Penguatan KPI Secara Sistematis dan Transformasi ke Artificial Intelligence
loading...
A
A
A
JAKARTA - Undang-undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang telah berusia 18 tahun dinilai sangat jauh tertinggal dari kemajuan teknologi perkembangan media baru saat ini.
Pembahasan sesegera mungkin revisi UU ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan kemudian mengesahkannya menjadi UU baru adalah solusi untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, aturan dalam UU Penyiaran sekarang tidak dapat mengakses dan menindak tegas jika ada permasalahan di media baru yang banyak dipertanyakan publik dan dikeluhkan media penyiaran atau media mainstream.
“Rasanya tidak adil jika siaran media penyiaran diperlakukan ketat atau berbeda karena ada pengawasan dan naungan regulasi yang memayungi. Sedangkan media baru yang belum ada payung hukum justru bebas bergerak tanpa pengawasan. Apalagi sudah banyak negara yang masuk ke media baru,” tutur Andre di sela-sela diskusi daring yang digelar Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) bertajuk RUU Penyiaran dan Prospek Industri Penyiaran Indonesia, Selasa (9/6/2020).
Andre menegaskan KPI siap melakukan pengawasan terhadap media baru jika diamanahkan dalam UU Penyiaran baru nanti.
Selain terlebih dahulu diberi penguatan pada kelembagaan KPI dan KPID secara sistematis, utuh dan tegas. KPI juga akan mengalami perubahan menjadi AI (artificial intelligence) ketika masuk dalam teknologi baru tersebut.( )
Menurut dia, pengawasan terhadap media baru sangat krusial, selain memberi perlakuan sama dengan media yang sudah ada, konten dalam media baru belum sepenuhnya aman yang dikhawatirkan justru berdampak lebih buruk terhadap publik, khususnya anak dan remaja.
“Kita tahu ada layanan tontonan streaming yang menyediakan film-film berkualitas, tapi apa sudah sesuai dan pantas dengan budaya dan adat kita. Apa yang mereka sampaikan belum disaring sesuai dengan kultur bangsa kita. Kami apresiasi Komisi I DPR yang sudah menstimulasi perkembangan RUU Penyiaran,” kata Ketua KPI Pusat Periode 2016-2019 lalu.
Oleh karena itu, lanjut Andre, jika KPI diberi kewenangan oleh UU baru akan dibuat batasan untuk konten asing terhadap konten lokal. “Batasan ini agar tidak terjadi dominasi siaran asing. Minimal 60% untuk ketersediaan konten lokal dalam siaran,” ujarnya.
Mengenai produksi konten ini, Andre memandang penting keterlibatan pemerintah terhadap usaha-usaha pembuat konten lokal. Konten agregrator atau penyedia diberikan dukungan berupa subsidi berkesinambungan dari pemerintah.
Pembahasan sesegera mungkin revisi UU ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan kemudian mengesahkannya menjadi UU baru adalah solusi untuk mengejar ketertinggalan tersebut.
Komisioner KPI Pusat, Yuliandre Darwis mengatakan, aturan dalam UU Penyiaran sekarang tidak dapat mengakses dan menindak tegas jika ada permasalahan di media baru yang banyak dipertanyakan publik dan dikeluhkan media penyiaran atau media mainstream.
“Rasanya tidak adil jika siaran media penyiaran diperlakukan ketat atau berbeda karena ada pengawasan dan naungan regulasi yang memayungi. Sedangkan media baru yang belum ada payung hukum justru bebas bergerak tanpa pengawasan. Apalagi sudah banyak negara yang masuk ke media baru,” tutur Andre di sela-sela diskusi daring yang digelar Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) bertajuk RUU Penyiaran dan Prospek Industri Penyiaran Indonesia, Selasa (9/6/2020).
Andre menegaskan KPI siap melakukan pengawasan terhadap media baru jika diamanahkan dalam UU Penyiaran baru nanti.
Selain terlebih dahulu diberi penguatan pada kelembagaan KPI dan KPID secara sistematis, utuh dan tegas. KPI juga akan mengalami perubahan menjadi AI (artificial intelligence) ketika masuk dalam teknologi baru tersebut.( )
Menurut dia, pengawasan terhadap media baru sangat krusial, selain memberi perlakuan sama dengan media yang sudah ada, konten dalam media baru belum sepenuhnya aman yang dikhawatirkan justru berdampak lebih buruk terhadap publik, khususnya anak dan remaja.
“Kita tahu ada layanan tontonan streaming yang menyediakan film-film berkualitas, tapi apa sudah sesuai dan pantas dengan budaya dan adat kita. Apa yang mereka sampaikan belum disaring sesuai dengan kultur bangsa kita. Kami apresiasi Komisi I DPR yang sudah menstimulasi perkembangan RUU Penyiaran,” kata Ketua KPI Pusat Periode 2016-2019 lalu.
Oleh karena itu, lanjut Andre, jika KPI diberi kewenangan oleh UU baru akan dibuat batasan untuk konten asing terhadap konten lokal. “Batasan ini agar tidak terjadi dominasi siaran asing. Minimal 60% untuk ketersediaan konten lokal dalam siaran,” ujarnya.
Mengenai produksi konten ini, Andre memandang penting keterlibatan pemerintah terhadap usaha-usaha pembuat konten lokal. Konten agregrator atau penyedia diberikan dukungan berupa subsidi berkesinambungan dari pemerintah.