Alih-alih meminta untuk dicopot, penggunaan bahasa daerah seharusnya diapresiasi. "Seharusnya kecenderungan orang menggunakan bahasa daerah diapresiasi," kata salah satu Budayawan Majalengka, Wa Kijoen, Selasa (18/1/2022).

Budayawan Majalengka lainnya, Oom Somara menilai di tengah rencana penamaan Nusantara untuk calon Ibu Kota baru, justru muncul ungkapan yang menyinggung sebagian warga.

"Saya menyebutnya sebagai Tragedi Arteria. Di saat pemimpin tertinggi negeri ini hendak menamai calon Ibu Kota baru RI dengan nama Nusantara, tiba-tiba saja ada yang berpikir bahwa menggunakan bahasa Sunda sebagai pelanggaran berat, yang memungkingkan seorang Kajati dicopot," jelas dia.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2067 seconds (0.1#10.140)