Modal Besar, Tantangan, dan Peluang Indonesia di 2022

Rabu, 12 Januari 2022 - 15:00 WIB
loading...
Modal Besar, Tantangan, dan Peluang Indonesia di 2022
Rachmat Gobel (Foto: Ist)
A A A
Rachmat Gobel
Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem)

ADA beberapa hal yang sangat penting dikemukakan guna menyoroti bagaimana seharusnya pemerintah bekerja di 2022. Pertama, kita sangat mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas prestasinya dalam mengatasi badai pandemi Covid-19.

Apresiasi khusus kepada Kementerian Kesehatan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, rumah sakit-rumah sakit, para dokter dan tenaga paramedis, BPJS Kesehatan, TNI, Polri, BIN, pemerintah daerah, dan tentu partisipasi masyarakat yang bahu-membahu bekerja sama menghadapi pandemi Covid-19.

Kedua, kita mengapresiasi kinerja pemerintah di bawah Presiden Jokowi dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, mengelola APBN, dan yang luar biasa adalah capaian pendapatan pajak yang melonjak. Sejumlah langkah jitu juga patut disebutkan yaitu tentang insentif kredit sehingga para pengusaha memiliki ruang untuk bernapas. Kinerja ekspor juga lumayan bagus, namun sayangnya angka impornya juga naik.

Dengan semua hal itu, ekonomi nasional terjaga dengan baik. Hal ini bisa dilihat pada angka pertumbuhan ekonomi pada 2021 yang berkisar 3,5-4%. Bandingkan dengan 2020 yang minus 2,01%. Penyaluran kredit tumbuh 4,8% pada 2021, jauh lebih baik dibandingkan pada 2020 yang minus 2,41%. Kinerja pasar modal pada 2021 juga bagus, karena Indeks Harga Saham Gabungan naik 10,85 ke posisi 6.581 sehingga termasuk yang terbaik di kawasan Asia.

Di sisi lain, perlu dicatat bahwa sektor usaha mikro paling terpukul. Hal itu bisa dilihat pada penyaluran kredit yang turun di saat di segmen usaha besar, kecil, dan menengah justru naik. Walau angka inflasi secara total cukup baik, tapi sumbangan inflasi di sektor makanan dan minuman yang merupakan konsumsi masyarakat kecil justru yang mengkhawatirkan. Harga-harga barang kebutuhan sehari-hari justru melonjak. Jadi ada “pekerjan rumah” besar pada 2022 ini untuk memberikan perhatian dan perlindungan khusus untuk masyarakat kecil kita.

Ketiga, kita juga mengapresiasi atas respons cepat, terukur, dan sistematis dalam mengatasi bencana alam.

Dengan semua hal yang disebutkan di atas, pemerintah memiliki modal besar pada 2022. Semoga pada tahun ini, Pandemi Covid-19 secara relatif sudah bisa kita lalui. Untuk itu, vaksinasi harus dituntaskan pada tingkat 100%. Vaksin Booster, yang gratis maupun berbayar, sudah bisa dilakukan. Dengan demikian, tingkat imunitas masyarakat meningkat secara merata. Di sisi lain, tentu harus tetap menjaga dan menjalankan protokol kesehatan, termasuk pengendalian lalu lintas manusia dari luar negeri. Dengan demikian, pada 2022 ini ekonomi bisa pulih sepenuhnya.

Perlu Perhatian Pemerintah
Ada sejumlah hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah pada 2022. Pertama, berikan perhatian dan pemihakan khusus kepada sektor ekonomi mikro yang justru paling menderita terkena dampak pandemi dan juga paling tertinggal dalam upaya pemulihannya. Jumlah mereka adalah yang terbesar. Pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah 99,9% atau 64,2 juta dari seluruh pelaku usaha di Indonesia. Kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) adalah 61% dan dalam hal lapangan kerja proporsi sumbangannya mencapai 89%. Dari total pelaku UMKM, yang menjadi pelaku mikro berjumlah 63,35 juta atau 98,68%.

Pemerintah memang telah memberikan perhatian pada sektor UMKM, namun perlu ditingkatkan lagi karena kontribusi UMKM demikian besar. Untuk itu, efektivitas pemulihan ekonomi nasional tergantung pada sektor UMKM ini.

Kedua, pengendalian impor dan pemihakan terhadap produk dalam negeri. Impor produk-produk pertanian harus memperhatikan suara petani. Demikian pula impor produk-produk yang diproduksi oleh UMKM seperti pakaian jadi, apalagi pakaian bekas dan batik dari China. Itu sangat tak bermoral. Impor produk-produk industri juga harus memperhatikan ketentuan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, yang mengatur soal TKDN. Di situ disebutkan bahwa TKDN minimal 25%. Jika ada produk dalam negeri dengan TKDN minimal 25%, maka itu yang harus menjadi prioritas. Jadi, jangan asal membuka kran impor dan bagi instansi pemerintah dan proyek yang dibiayai APBN harus memprioritaskan produk dalam negeri.

Dalam konteks impor produk pertanian dan industri seperti disebutkan tadi, maka Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor harus direvisi. Bahkan menurut saya, Permendag itu harus dicabut.

Jika kita tidak konsisten dengan pemihakan terhadap petani dan industri dalam negeri, maka industrialisasi tidak terjadi, investor tidak datang, lapangan kerja tidak tercipta, dan ujungnya APBN kita justru untuk memberi makan petani dan buruh negara lain. Ini sangat tragis dan mengkhianati amanat proklamasi dan amanat para pendiri bangsa.

Para Menteri Harus Fokus
Memasuki 2022, ada satu pertanyaan penting yakni bagaimana sebaiknya menyelaraskan kabinet khususnya para menteri agar tetap fokus bekerja dalam satu irama untuk kepentingan rakyat di 2022?

Kita percaya Presiden Jokowi memahami sangat baik masalah ini. Namun harus dicatat, Presiden sudah kehilangan waktu sejak Pandemi Covid-2019 pada Maret 2020. Selama hampir dua tahun terakhir, pemerintah dan seluruh masyarakat fokus menghadapi wabah. APBN kita mengalami refokusing untuk penanganan Covid-19, banyak program yang ditunda, mobilitas sosial benar-benar berkurang drastis, dan seterusnya.

Sehingga mulai 2022 ini, di saat wabah mulai melandai, merupakan kesempatan terbaik untuk mengejar waktu yang terbuang. Dan, waktu itu singkat sekali. Pasalnya pada awal 2024 sudah sibuk pemilu legislatif dan pada akhir 2023 suhu politik meningkat. Jadi, para menteri harus benar-benar fokus, bekerja sungguh-sungguh, dan harus bisa menggunakan waktunya 24 jam penuh untuk mengerjakan tupoksinya. Gaspol, istilah milenialnya.

Nah, masalahnya saat ini ada menteri-menteri yang mencampuradukkan antara tugasnya sebagai menteri dengan kepentingan pribadinya untuk menjadi calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres).

Tidak ada yang 100% jika mendua. Jadi jangan biarkan Presiden bekerja sendiri. Harus loyal tegak lurus. Tanya pada nuraninya sendiri, tanya pada hatinya sendiri. Pasti tahu jawabannya. Jadi harus memilih mau nyapres atau mau menjadi menteri.

Kekuatan dan Kekurangan Pemerintah
Kekuatan pemerintahan sekarang terletak pada Presiden Joko Widodo. Kepercayaan dan dukungan rakyat kepada Presiden Jokowi sangat besar. Itu yang utama. Sedangkan kekuatan Jokowi adalah visinya yang sangat bagus dan pengambilan keputusannya yang juga sangat bagus. Karena itu, ring satunya, para pembantunya, khususnya para menteri, juga harus bagus. Para menteri harus memiliki komitmen yang murni untuk menyukseskan visi-misi Presiden. Jangan menteri malah menjadi predator kekuasaan. Ini berbahaya. Predator hanya bisa hidup dengan memangsa. Salah satu bentuk predator kekuasaan adalah orang yang terobsesi pada kekuasaan.

Seandainya, ini seandainya, jika konstitusi dan hukum mengizinkan, jika rakyat mendukung, dan jika parlemen menyetujui, tentu akan sangat bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia jika masa tugas Presiden Jokowi ditambah dua tahun sebagai kompensasi waktunya yang hilang selama pandemi ini.

Apalagi saat ini Indonesia berada pada posisi Presidensi G20. Posisi ini sangat strategis. Memang ada yang bilang bahwa hal itu hanya soal pergiliran saja. Dari sisi prosesnya memang betul seperti itu. Namun faktanya kursi itu diduduki Indonesia, riilnya oleh Jokowi. Tentu di dalamnya ada banyak opportunity, peluang. Indonesia bisa memanfaatkan posisi itu untuk mempromosikan Indonesia. Untuk mendatangkan investasi. Salah satu hal yang sangat penting adalah bagaimana menyelesaikan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Kita tidak tahu apakah pemimpin berikutnya memiliki komitmen kuat atau tidak terhadap pembangunan IKN yang baru.

Kekurangan pemerintahan sekarang ada pada beberapa gelintir menterinya saja, karena secara umum sudah sangat bagus. Hal itu bisa dilihat pada isu-isu yang menonjol di sekitar kinerja pemerintah. Artinya, hanya menyangkut beberapa gelintir saja. Faktornya sudah jelas. Ada yang tidak fokus, ada yang kurang mampu, dan ada yang sibuk mengurusi kepentingan pribadinya. Padahal visi Presiden sudah jelas, regulasi juga sudah jelas, tapi kebijakannya malah bertentangan.

Soal harga kebutuhan rakyat “melangit” saat ini pun salah satu bukti kurang koordinasi, lemah kepemimpinan, dan lemah manajerial. Jadi solusinya adalah reshuffle. Sama seperti menteri kesehatan soal pandemi saat itu (Desember 2020). Begitu diganti langsung beres.

Di era media sosial dan eraposttruthsaat ini rakyat juga harus cermat dan hati-hati. Banyak hoaks berseliweran. Cek dulu saat mendapat informasi. Jangan mudah diadu-domba.

Indonesia memang didirikan dengan semangat menyala, tapi tetap jernih dalam masa pergolakan saat itu. Bung Karno dan Bung Hatta saat itu begitu tenang menghadapi perseteruan dua kekuatan dalam Perang Dunia II maupun dalam menghadapi gejolak anak muda yang ingin proklamasi segera. Pada saat yang sama, rakyat juga bersabar menunggu langkah para pemimpin bangsa saat itu. Jadi, kita sudah punya guru yang sangat baik dalam hal seperti ini.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1429 seconds (0.1#10.140)