Serangan Darat dan Udara Para Capres: Bagi-Bagi Sembako hingga Eksis di Medsos
loading...
A
A
A
JAKARTA - Geliat Pilpres 2024 sudah mulai menghangat sejak beberapa bulan belakangan. Mulai dari banyaknya lembaga survei yang mengumumkan hasil surveinya masing-masing mengenai elektabilitas para calon kandidat, deklarasi dukungan relawan untuk sejumlah tokoh, hingga pertemuan sejumlah elite partai politik yang turut membicarakan kontestasi lima tahunan itu.
Nah, para tokoh yang namanya acapkali masuk bursa capres 2024 di berbagai survei juga sudah mulai aktif menjalankan serangan udara dan darat agar lebih dikenal masyarakat. Aktif di media sosial dan media massa, pemasangan baliho dan semacamnya, bagi-bagi sembako bergambar tokoh, serta blusukan alias keliling daerah sudah dilakukan mereka.
Serangan darat dan udara itu diprediksi akan terus dilakukan para calon kandidat mulai tahun 2022 ini. Ya, dua tahun menuju Pilpres 2024 adalah waktu yang cukup untuk memperkenalkan diri ke masyarakat.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menilai kombinasi serangan darat dan udara perlu dilakukan para bakal capres menuju 2024. Kunto mengatakan, efektif atau tidaknya kampanye untuk pilpres dalam dua tahun ke depan tergantung dari seberapa bagus masing-masing kandidat tersebut melakukan orkestrasi komunikasi publik atau kampanyenya.
"Jadi misalnya kalau yang di media sosial atau di YouTube terus, tapi enggak turun ke lapangan, lalu tidak melakukan kunjungan ke komunitas-komunitas, atau tidak menggarap media massa, tentu juga akan kalah dibandingkan mereka yang secara cantik melakukan orkestrasi," kata Kunto kepada SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
Menurut dia, terjun langsung ke lapangan penting dilakukan para bakal capres selain muncul di YouTube atau media sosial dan media massa. "Jadi, menurut saya ini adalah kombinasi, untuk mengatur ini kan butuh ritme, butuh ketukan yang pas, butuh isu yang tepat untuk kontennya, butuh irama enak, butuh nada dan tone yang tidak monoton, menurut saya itu cara yang harus dilakukan para kandidat presiden untuk 2024," tuturnya.
Dia menilai itu merupakan perpaduan antara sains atau ilmu pengetahuan dan seni. "Karena masalah komunikasi ke publik atau orkestrasi itu juga terdapat seni di dalamnya," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengakui porsi pemilih dari sisi usia cenderung didominasi kelompok muda, akrab dengan media siber, dan hidup sudah di era informasi. "Tetapi perlu dipahami, bahwa porsi wilayah yang belum mengakses secara aktif media siber juga cukup besar, sehingga promosi konvensional tetap diperlukan," kata Dedi kepada SINDOnews secara terpisah.
Dedi mengungkapkan dalam catatan IPO, pengaruh terbesar bagi pemilih adalah ketika kontestan bertemu langsung pemilih. "Kondisi ini memungkinkan aktivitas roadshow masih sangat dominan meningkatkan popularitas dan elektabilitas, medium maya hanya pendorong," katanya.
Dia mengakui bagi tokoh yang sudah populer dan miliki karakter dekat dengan publik, dua tahun tentu cukup untuk memastikan diri dikenali dan berpeluang dipilih. "Tokoh ini semisal Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Dedi Mulyadi, Ahmad Heryawan, Khofifah Indar Parawansa, atau Sandiaga Uno," ujar Dedi.
Sementara nama yang terkesan elite, lanjut dia, tidak leluasa membersamai publik. "Mungkin akan kesulitan, beruntungnya tokoh yang semacam ini lebih banyak elite parpol, sehingga masih terbantu oleh parpol, semisal Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, dan Puan Maharani," imbuhnya.
Menurut dia, meskipun dalam banyak survei politik, tokoh yang memiliki jabatan publik terutama kepala daerah, cenderung mudah dikenali dan signifikan dalam peningkatan popularitas. "Dibanding yang hanya menyandang jabatan politik, meskipun skala nasional, semisal Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, dan lainnya," pungkasnya.
Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan bahwa kampanye dua tahun menjelang Pilpres 2024 bagi tokoh nasional yang berniat maju sebagai capres-cawapres efektif dilakukan pada tahun 2022 ini sebagai awal dari tahun politik, baik lewat medsos ataupun turun langsung ke masyarakat. Tujuannya, kata Igor, untuk lebih dikenal publik dan meningkatkan elektabilitasnya.
Maka itu, menurut dia, pencitraan potensi dilakukan untuk mulai membangun komunikasi, kekuatan, dan kesempatan politik sebagai sebuah aktifitas dalam mencapai sebuah tujuan politik di 2024. "Sasaran kampanye politiknya, baik terbuka atau terselubung sebaiknya bisa menyentuh publik secara nasional, terutama mereka yang dikategorikan massa mengambang (floating mass), swing voters, dan golput," kata Igor kepada SINDOnews dihubungi terpisah.
Igor mengatakan, kerja politik akan dimulai pada 2022 ini sebagai bagian dari personal branding dan embrio kemungkinan munculnya koalisi parpol pengusung. Dia mengatakan, mereka yang berminat menjadi capres-cawapres harus mulai menunjukkan diferensiasi politiknya.
"Apa kinerjanya, pemikiran dan langkahnya ke depan jika ingin maju sebagai kandidat. Tahun 2022 ibarat pasar politik, dimana publik secara nasional adalah calon pembelinya," imbuhnya.
Apalagi, menurut dia, mayoritas pemilih di Indonesia itu bersifat dinamis, tidak statis. "Masyarakat cenderung lebih melihat ketokohan seseorang mulai dari kompetensi sampai integritasnya. Semuanya akan dilihat publik awal tahun 2022 ini," pungkasnya.
Nah, para tokoh yang namanya acapkali masuk bursa capres 2024 di berbagai survei juga sudah mulai aktif menjalankan serangan udara dan darat agar lebih dikenal masyarakat. Aktif di media sosial dan media massa, pemasangan baliho dan semacamnya, bagi-bagi sembako bergambar tokoh, serta blusukan alias keliling daerah sudah dilakukan mereka.
Serangan darat dan udara itu diprediksi akan terus dilakukan para calon kandidat mulai tahun 2022 ini. Ya, dua tahun menuju Pilpres 2024 adalah waktu yang cukup untuk memperkenalkan diri ke masyarakat.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo menilai kombinasi serangan darat dan udara perlu dilakukan para bakal capres menuju 2024. Kunto mengatakan, efektif atau tidaknya kampanye untuk pilpres dalam dua tahun ke depan tergantung dari seberapa bagus masing-masing kandidat tersebut melakukan orkestrasi komunikasi publik atau kampanyenya.
"Jadi misalnya kalau yang di media sosial atau di YouTube terus, tapi enggak turun ke lapangan, lalu tidak melakukan kunjungan ke komunitas-komunitas, atau tidak menggarap media massa, tentu juga akan kalah dibandingkan mereka yang secara cantik melakukan orkestrasi," kata Kunto kepada SINDOnews, Rabu (5/1/2022).
Menurut dia, terjun langsung ke lapangan penting dilakukan para bakal capres selain muncul di YouTube atau media sosial dan media massa. "Jadi, menurut saya ini adalah kombinasi, untuk mengatur ini kan butuh ritme, butuh ketukan yang pas, butuh isu yang tepat untuk kontennya, butuh irama enak, butuh nada dan tone yang tidak monoton, menurut saya itu cara yang harus dilakukan para kandidat presiden untuk 2024," tuturnya.
Dia menilai itu merupakan perpaduan antara sains atau ilmu pengetahuan dan seni. "Karena masalah komunikasi ke publik atau orkestrasi itu juga terdapat seni di dalamnya," pungkasnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah mengakui porsi pemilih dari sisi usia cenderung didominasi kelompok muda, akrab dengan media siber, dan hidup sudah di era informasi. "Tetapi perlu dipahami, bahwa porsi wilayah yang belum mengakses secara aktif media siber juga cukup besar, sehingga promosi konvensional tetap diperlukan," kata Dedi kepada SINDOnews secara terpisah.
Dedi mengungkapkan dalam catatan IPO, pengaruh terbesar bagi pemilih adalah ketika kontestan bertemu langsung pemilih. "Kondisi ini memungkinkan aktivitas roadshow masih sangat dominan meningkatkan popularitas dan elektabilitas, medium maya hanya pendorong," katanya.
Dia mengakui bagi tokoh yang sudah populer dan miliki karakter dekat dengan publik, dua tahun tentu cukup untuk memastikan diri dikenali dan berpeluang dipilih. "Tokoh ini semisal Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Dedi Mulyadi, Ahmad Heryawan, Khofifah Indar Parawansa, atau Sandiaga Uno," ujar Dedi.
Sementara nama yang terkesan elite, lanjut dia, tidak leluasa membersamai publik. "Mungkin akan kesulitan, beruntungnya tokoh yang semacam ini lebih banyak elite parpol, sehingga masih terbantu oleh parpol, semisal Airlangga Hartarto, Prabowo Subianto, dan Puan Maharani," imbuhnya.
Menurut dia, meskipun dalam banyak survei politik, tokoh yang memiliki jabatan publik terutama kepala daerah, cenderung mudah dikenali dan signifikan dalam peningkatan popularitas. "Dibanding yang hanya menyandang jabatan politik, meskipun skala nasional, semisal Puan Maharani, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan, dan lainnya," pungkasnya.
Direktur Lembaga Survei dan Polling Indonesia (SPIN) Igor Dirgantara mengatakan bahwa kampanye dua tahun menjelang Pilpres 2024 bagi tokoh nasional yang berniat maju sebagai capres-cawapres efektif dilakukan pada tahun 2022 ini sebagai awal dari tahun politik, baik lewat medsos ataupun turun langsung ke masyarakat. Tujuannya, kata Igor, untuk lebih dikenal publik dan meningkatkan elektabilitasnya.
Maka itu, menurut dia, pencitraan potensi dilakukan untuk mulai membangun komunikasi, kekuatan, dan kesempatan politik sebagai sebuah aktifitas dalam mencapai sebuah tujuan politik di 2024. "Sasaran kampanye politiknya, baik terbuka atau terselubung sebaiknya bisa menyentuh publik secara nasional, terutama mereka yang dikategorikan massa mengambang (floating mass), swing voters, dan golput," kata Igor kepada SINDOnews dihubungi terpisah.
Igor mengatakan, kerja politik akan dimulai pada 2022 ini sebagai bagian dari personal branding dan embrio kemungkinan munculnya koalisi parpol pengusung. Dia mengatakan, mereka yang berminat menjadi capres-cawapres harus mulai menunjukkan diferensiasi politiknya.
"Apa kinerjanya, pemikiran dan langkahnya ke depan jika ingin maju sebagai kandidat. Tahun 2022 ibarat pasar politik, dimana publik secara nasional adalah calon pembelinya," imbuhnya.
Apalagi, menurut dia, mayoritas pemilih di Indonesia itu bersifat dinamis, tidak statis. "Masyarakat cenderung lebih melihat ketokohan seseorang mulai dari kompetensi sampai integritasnya. Semuanya akan dilihat publik awal tahun 2022 ini," pungkasnya.
(rca)