Adaptasi Kerangka Perubahan Perilaku untuk Akselerasi Vaksinasi Lansia dan Disabilitas
loading...
A
A
A
Kedua, strategi komunikasi risiko perlu condong pada aspek psikososial. Kepercayaan bahwa vaksinasi akan melindungi orang lain dan merupakan kewajiban moral untuk berbuat baik merupakan empati yang dapat digaungkan. Indonesia sebagai negara yang beragama dan berjiwa gotong royong, memiliki modal kuat dalam mengedepankan aspek perbuatan baik.
Ketiga, merancang secara khusus berbagai media dan kemasan informasi yang menyasar para lansia dengan penurunan fungsi kognitif atau orang dengan disabilitas intelektual. Ragam informasi seputar vaksin dengan mengadaptasi pesan perubahan perilaku, misalnya, dapat dikombinasikan dengan kontras dan besar huruf yang berbeda untuk ditujukan kepada disabilitas netra atau low vision.
Keempat, teknik penyampaian pesan yang pro pada lansia dan penyandang disabilitas. Misalnya menyediakan bantuan juru bahasa isyarat untuk memastikan disabilitas tuli dapat mengikuti pesan informasi yang diberikan, publikasi informasi melalui website dengan dukungan audio dan visual khusus, rangkaian video testimoni dari sesama penyandang disabilitas, siaran oleh tenaga kesehatan di radio-radio komunitas, atau komunikasi antarpersonal melalui kader di pedesaan, merupakan teknik-teknik komunikasi yang dapat dioptimalkan.
Kelima, memastikan layanan kesehatan yang ramah lansia dan disabilitas dengan memodifikasi fasilitas umum. Misalnya tempat cuci tangan yang dapat dijangkau mereka yang memiliki disabilitas fisik, jalur kursi roda cukup lebar untuk dilalui, ada jalur khusus untuk disabilitas netra, dan sebagainya. Upaya ini perlu didukung petugas yang sensitif terhadap kebutuhan kelompok disabilitas, tersedianya pendamping dan juru bahasa isyarat.
Pesan vaksinasi yang berdasar teori perubahan perilaku dan disampaikan dengan 'bahasa' yang ramah lansia dan disabilitas, melalui saluran komunikasi yang adaptif menjadi prinsip suksesnya percepatan pencegahan Covid-19. Layanan kesehatan yang ramah lansia dan disabilitas menjadi titik temu pengejawantahan kepedulian kita untuk pemenuhan vaksinasi Covid-19 di kalangan lansia dan penyandang disabilitas.
Ketiga, merancang secara khusus berbagai media dan kemasan informasi yang menyasar para lansia dengan penurunan fungsi kognitif atau orang dengan disabilitas intelektual. Ragam informasi seputar vaksin dengan mengadaptasi pesan perubahan perilaku, misalnya, dapat dikombinasikan dengan kontras dan besar huruf yang berbeda untuk ditujukan kepada disabilitas netra atau low vision.
Keempat, teknik penyampaian pesan yang pro pada lansia dan penyandang disabilitas. Misalnya menyediakan bantuan juru bahasa isyarat untuk memastikan disabilitas tuli dapat mengikuti pesan informasi yang diberikan, publikasi informasi melalui website dengan dukungan audio dan visual khusus, rangkaian video testimoni dari sesama penyandang disabilitas, siaran oleh tenaga kesehatan di radio-radio komunitas, atau komunikasi antarpersonal melalui kader di pedesaan, merupakan teknik-teknik komunikasi yang dapat dioptimalkan.
Kelima, memastikan layanan kesehatan yang ramah lansia dan disabilitas dengan memodifikasi fasilitas umum. Misalnya tempat cuci tangan yang dapat dijangkau mereka yang memiliki disabilitas fisik, jalur kursi roda cukup lebar untuk dilalui, ada jalur khusus untuk disabilitas netra, dan sebagainya. Upaya ini perlu didukung petugas yang sensitif terhadap kebutuhan kelompok disabilitas, tersedianya pendamping dan juru bahasa isyarat.
Pesan vaksinasi yang berdasar teori perubahan perilaku dan disampaikan dengan 'bahasa' yang ramah lansia dan disabilitas, melalui saluran komunikasi yang adaptif menjadi prinsip suksesnya percepatan pencegahan Covid-19. Layanan kesehatan yang ramah lansia dan disabilitas menjadi titik temu pengejawantahan kepedulian kita untuk pemenuhan vaksinasi Covid-19 di kalangan lansia dan penyandang disabilitas.
(zik)