Modal Besar, Tantangan, dan Peluang Indonesia di 2022

Rabu, 12 Januari 2022 - 15:00 WIB
loading...
A A A
Kedua, pengendalian impor dan pemihakan terhadap produk dalam negeri. Impor produk-produk pertanian harus memperhatikan suara petani. Demikian pula impor produk-produk yang diproduksi oleh UMKM seperti pakaian jadi, apalagi pakaian bekas dan batik dari China. Itu sangat tak bermoral. Impor produk-produk industri juga harus memperhatikan ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, yang mengatur soal TKDN. Di situ disebutkan bahwa TKDN minimal 25%. Jika ada produk dalam negeri dengan TKDN minimal 25%, maka itu yang harus menjadi prioritas. Jadi, jangan asal membuka kran impor dan bagi instansi pemerintah dan proyek yang dibiayai APBN harus memprioritaskan produk dalam negeri.

Dalam konteks impor produk pertanian dan industri seperti disebutkan tadi, maka Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor harus direvisi. Bahkan menurut saya, Permendag itu harus dicabut.

Jika kita tidak konsisten dengan pemihakan terhadap petani dan industri dalam negeri, maka industrialisasi tidak terjadi, investor tidak datang, lapangan kerja tidak tercipta, dan ujungnya APBN kita justru untuk memberi makan petani dan buruh negara lain. Ini sangat tragis dan mengkhianati amanat proklamasi dan amanat para pendiri bangsa.

Para Menteri Harus Fokus
Memasuki 2022, ada satu pertanyaan penting yakni bagaimana sebaiknya menyelaraskan kabinet khususnya para menteri agar tetap fokus bekerja dalam satu irama untuk kepentingan rakyat di 2022?

Kita percaya Presiden Jokowi memahami sangat baik masalah ini. Namun harus dicatat, Presiden sudah kehilangan waktu sejak Pandemi Covid-2019 pada Maret 2020. Selama hampir dua tahun terakhir, pemerintah dan seluruh masyarakat fokus menghadapi wabah. APBN kita mengalami refokusing untuk penanganan Covid-19, banyak program yang ditunda, mobilitas sosial benar-benar berkurang drastis, dan seterusnya.

Sehingga mulai 2022 ini, di saat wabah mulai melandai, merupakan kesempatan terbaik untuk mengejar waktu yang terbuang. Dan, waktu itu singkat sekali. Pasalnya pada awal 2024 sudah sibuk pemilu legislatif dan pada akhir 2023 suhu politik meningkat. Jadi, para menteri harus benar-benar fokus, bekerja sungguh-sungguh, dan harus bisa menggunakan waktunya 24 jam penuh untuk mengerjakan tupoksinya. Gaspol, istilah milenialnya.

Nah, masalahnya saat ini ada menteri-menteri yang mencampuradukkan antara tugasnya sebagai menteri dengan kepentingan pribadinya untuk menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).

Tidak ada yang 100% jika mendua. Jadi jangan biarkan Presiden bekerja sendiri. Harus loyal tegak lurus. Tanya pada nuraninya sendiri, tanya pada hatinya sendiri. Pasti tahu jawabannya. Jadi harus memilih mau nyapres atau mau menjadi menteri.

Kekuatan dan Kekurangan Pemerintah
Kekuatan pemerintahan sekarang terletak pada Presiden Joko Widodo. Kepercayaan dan dukungan rakyat kepada Presiden Jokowi sangat besar. Itu yang utama. Sedangkan kekuatan Jokowi adalah visinya yang sangat bagus dan pengambilan keputusannya yang juga sangat bagus. Karena itu, ring satunya, para pembantunya, khususnya para menteri, juga harus bagus. Para menteri harus memiliki komitmen yang murni untuk menyukseskan visi-misi Presiden. Jangan menteri malah menjadi predator kekuasaan. Ini berbahaya. Predator hanya bisa hidup dengan memangsa. Salah satu bentuk predator kekuasaan adalah orang yang terobsesi pada kekuasaan.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1890 seconds (0.1#10.140)