Mengawal Dana PEN 2022
loading...
A
A
A
Tahun 2022 bisa jadi merupakan ajang pertaruhan dan titik balik pemulihan ekonomi di masa pandemi yang masih belum diketahui kapan akan berakhir. Indikator semakin baiknya geliat ekonomi di Tanah Air, setidaknya sudah terlihat sejak kuartal II/2021 di mana pertumbuhan ekonomi tercatat positif di angka 7,07%. Tren positif ini berlanjut pada kuartal III/2021 dengan angka pertumbuhan 3,51%.
Sejumlah lembaga memperkirakan, tiga bulan terakhir 2021, angka pertumbuhan ekonomi nasional juga diprediksi tetap positif. Bank Indonesia (BI) misalnya, memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir tahun 2021 bisa di atas 4,5%. BI juga memprediksi, jika diakumulasikan, pertumbuhan sepanjang tahun lalu bisa di kisaran 3,2-4,4%. Adapun Bank Dunia (World Bank) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini diperkirakan di kisaran 3,7%, turun dibanding proyeksi sebelumnya 4,4%.
Melihat beberapa proyeksi di atas, setidaknya ada harapan ekonomi akan tetap tumbuh, kendati masih di bawah target yang ditetapkan pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar 5%. Sedangkan untuk tahun ini, berdasarkan UU APBN 2022, pertumbuhan ekonomi dalam negeri dipatok di level 5,2%.
Dengan target pertumbuhan ekonomi yang dipatok di atas 5% tersebut, tentu bukan pekerjaan mudah untuk mewujudkannya. Sejumlah tantangan terlihat di depan mata. Yang paling kentara adalah masih belum pulihnya dampak pandemi di sektor usaha dan lemahnya daya beli masyarakat yang terlihat dari rendahnya angka inflasi. Ini diperkirakan akan berpengaruh hingga tahun ini, terlebih dengan kemunculan varian Omicron, yang setiap harinya selalu ada penambahan kasus.
Pada awal tahun baru 2022, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, varian terbaru Covid-19 yang berasal dari luar negeri ini tercatat sebanyak 136 orang. Angka tersebut berasal dari penambahan 68 kasus baru di penghujung 2021 dan terjadi pada pelaku perjalanan luar negeri.
Kondisi ini tentu saja membutuhkan perhatian para pemangku kepentingan mengingat dampak varian baru Covid-19, tidak bisa dikesampingkan. Apalagi, tingkat vaksinasi nasional sampai saat ini baru mencapai 54% dari target 208 juta sasaran vaksinasi.
Terkait penanganan Covid-19, pemerintah masih memberikan perhatian cukup besar. Ini bisa dilihat dari APBN 2022 di mana porsi pendanaan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp414,1 triliun. Angka itu jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp744,7 triliun memang kalah besar. Akan tetapi, dana tersebut diyakini akan cukup efektif dalam upaya menangani dampak pendemi terutama di sektor kesehatan, perlindungan sosial bagi masyarakat, dan pemulihan ekonomi.
Di sektor kesehatan, tidak kurang dari Rp117,9 triliun siap digelontorkan. Beberapa fokus di sektor ini antara lain dialokasikan untuk testing, tracing dan treatment atau perawatan Covid-19 yang dikerjasamakan dengan BPJS Kesehatan. Selain itu, termasuk di dalamnya untuk insentif tenaga kesehatan, vaksinasi dan insentif perpajakan vaksin.
Pada pos perlindungan sosial masyarakat, sedikitnya Rp158,4 triliun telah disiapkan. Beberapa sasaran program ini hampir sama dengan tahun sebelumnya yakni berupa bantuan bagi keluarga tidak mampu melalui program keluarga harapan, kartu sembako, kartu pekerja, dan bantuan langsung tunai (BLT) desa.
Adapun untuk program penguatan pemulihan ekonomi disediakan anggaran Rp141,4 triliun yang akan disalurkan untuk kegiatan infrastruktur konektivitas, pariwisata/ekonomi kreatif, investasi pemerintah, dan insentiof perpajakan.
Secara keseluruhan, APBN 2022 menetapkan anggaran belanja sebesar Rp1.944,5 triliun, naik Rp6,3 triliun dari usulan sebelumnya Rp1.938,3 triliun. Sedangkan, pos penerimaan negara ditargetkan sebesar Rp1.846,1 triliun yang bersumber dari penerimaan perpajakan Rp1.510 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp335,6 triliun, serta hibah Rp0,6 triliun. Dari komposisi penerimaan dan pendapatan negara seperti di disebutkan di atas, pemerintah masih memberikan peluang defisit anggaran lebih dari 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Melihat porsi dan arah kebijakan pemerintah yang masih fokus pada penanganan pandemi, maka sudah sewajarnya strategi itu dilakukan. Hanya saja, mesti diingat bahwa efektivitas penyaluran dana PEN harus melalui tahapan yang jelas, terutama mekanisme bagi pelaku usaha yang masih terdampak. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah, mengawal agar PEN bisa membantu daya beli masyarakat yang selama ini menjadi andalan dalam menopang pertumbuhan ekonomi.
Sejumlah lembaga memperkirakan, tiga bulan terakhir 2021, angka pertumbuhan ekonomi nasional juga diprediksi tetap positif. Bank Indonesia (BI) misalnya, memperkirakan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal terakhir tahun 2021 bisa di atas 4,5%. BI juga memprediksi, jika diakumulasikan, pertumbuhan sepanjang tahun lalu bisa di kisaran 3,2-4,4%. Adapun Bank Dunia (World Bank) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini diperkirakan di kisaran 3,7%, turun dibanding proyeksi sebelumnya 4,4%.
Melihat beberapa proyeksi di atas, setidaknya ada harapan ekonomi akan tetap tumbuh, kendati masih di bawah target yang ditetapkan pemerintah pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 sebesar 5%. Sedangkan untuk tahun ini, berdasarkan UU APBN 2022, pertumbuhan ekonomi dalam negeri dipatok di level 5,2%.
Dengan target pertumbuhan ekonomi yang dipatok di atas 5% tersebut, tentu bukan pekerjaan mudah untuk mewujudkannya. Sejumlah tantangan terlihat di depan mata. Yang paling kentara adalah masih belum pulihnya dampak pandemi di sektor usaha dan lemahnya daya beli masyarakat yang terlihat dari rendahnya angka inflasi. Ini diperkirakan akan berpengaruh hingga tahun ini, terlebih dengan kemunculan varian Omicron, yang setiap harinya selalu ada penambahan kasus.
Pada awal tahun baru 2022, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, varian terbaru Covid-19 yang berasal dari luar negeri ini tercatat sebanyak 136 orang. Angka tersebut berasal dari penambahan 68 kasus baru di penghujung 2021 dan terjadi pada pelaku perjalanan luar negeri.
Kondisi ini tentu saja membutuhkan perhatian para pemangku kepentingan mengingat dampak varian baru Covid-19, tidak bisa dikesampingkan. Apalagi, tingkat vaksinasi nasional sampai saat ini baru mencapai 54% dari target 208 juta sasaran vaksinasi.
Terkait penanganan Covid-19, pemerintah masih memberikan perhatian cukup besar. Ini bisa dilihat dari APBN 2022 di mana porsi pendanaan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) mencapai Rp414,1 triliun. Angka itu jika dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp744,7 triliun memang kalah besar. Akan tetapi, dana tersebut diyakini akan cukup efektif dalam upaya menangani dampak pendemi terutama di sektor kesehatan, perlindungan sosial bagi masyarakat, dan pemulihan ekonomi.
Di sektor kesehatan, tidak kurang dari Rp117,9 triliun siap digelontorkan. Beberapa fokus di sektor ini antara lain dialokasikan untuk testing, tracing dan treatment atau perawatan Covid-19 yang dikerjasamakan dengan BPJS Kesehatan. Selain itu, termasuk di dalamnya untuk insentif tenaga kesehatan, vaksinasi dan insentif perpajakan vaksin.
Pada pos perlindungan sosial masyarakat, sedikitnya Rp158,4 triliun telah disiapkan. Beberapa sasaran program ini hampir sama dengan tahun sebelumnya yakni berupa bantuan bagi keluarga tidak mampu melalui program keluarga harapan, kartu sembako, kartu pekerja, dan bantuan langsung tunai (BLT) desa.
Adapun untuk program penguatan pemulihan ekonomi disediakan anggaran Rp141,4 triliun yang akan disalurkan untuk kegiatan infrastruktur konektivitas, pariwisata/ekonomi kreatif, investasi pemerintah, dan insentiof perpajakan.
Secara keseluruhan, APBN 2022 menetapkan anggaran belanja sebesar Rp1.944,5 triliun, naik Rp6,3 triliun dari usulan sebelumnya Rp1.938,3 triliun. Sedangkan, pos penerimaan negara ditargetkan sebesar Rp1.846,1 triliun yang bersumber dari penerimaan perpajakan Rp1.510 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp335,6 triliun, serta hibah Rp0,6 triliun. Dari komposisi penerimaan dan pendapatan negara seperti di disebutkan di atas, pemerintah masih memberikan peluang defisit anggaran lebih dari 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Melihat porsi dan arah kebijakan pemerintah yang masih fokus pada penanganan pandemi, maka sudah sewajarnya strategi itu dilakukan. Hanya saja, mesti diingat bahwa efektivitas penyaluran dana PEN harus melalui tahapan yang jelas, terutama mekanisme bagi pelaku usaha yang masih terdampak. Pekerjaan rumah selanjutnya adalah, mengawal agar PEN bisa membantu daya beli masyarakat yang selama ini menjadi andalan dalam menopang pertumbuhan ekonomi.
(ynt)